Astri Ayung*: Solusi Islam Atas Tenaga Kelistrikan

Opini456 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – PT PLN seperti dikutip sindonews.com, memastikan banyak keluhan masyarakat terkait lonjakan tagihan listrik belakangan ini bukan karena kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Kenaikan tagihan lebih disebabkan ada selisih dan kenaikan konsumsi listrik saat work from home (WFH) atau belajar dari rumah (BDR).

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan Bob Saril mengatakan, lonjakan tagihan yang dialami sebagian pelanggan tidak disebabkan oleh kenaikan tarif. Bukan juga disebabkan subsidi silang antara pelanggan golongan tertentu dengan golongan yang lain.

“Lonjakan pada sebagian pelanggan tersebut terjadi semata-mata karena pencatatan rata-rata rekening sebagai basis penagihan pada tagihan bulan Mei, kemudian pada bulan Juni ketika dilakukan pencatatan meter aktual selisihnya cukup besar. Itulah yang menyebabkan adanya lonjakan,” katanya, Minggu (7/6/2020).

Hal itu disampaikan Bob menanggapi banyaknya keluhan masyarakat atas naiknya tagihan listrik. Bob mengemukakan, pihaknya telah menyiapkan skema bagi pelanggan yang merasa terbebani. Kenaikan tagihan listrik dianggap wajar karena penggunaan yang meningkat akibat work from home (WFH) dan belajar dari rumah (BDR).

Disaat rakyat masih merasakan imbas dari pandemi virus Corona, salah satu BUMN milik pemerintah, PLN menaikkan tarif dasar listrik ( TDL) hingga mencapai 4x lipat, serta dilakukan secara diam-diam pada bulan Juni ini.

Namun, pihak PLN menegaskan tidak ada kenaikan tarif listrik, yang naik adalah konsumsi listrik masyarakat selama kebijakan beraktivitas di rumah dan PSBB diterapkan.

PLN hanya berpatokan pada argumentasi standar bahwa lonjakan terjadi karena ada perubahan sistem perhitungan yang semula berdasar angka catat meter menjadi angka rata-rata.

Kenaikan tarif dasar listrik pada masa pandemi dinilai tidak berpihak kepada rakyat banyak.

Di tengah situasi sulit yang mereka hadapi, yaitu masa pandemi virus Corona yang belum berakhir, beban yang harus ditanggungnya semakin bertambah.

Rakyat Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan yang angkanya masih belum menandakan penurunan.

Dipastikan, adanya covid-19 ini akan menambah jumlah rakyat yang terkategori miskin.

Ini menegaskan pemerintah tidak peduli terhadap kesulitan rakyat. Sektor strategis layanan publik tidak menyesuaikan pelayanannya dengan pendekatan meringankan kesulitan yang dihadapi masyarakat di masa pandemi.

Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang terus melonjak ini, tidak bisa dipisahkan dari liberalisasi kelistrikan yang sudah dimulai sejak uu ketenagalistrikan No 20 tahun 2002 disahkan.

UU ini salah satunya mengatur soal unbundling vertikal, yang memisahkan proses bisnis PLN menjadi beberapa usaha, yaitu pembangkit tenaga listrik, tranmisi listrik, distribusi listrik dan penjualan tenaga listrik.

Unbundling vertikal inilah yang diduga akan bermuara pada liberalisasi listrik dikarenakan UU ini juga mengatur pembukaan ruang luas bagi pelibatan swasta

Sementara di saat yang sama, pihak pemerintah -diwakili PT. PLN sebagai BUMN yang seharusnya bertanggung jawab atas penyediaan listrik di Indonesia justru hanya bertindak sebagai regulator saja.

Bagaimanapun aturannya, UU ini tetap saja tidak bisa menjamin bahwa rakyat banyak bisa memperoleh haknya terhadap energi listrik dengan mudah dan murah. Karena dari hulu ke hilir, paradigma pengelolaannya berorientasi mencari keuntungan.

Indonesia sebagai negara mayoritas penduduk beragama Islam, ternyata belum mengenal bahwa Islam punya solusi atas permasalahan ini.

Islam yang diturunkan Allah SWT ternyata tidak hanya mengatur perkara ibadah saja.

Islam pun mengatur segala aspek kehidupan, termasuk kelistrikan.
Dalam Islam, listrik termasuk ke dalam kepemilikan umum. Listrik yang digunakan sebagai bahan bakar termasuk kategori ‘api’ atau energi. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang artinya ” kaum muslim berserikat dalam tiga hal, Padang rumput, air, dan api( energi)”, (HR. Ahmad).

Sumber energi pembangkit listrik sebagian besar berasal dari barang tambang seperti migas dan batubara, yang juga masuk ke dalam kepemilikan umum.

Karena masuk kepemilikan umum barang tambang migas dan batubara tidak boleh dikomersilkan pengelolaannya. Barang tambang ini harus dikelola oleh penguasa (Khalifah) dan hasilnya dikembalikan sepenuhnya untuk memenuhi kepentingan rakyat.

Dalam sistem dan konsep Islam, yakni khalifah (Pemimpin/pemerintah) bertanggung jawab memenuhi kebutuhan listrik rakyatnya baik yang kaya maupun yang miskin, yang tinggal di kota ataupun di pedalaman.

Islam pun memandang negara dan pemerintah hanya sebagai Ra’in, yakni pemimpin yang bertanggungjawab mengurusi semua urusan rakyatnya, bukan pedagang dengan prinsip untung rugi. Wallahu ‘alam.[]

*Mahasiswi IKIP SILIWANGI BANDUNG,

Comment