Aksi Predator Anak, Kebiri Memberi Solusi?

Opini549 Views

 

Oleh: Imanda Agustina*

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Indonesia dinilai berada pada kondisi darurat kekerasan seksual terhadap anak. Selama masa pandemi ini pun kasus kekerasan terhadap anak juga semakin meningkat.

Survei terakhir yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berdasarkan data sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak (Simfoni PPA) periode 1 Januari hingga 18 Agustus 2020, kasus kekerasan pada anak mencapai 4.833 kasus.

Tahun 2019 silam, Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto telah menjatuhkan hukuman kebiri kimia kepada pelaku pemerkosaan sembilan anak perempuan di Mojokerto. Namun, hukuman itu terancam tidak bisa dijalankan karena belum adanya petunjuk teknis dan terbentur sejumlah kode etik kedokteran.

Kasus kekerasan seksual pada anak yang tidak pernah usai dan justru semakin menjadi-jadi akhirnya membuat pemerintah memilih opsi suntik kebiri. Setelah sekian lama menjadi wacana dan menimbulkan pro-kontra selama bertahun-tahun, akhirnya dibuatlah payung hukum suntik kebiri.

Pada 7 Desember 2020, Presiden Joko Widodo telah menetapkan serta menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual kepada anak. Aturan tersebut dibuat untuk mengatasi dan menekan kekerasan seksual terhadap anak, juga sebagai efek jera bagi predator seksual anak.

Dilansir dari detikcom, PP hukuman kebiri yang tertuang dalam Nomor 70 Tahun 2020 memuat beberapa hal seperti tata cara pelaksanaan tindakan kebiri, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual anak.

Hukuman kebiri dianggap sebagai sanksi tertinggi dan dengan pemberatan sanksi juga dinilai efektif menghentikan predator seksual anak.

Ketika berbicara tentang kekerasan seksual, maka tidak selamanya hal tersebut menjadi kesalahan tunggal pelaku karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi.

Sebuah pemecahan masalah harus diselesaikan secara menyeluruh dan komprehensif agar masalah serupa tidak terulang kembali. Solusi yang diberikan bukan hanya menyentuh permukaan tapi juga sampai ke akar masalah.

Sehingga menjadi penting untuk menggali permasalahan sebelum menyodorkan solusi. Tanpa pemecahan yang menyeluruh, tidak menutup kemungkinan kebijakan yang diambil justru menambah masalah.

Psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan bahwa hukuman kebiri kimiawi tidak akan membuat para pelaku kekerasan seksual jera.

Justru dikhawatirkan pelaku akan menggunakan cara-cara lebih brutal dalam melumpuhkan korbannya, karena nafsu seksual tidak hanya sebatas faktor hormon namun juga fantasi. Bahkan kimiawi yang diberikan juga dapat memberi resiko anemia, melemahnya otot, osteoporosis, dan gangguan kognitif.

Kasus kejahatan pada sejatinya tidaklah berdiri sendiri. Sistem yang hadir di tengah-tengah masyarakat meliputi persoalan ekonomi, interaksi sosial, dan pendidikan saling berkaitan satu sama lain. Pornografi dan pornoaksi semakin masif dan mudah diakses bahkan oleh anak-anak.

Sementara syarat pernikahan tambah dipersulit, tidak heran jika pergaulan bebas, penyimpangan, perzinahan, hingga kekerasan seksual merajalela.

Pada masyarakat pun juga telah dipersepsikan jika seorang laki-laki yang ingin menikah haruslah mapan terlebih dahulu. Padahal dikeadaan sekarang lapangan pekerjaan sulit dicari.

Liberalisasi ekonomi juga semakin mencekam kehidupan masyarakat. Akibatnya sumber daya alam (SDA) dikelola asing serta masifnya tenaga kerja asing yang masuk ke dalam negeri sehingga lapangan pekerjaan bagi para lelaki pencari nafkah sulit diperoleh.

Kekayaan alam yang seharusnya dikelola negara untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya justru dikuasai swasta dan dijual atas  nama investasi.

