Ajukan Peninjauan Kembali (PK) Warga Warung Sila l Tunjuk 2 Kuasa Hukum

Berita404 Views
RADARINDONESIAEWS.COM, JAKARTA  – Maraknya mafia tanah yang juga diduga ikut andil unsur petugas Badan Pertanahan Nasional baik regional maupun Nasional telah menjerat konflik berkepanjangan bagi sejumlah pemilik tanah yang SAH.
Bahkan tak sedikit kasus sengketa tanah berujung pada upaya hukum, namun kerap terkendala dan bahkan terkatung-katungnya penyelesaian sengketa tanah. Hal inipun menjadi pekerjaan rumit sejumlah pengacara dalam mengatasi masalah tersebut.
Kerakusan para oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) maupun para gundiknya atau yang sering disebut biyong menjadi piaraan para mafia tanah yang memiliki kekuasaan. Pada akhirnya, lembaga ataupun badan yang menangani sengketa tanah akan terus menjerat masyarakat.
Peristiwa tersebut juga dialami warga Warung Sila I, Rt 002 RW 04 Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan.
Melalui kuasa hukum pemilik tanah, Dian Wibowo, SH., dan Dr. H. Pratjaja Winrekso, SH.,MH., dalam salinan enam (6) sertifikat pemilik SAH atas tanah tersebut telah digugat oleh Kaharudin Latief yang merupakan anak dari Atang Latief.
Atang Latief alias Lauw Tjim Ho eks pemilik Bank Indonesia Raya (BIRA) yang diduga ikut terlibat dalam penggelapan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah menggelapkan dana sebesar Rp. 325 Miliar, tahun 2006.
Diketahui, anak pertama dari istri pertama Atang Latief bernama Kaharudin Latief yang telah menggugat pemilik enam (6) sertifikat, Kaharudin mengaku memiliki sertifikat nomor 562/Ciganjur, sedangkan sertifikat yang digugat Nomor 3806 sesuai Akte Jual Beli tahun 2002, sertifikat Nomor 2104/Cipedak tahun 2013, Sertifikat Nomor 05161, Sertifikat Nomor 05162, Sertifikat Nomor 04882, dan Sertifikat Nomor 05160.
“Kaharudin Latief telah menggugat klien-klien kami saat itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sampai ke Kasasi, dan semua dimenangkan oleh Kaharudin, namun kami menilai putusan hakim terkesan janggal. “kata Pratjaja Winrekso atau yang sering dipanggil Pa Coy di Jakarta, Sabtu (25/5/2019) Malam.
Melalui siaran persnya, pa Coy menyebut akan melakukan Peninjauan Kembali (PK). Ia juga mengatakan baru melakukan gugatan perdata di PN Jakarta Selatan untuk Kaharudin Latief.
“Kita bukannya tidak percaya dengan PTUN, namun ada yang terlewat oleh Hakim, keanehan kasus ini terlihat pada peta gambar tanah yang diakui Kaharudin latief sangat tidak sesuai dengan fakta dilapangan, bahkan ada beberapa lokasi yang ngawur, karena sertifikat 562/Ciganjur yang diakui milik Kaharudin Latief itu berada di Rawa Badak, bukan di Batu Belah (yang sekarang disebut Warung Sila I). “ungkap pa Coy.
Keanehan kedua, kata pa Coy soal Akte Jual Beli (AJB) yang di tipe-X, peta digital BPN yang diakui Kaharudin itu bukan peta Digital, itu jelas manipulasi data, pa Coy menuding terkait itu ulah oknum BPN yang bermain sebagai mafia tanah.
“Peta digital BPN mengakui persil-persil ke enam (6) klien kami ada dan benar sesuai sertifikat-sertifikat masing-masing. Tapi sertifikat nomor 562 tidak diakui BPN. “terang pa Coy.
Menurutnya meski PTUN memerintahkan BPN untuk mengeksekusi ke enam (6) sertifikat kliennya, namun pa Coy meminta untuk dikaji ulang, “Kami menghargai putusan PTUN, akan tetapi kami meminta untuk dikaji ulang karena banyaknya kejanggalan dalam persidangan itu, baik fakta-faktanya maupun kesaksian atas gugatan Kaharudin Latief. “ulas pa Coy.
Karenanya lanjut pa Coy, pihaknya akan hadiri sidang perdana sengketa tanah kasus tersebut atas undangan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan hari Rabu tanggal 29 Mei 2019 pukul 09.00 WIB.
Sementara Dian Wibowo, SH., mengatakan putusan PTUN melakukan pembatalan atas sertifikat-sertifikat kliennya dianggap sepihak. Dian mengurai PTUN mengambil keputusan salah, menurutnya PTUN mengambil keputusan tidak sesuai fakta-fakta sebenarnya tanpa melakukan sidang lapangan.
“penggugat Kaharudin latief yang meminta pembatalan ke enam sertifikat klien kami dan mengaku menguasai fisiknya nyata-nyata tidak pernah ada di wilayah ini, dia punya KTP berbeda dengan lokasi tanah, sedangkan kami asli orang sini. “jelas Dian.
Dian menyebut putusan PTUN cacat hukum karena putusan yang diambilnya tidak sesuai fakta-fakta yang ada.
Dian mengakui akan datangi BPN Jakarta Selatan bersama pa Coy pada hari Senin 27 Mei 2019 untuk meminta penangguhan eksekusi atas ke enam (6) sertifikat kliennya.(Op/red)

Comment