Abu Mush’ab Al Fatih Bala*: Mendeteksi Asas Praduga Tak Bersalah

Opini526 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Asas Praduga Tak Bersalah dirancang untuk melindungi hak hukum setiap warga negara. Diharapkan dengan adanya asas ini penegak hukum tidak salah eksekusi di lapangan.

Seseorang tidak bisa dieksekusi di luar pengadilan. Karena setiap warga negara punya kesempatan untuk membela diri dan menyatakan dirinya tidak bersalah. Yang menentukan benar salahnya seseorang adalah pengadilan.

Setelah hakim mendapatkan bukti yang kuat untuk memvonis terdakwa. Bisa saja dihukum dan bisa pula dibebaskan tergantung jalannya persidangan.

Salahsatu contoh bagusnya pelaksanaan asas ini adalah OTT KPK terhadap banyak tersangka kasus korupsi. KPK sejak berdirinya pada tahun 2004 hingga 2018 telah menangani 1.135 kasus korupsi.

Sebelum melakukan OTT, KPK sebenarnya sudah mengantongi banyak info tentang terduga koruptor. KPK mengetahui info tempat dan waktu pertemuan serta transaksi suap yang akan dijalankan.

Sehingga KPK bisa memasang CCTV dan alat sadap. Namun, KPK tidak gegabah dalam menjalankan aksinya. KPK tidak pernah meringkus bidikannya sebelum terjadinya transaksi.

Ini disebabkan Asas Praduga Tak Bersalah. Penangkapan orang sebelum kejadian hanya akan menghilangkan barang bukti dan bisa menyeret lembaga anti rasuah ini ke kasus hukum pelanggaran HAM.

Alhamdulillah selama 5 tahun beraksi tidak pernah ditemukan salah tangkap orang. KPK berhasil membawa para koruptor ke pengadilan dengan harapan sang koruptor dihukum seberat-beratnya oleh hakim. Agar cita-cita pemberantasan korupsi di Indonesia mendapatkan momentum terbaiknya.

Asas Praduga Tak Bersalah pada beberapa kasus malah tak berjalan. Misalnya pada kasus penanganan anti teror. Sering kejadian korban salah tangkap dan tewasnya terduga teroris sebelum di bawa ke pengadilan.

Masyarakat berharap bagi korban salah tangkap semoga ada upaya pemulihan nama baik dari pihak yang menangkap. Dan semoga setiap terduga teroris bisa ditangkap dalam keadaan hidup-hidup sehingga bisa membongkar jaringan teroris yang ada.

Asas Praduga Tak Bersalah kadang tak berfungsi pada penanganan kasus yang terkena delik UU ITE. Ketika ada orang yang menyalin dan menempel (mengcopy paste) sebuah artikel, berita, atau gambar yang dianggap hoax, terkadang ditangkap tanpa ada surat pemanggilan.

Padahal bisa ditelurusi dengan cara melacak siapakah pengunggah berita hoax yang pertama. Orang yang mengcopas belum tentu merupakan pembuatnya. Jika dikhwatirkan terduga pembuat hoax akan melarikan diri, langkah pencekalan bisa dilakukan.

Dalam pemberantasan kejahatan di dunia cyber, langkah yang paling efektif adalah membuat pedoman tentang apa hoax itu. Harus dibuat kriteria atau ciri-ciri yang sangat jelas agar masyarakat mampu mengenali berita hoax. Bila ini dilakukan dengan sungguh-sungguh masyarakat bisa menjadi agen yang paling tangguh dalam mengawasi dan memberantas hoax.

Bukan seperti pada zaman sekarang dimana masyarakat banyak termakan berita hoax. Dan tanpa sengaja menyebar berita hoax karena ketidaktahuan mereka atas kriteria atau ciri-ciri hoax.

Sekali lagi terduga kejahatan apa pun itu baru bisa mendapatkan keadilan jika mereka mendapatkan Asas Praduga Tak Bersalah. Negara akan menjadi kekuatan hukum yang terpandang ketika mampu membuktikan kesalahan setiap terdakwa di depan pengadilan.

Jika Asas Praduga Tak Bersalah tidak diindahkan maka ketidakadilan hukum akan merajalela. Hukum bukan lagi sebagai alat preventif dan kuratif, tetapi lebih sebagai alat kepentingan politik oknum-oknum tertentu.[]

AkademiMenulisKreatif
AMK6

Comment