BUMN Alami Kerugian, Islam Sebagai Alternatif dan Solusi

Opini502 Views

 

 

 

Penulis:  Ika Rini Puspita, Ketua FLP Cabang Gowa

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — “Jika urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR. al-Bukhari).

Esensi kutipan hadits di atas sangat menarik jika kita kaitkan dengan kondisi keterpurukan yang berlangsung di Indonesia belakangan ini. Besar kemungkinan karena amanah tersebut diserahkan kepada bukan ahlinya.

“Idza wusidal amru ila ghoyri ahlihaa fantazhir saa’ah.”

Mismanagement dalam penempatan seseorang dalam sebuah posisi dan atau jabatan perlu didukung bukan saja dari segi kapasitas namun tidak kalah penting mempertimbangkan integritas personal dengan visi dan misi yang mumpuni.

Baru-baru ini seperti dilansir tempo.co (29/04/2021) publik dihebohkan oleh kabar tekornya beberapa BUMN di tengah pandemi. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menyebutkan, di masa pandemi terdapat 9 klaster perusahaan pelat merah yang mencatat kerugian.

Fakta lain, dikutip detikfinance, (04/06/2021) Menteri BUMN mengungkapkan bahwa utang PT PLN (Persero) saat ini mencapai Rp 500 triliun.

Kemudian, maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dalam kondisi tidak baik, dengan menangung rugi sekitar Rp 1,43 triliun per bulan.

Pandemi, 180 derajat telah memberi dampak terhadap kehidupan ekonomi baik pada level nasional maupun internasional.

Persoalan yang muncul khususnya di negeri tercinta ini adalah karena amanah tersebut diserahkan bukan kepada ahlinya.

Pada saat pemilihan Menteri Jokowi periode 2019-2024 pun menuai pro dan kontra seperti dikutip tribunenews.com (25/10/2019), “7 Menteri Jokowi yang Undang Konroversi, Dianggap Bukan Ahli di Bidangnya Hingga Langgar Kode Etik”

Kasus ini bukanlah sesuatu yang mengherankan dalam sistem demokrasi sekuler. Para politikus pun meyakini  bahwa kekuasaan bisa diraih jika satu frekuensi, sekadar separtai misal, dan punya materi lebih (dalam artian mahal, harus mengorbankan apapun).

Faktanya warna demokrasi sekuler kerapkali menabrak dan memarginalkan tujuan politik yang luhur. Berbagai aturan dibuat bukan demi kemaslahatan publik melainkan lebih didorong untuk kepentingan individu dan atau kelompok.

BUMN yang mengalami tekor alias kerugian menunjukkan adanya  misorientasi, karena kinerja diukur dari untung rugi sebagaimana korporasi swasta. Problem yang lebih mendasar, karena kesalahan pengolahan harta negara dan manajemen yang belum maksimal.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai salah satu kerugian karena penugasan proyek pemerintah dan asumsi awal yang tidak sesuai.

Dalam asumsi makro pertumbuhan ekonomi, pemerintah memasang target di atas 5%. Ada tiga yang dikejar pemerintah yakni iklim investasi, regulasi dan peningkatan ekspor berbasis industri.

Dari pernyataan yang dilansir okezone (5/6/2021) itu, dapat dimaknai bahwa pengelolaan BUMN belum memberi manfaat signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Padahal APBN yang digunakan untuk menyelamatkan BUMN bermasalah justeru bersumber dari pajak rakyat.

Ironisnya, rakyat akan terus dibebani dengan berbagai pajak. Rakyat hidup dengan pajak dan pajak tanpa merasakan dampak positif dari pajak yang dibayarkan. Hidup rakyat dalam segala kekurangan dan miskin.

Belajarlah mengambil pelajaran dari sistem Islam yang memposisikan harta negara dari segi pengelolaan dan pengembangannnya.

Dalam Islam harta fai, ganimah, khumus, kharaj, jizyah 1/5 harta rikaz, ‘ushr, harta orang murtad, harta yang tidak memiliki ahli waris, dan tanah milik negara dikelola secara bijak, didayagunakan untuk mengurusi rakyat.

Negara dalam sitem Islam, tidak boleh memberikan harta yang masuk kategori  sebagai milik umum kepada seseorang untuk diprivatisasi meskipun orang tersebut boleh memanfaatkan harta milik umum tersebut. Negara hanya diperkenankan memberikan harta milik negara kepada invidu/kelompok.

Pembelanjaan dan pengembangan harta negara hanya bisa dilakukan pada usaha-usaha yang dibolehkan syariat Islam. Bekerjasama dengan asing, memakai uang riba dan privatisasi milik umum dan atau negara untuk kepentingan individu atau kapitalis, jelas diharamkan.

Bahaya Laten Pengelolaan Harta Milik Umum-Negara ke Tangan Asing

Indonesia memiliki kekayaan melimpah luar biasa terutama Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). Negara harus mampu mengelola potensi ini demi kesejahteraan rakyat.

Namun sayang, kekayaan yang melipah justru kita percayakan asing untuk mengelolanya. Konsekuensinya bisa kita saksikan sekarang, lebih besar pengeluaran dibanding pemasukan.

Imbasnya, untuk menutupi itu pemerintah mencari pembiayaan lain. Seperti utang, pajak, dan peningkatan harga barang. Di saat yang sama rakyat akan semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar seperti air, listrik, gas, dan makanan pokok lainnya karena harganya kian mencekik.

Fakta fakta ini semakin meperjelas bahwa negeri ini lebih condong berpihak kepada para kapitalis tanpa mempertimbangkan kesejahteraan  rakyat.

Maka untuk mengatasi problematika ini tidak ada jalan selain mengacu pada manajemenn dan aturan Islam. Wallahu a’lam.[]

Comment