Ammy Amelia*: Dampak Kebijakan Tak Solutif, Kejahatan Kian Masif

Opini461 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Dunia berduka. Pandemi Corona tak terkendali menginfeksi jutaan jiwa dari berbagai negara. Hingga saat ini, total penyebaran virus Corona telah menembus angka 3 juta penderita. Berdasarkan data dari Worldometers, hingga Rabu (29 April 2020), jumlah kasus secara global terus bertambah mencapai 3.128.995 pasien. Adapun di Indonesia, total kasus positif telah mencapai 9.771 pasien. (Kompas.com 29/4)

Pandemi yang mengguncang dunia sejak akhir Desember 2019 ini, selain menimbulkan banyak korban jiwa, juga berimbas pada eksistensi setiap negara, tidak tekecuali Indonesia. Dampak yang dirasakan, begitu mengancam setiap sisi kehidupan dari berbagai bidang. Sektor ekonomi yang kian terpuruk pasca pandemi, menjadi salah satu faktor problematika di dalam negara. Kesulitan dan kesengsaraan yang mencekik rakyat seolah kian menjerat. Tidak heran jika kejahatan dari waktu ke waktu semakin meningkat.

Setelah PHK besar-besaran yang dilakukan para pengusaha. Pegawai yang terdampak, otomatis kehilangan sumber mata pencaharian. Bersamaan dengan hal itu, adanya imbauan pemerintah untuk memaksimalkan aktivitas dirumah saja, semakin menekan mobilitas masyarakat dalam menjalankan usahanya.

Adapun kebijakan pemerintah yang seharusnya menjadi solusi utama, faktanya belum mampu menangani permasalahan secara paripurna.

Kebijakan yang terkesan tumpang tindih, di ungkapkan Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Syahrul Aidi Maazat. Syahrul mengkritik kebijakan pemerintah pusat yang diambil tanpa adanya sinkronisasi dengan semua stakeholder. Empat stakeholder yang berkaitan adalah Kementrian Keuangan, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Desa PDTT dan Kementrian Sosial. Akibat peraturan empat Kementrian yang tumpang tindih dan sering berubah-ubah, Pemerintah Daerah menjadi kebingungan dalam bekerja.

Sehingga mereka hanya bisa diam dan menunggu instruksi dari Pemerintah Pusat. Lagi-lagi, rakyatlah yang menjadi korban. (Tempo.co 29/4)

Dampak dari kebijakan pemerintah yang tidak solutif, berimbas pada kehidupan dan mata pencaharian masyarakat. Kurang proaktifnya pemerintah, mempengaruhi gejolak sosial dan ekonomi yang semakin memburuk. Permasalahan ekonomi yang telah menyentuh masyarakat akar rumput, maka akan berkaitan dengan masalah perut.

Tekanan pemenuhan kebutuhan pokok tidak dapat di tolerir. Sehingga terjadi peningkatan kasus anarkis dan kriminalitas di tengah masyarakat. Menurut Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Asep Adi Saputra, peningkatan angka kriminalitas di tanah air selama masa pandemi naik hingga 11%. (Liputan6.com 22/4)

Lantas, kebijakan seperti apakah yang mampu dijadikan solusi ditengah pandemi seperti saat ini?

Belajar dari kisah kebijakan Khalifah Umar bin Khatab dalam menyelesaikan krisis adalah dengan meminta bantuan ke wilayah atau daerah bagian kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberikan bantuan, sebagaimana yang diceritakan di dalam buku The great leader of Umar Bin Khatab karya DR. Muhammad Ash-shalabi.

Khalifah Umar langsung bertindak cepat ketika melihat kondisi keuangan baitul mal tidak mencukupi dalam penanggulangan krisis, dan beliau segera mengirim surat kepada para gubernurnya di berbagai daerah kaya untuk meminta bantuan. Petugas khalifah Umar langsung mendatangi Amru bin Al-ash, gubernur Mesir. Juga mengirim surat kepada gubernurnya di Syam, surat serupa juga dikirim kepada para gubernurnya di Irak dan Persia. Dan akhirnya, semua mengirimkan bantuan untuk khalifah.

Cerita diatas menggambarkan bagaimana pemimpin Islam menyelesaikan permasalahan ditengah wabah dengan cepat dan tepat, sehingga walaupun dalam masa krisis, perekonomian saat itu kembali stabil.

Ekonomi Syariah yang diterapkan secara Kaffah (menyeluruh) berperan sebagai sistem yang memiliki nilai, sekaligus petunjuk dari Sang Pemilik Semesta. Dengan demikian, atmosfer Islam Rahmatan lil’alamin dapat dirasakan oleh seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Wallohu’alam bishawab.[]

*Anggota AMK

Comment