Kapitalisasi ekonomi inilah yang akhirnya mendorong ibu rumah tangga untuk pergi bekerja bahkan sampai menjadi TKW di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Semua itu tentu menguras tenaga dan waktu serta berpisah lama dengan suami dan anak. Jika kondisi demikian terus berlanjut, lantas bagaimana para suami melampiaskan dorongan seksualnya.

Akhirnya hanya ketaqwaan individu yang menjadi benteng terakhir. Namun hal tersebut seperti mustahil dalam sistem pendidikan sekuler seperti sekarang. Mindset pemisahan agama dari kehidupan sudah menjadi asas pendidikan. Pelajaran agama yang diajarkan di sekolah hanyalah formalitas semata.

Nilai-nilai keimanan semakin dijauhkan dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga kerusakan manusia terus menjamur di tengah-tengah umat.

Pemecahan masalah dengan hukuman suntik kebiri bagi pelaku kekerasan seksual jelas tidak manusiawi. Opsi tersebut justru akan menambah masalah baru. Hal tersebut karena solusi lahir dari keterbatasan akal manusia yang penuh dengan kepentingan. Solusi yang komprehensif haruslah lahir tanpa hawa nafsu dan campur tangan kepentingan manusia.

Maka, satu-satunya jalan pemecahan masalah musti lahir dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta. Allah sebagai Al-Mudabbir (Maha Pengatur) telah memberikan aturan kehidupan yang lengkap dan solutif dalam syariat Islam.

Islam yang tidak hanya sebagai agama ritual melainkan juga sebagai sebuah ideologi yang melahirkan peraturan hidup. Syariat Islam lengkap mengatur mulai dari sistem pergaulan sosial dan penvaturan perempuan di kehidupan khusus dan umum. Dalam Islam, perempuan harus dijaga  kehormatan dan kesuciannya.

Hal tersebut tercermin dengan adanya batasan akan aurat laki-laki dan perempuan sehingga harus berpakaian menutup aurat, kewajiban menjaga pandangan, larangan ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan) dan khalwat (berdua-duaan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram), pengaturan safar bagi perempuan, hingga pengaturan rumah tangga.

Negara Islam juga akan memblokir segala celah pornografi dan pornoaksi dan mengarahkan masyarakat untuk berperan dalam menjaga kehormatan perempuan.

Selain itu sanksi tegas juga diberlakukan pada tindakan-tindakan yang dapat memicu kekerasan seksual, misalnya hukuman bagi para pembuat dan penyebar konten pornografi, hukuman bagi lagi-laki yang tidak menafkahi perempuan, hingga hukuman jilid dan rajam bagi pelaku zina. Seluruh sanksi tersebut diatur lengkap dalam sistem uqubat islam.

Demikian juga perekonomian dalam Islam yang tentunya menjamin dan mensejahterakan rakyatnya. Perempuan tidak perlu bekerja karena ditanggung oleh pihak laki-laki yang bertanggung jawab atas dirinya. Jika dia sudah tidak memiliki keluarga, maka nafkah perempuan akan menjadi tanggung jawab negara.

Sementara dalam bidang pendidikan, sudah jelas bahwa pendidikan dalam Islam bertujuan untuk mencetak generasi bertakwa dan menguasai iptek yang dibangun atas asas aqidah Islam. Sehingga tidak akan melahirkan generasi rusak, apalagi menjadi pelaku kejahatan seksual.

Pengaturan tersebut hanya akan terlaksana dengan penerapan sistem Islam secara kaffah. Seluruh sistem baik pergaulan sosial, ekonomi, serta pendidikan pada hakikatnya diatur dalam sistem politik pemerintahan Islam yang diterapkan oleh negara.

Mustahil menciptakan pilar individu dan masyarakat yang bertaqwa tanpa adanya peran negara yang juga menjalankan syariat Islam.

Sistem Islam sudah terbukti selama berabad-abad lamanya mampu melahirkan generasi-generasi emas yang jauh dari kerusakan. Jadi, sudah semestinya kita rindu hidup dalam bingkai islam kaffah serta ikut memperjuangkan. Wallahualam. []

*Mahasiswi UN Malang

____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment