Annisa Putriawantiko*: Gaya Hidup Hemat Atasi Resesi Di Tengah Pandemi,  Mampukah?

Opini465 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Tahun 2020 kini nampaknya menjadi tahun terburuk bagi perekonomian dunia. Pandemi Covid-19 yang tak berkesudahan ini mampu memporak porandakan ekonomi hampir seluruh negara. Di tanah air sendiri ancaman resesi kian nampak di depan mata setelah negara tetangga yakni Singapura baru-baru ini mengalaminya.

Adapun suatu negara dikatakan mengalami resesi yaitu ketika produk domestic bruto (PDB) mengalami kontraksi atau minus dalam 2 kuartal beruntun secara tahunan.

Melansir The Balance, ada 5 indikator ekonomi yang dijadikan acuan suatu negara mengalami resesi, yakni PDB riil, pendapatan, tingkat pengangguran, manufaktur, dan penjualan ritel.

Indonesia pun beresiko untuk terkena resesi. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dalam rilis terbarunya yang berjudul A Crisis Like No Other, An Uncertain Recovery memprediksi PDB Indonesia akan minus 0,3% di tahun ini.

Di kuartal I-2020, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 2,97% YoY, turun jauh dari kuartal IV-2019 sebesar 4,97%.

Satu persatu sektor ekonomi hari ini mulai berpotensi mengalami resesi. Dari penjualan ritel, dalam rilis terbaru Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia, penjualan ritel bulan April 2020 tercatat minus 16,9% YoY.

Ini merupakan kontraksi paling dalam sejak Desember 2008. Hampir seluruh pos penjualan ritel mengalami kontraksi. Pos yang paling dalam kontraksinya adalah penjualan bahan bakar -39% YoY, barang budaya dan rekreasi sebesar -48,5% YoY dan barang lainnya seperti sandang sebesar -68,5% YoY.

Hingga data pengangguran pun meningkat, per 12 Mei total pekerja yang dirumahkan dan di-PHK sebanyak 1.727.913 orang. Lihat :(https://www.cnbcindonesia.com/market/20200718072930-17-173700/jika-sebuah-negara-alami-resesi-ini-dampak-mengerikannya)

Menyikapi ancaman resesi tersebut, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan masyarakat harus hidup hemat mulai dari sekarang, sebagai persiapan dana darurat jika resesi benar terjadi.

“Kurangi juga belanja yang tidak sesuai kebutuhan dan fokus pada pangan serta kebutuhan kesehatan. Jadi jangan latah ikut gaya hidup yang boros. Pandemi mengajarkan kita apa yang bisa dihemat ternyata membuat daya tahan keuangan personal lebih kuat,” kata Bhima kepada detikcom, Jumat (17/7/2020). Lihat : https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5099919/awas-ancaman-resesi-masyarakat-harus-lakukan-ini-dari-sekarang

Kapitalisme Biang Resesi Ekonomi

Menghadapi resesi besar tersebut tidak bisa diserahkan pada individu melainkan harus adanya peran negara, maka menyerukan agar masyarakat untuk hidup hemat adalah hal yang tidak tepat. Sebab sebenarnya saat situasi seperti ini tidak sedikit masyarakat yang telah berhemat, namun hal itu tidak memberi efek yang besar, tetap saja kondisi ekonomi negeri diambang krisis.

Maka tidak cukup hanya mengantisipasi melainkan butuh adanya solusi tuntas agar mampu mengatasi terjadinya resesi yang sebenarnya bukan murni dikarenakan pandemi, tetapi yang utamanya yaitu akibat sistem rusak Kapitalisme yang diterapkan hari ini.

Bukan hanya ketika terjadi wabah. Pada kondisi normal saja, penerapan sistem Kapitalis sangat rentan terkena krisis ekonomi. Rakyat masih banyak yang menderita dan nestapa, pengangguran yang tinggi, kemiskinan, anak putus sekolah, dan sebagainya. Apalagi di situasi pandemi saat ini yang akan menimbulkan lebih banyak masalah mengantarkan krisis bahkan resesi lebih cepat.

Ekonomi Kapitalis yang ditopang dengan ekonomi Sekuler Liberal memakai motif spekulasi atau perjudian. Sehingga menjadikan ekonomi Sekuler rapuh karena bertumpuh pada sector non real (Bursa Saham, Pasar Modal, dll).

Hal ini yang menyebabkan nilai tukar mata uang jatuh dan rapuh menghadapi guncangan finansial. Alhasil, ekonomi Kapitalisme tidak akan pernah lepas dari krisis ekonomi, kurang dari 10 tahun peradaban rusak ini selalu menghadapi krisis ekonomi.

Sektor non real yang dipakai ekonomi Kapitalisme bagaikan benalu dalam kehidupan, sebab ia dapat menyerap banyak uang dalam skala besar tanpa adanya barang atau jasa yang dihasilkan. Disinilah sifat tamak manusia mendapat ruang, hanya memikirkan penimbunan uang dengan segala cara menjual saham, obligasi, mata uang, dan kertas berharga lainnya.

Dengan begitu, wajar sistem ekonomi Kapitalisme tidak mampu keluar dari krisis ekonomi terlebih pada situasi wabah saat ini yang akan lebih cepat mengalami guncangan resesi ekonomi di seluruh dunia.

Islam Atasi Resesi

Islam memiliki sistem yang komperhensif untuk mengatur kehidupan manusia, tak terkecuali perihal ekonomi. Dalam Islam, negara akan menjalankan roda perekonomian sesuai dengan syariah Islam dan mengelola kekayaan alam untuk rakyat.

Kekayaan alam tersebut harus dikelola mandiri oleh negara, tidak dimiliki oleh segelintir individu atau negara asing.

Hasilnya sepenuhnya dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dan sisanya menjadi salah satu pos pemasukan keuangan negara untuk membiayai sejumlah layanan yang dibutuhkan rakyat.

Penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) oleh negara tersebut menjadikan perekonomian negara akan stabil dan rentan terkena resesi, sebab tidaklagi bergantung dengan negara asing. Sehingga seluruh kebutuhan pokok warga negara baik muslim maupun non-muslim akan terjamin tepenuhi dengan baik oleh negara. Sasaran pemenuhan kebutuhan dalam Islam pun per individu bukan per masyarakat.

Negara Islam (Khilafah) memiliki sumber pemasukan yang jelas dan rinci: Pos Kepemilikan Negara (Fa’I dan Kharaj), Pos Kepemilikan Umum, dan Pos Zakat. Saat Wabah terjadi, Dana dari Fai’ (rampasan perang) dan kharaj (pungutan atas tanah kharajiah) dapat digunakan untuk pembiayaan.

Jika tidak cukup, Maka Dana untuk Bencana juga dapat diambil dari Pos Kepemilikan Umum, dari keuntungan pengelolaan barang tambang, migas dan mineral yang dikelola negara.

Demikian gambaran luarbiasanya perekonomian dalam Islam yang mampu mengatasi resesi dan mensejahterakan rakyat. Tentu hal ini tidak berjalan sendiri, melainkan dibarengi pula dengan sistem politik dan pemerintahan yang juga berlandaskan syariah Islam.

Hanya dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah di seluruh aspek kehidupan, akan membebaskan manusia dari kesusahan akibat krisis ekonomi dan menghantarkan pada kehidupan yang adil dan sejahtera. Wallahu’alam Bisshawab.[]

*Mahasiswi

Comment