Bylkhis*: Demo Tolak Omnibus Law, Antara Aspirasi Dan Bahaya Pandemi

Opini469 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Dilansir kompas.com,  DPR RI telah mengesahkan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Omnibus law diklaim memiliki tujuan mengatasi masalah ekonomi dan bisnis, terutama mengenai cipta lapangan kerja di Indonesia. Namun, setelah disahkan, RUU ini menjadi topik yang ramai dibicarakan, terutama yang terkait dampaknya terhadap masyarakat indonesia.

Hal ini menimbulkan banyak penolakan karena oleh buruh,  RUU Cipta Kerja dianggap menegasikan hak-hak dasar buruh/pekerja. Beberapa Pasal di RUU Cipta Kerja seperti Pasal 170 dan 166 masih perlu dikaji ulang.

Dilansir laman merdeka.com, dalam penolakan kebijakan Undang-Undang Omnibus Law terkait Cipta Kerja yang disahkan ini, disambut aksi demonstrasi mahasiswa, buruh bahkan kalangan pelajar.

Padahal worldmeter.com (12/10/20) menyatakan bahwa pandemi yang kasusnya sudah mencapai 333,449 rb kasus dan 11,844 korban meninggal dunia ini mengharuskan kita untuk lebih menjaga kesehatan dan mematuhi protokol bukan berkumpul dan melakukan demonstrasi yang tidak sesuai dengan protokol kesehatan. Terlebih lagi kalau sampai merusak fasilitas umum yang dampaknya sangat merugikan masyarakat itu sendiri.

Demonstrasi atau unjuk rasa merupakan sebuah gerakan protes untuk menyatakan aspirasi. Hal ini tentu saja boleh dilakukan karena memang dibenarkan oleh undang-undang dan konstitusi.

Namun kegiatan demo dengan kerumunan masa yang sangat banyak itu sangat membahayakan mengingat pandemi yang masih belum reda.

Dilansir TEMPO.CO, demonstrasi besar menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di banyak daerah memicu kekhawatiran memunculkan klaster baru penularan penyakit infeksi virus corona 2019 alias Covid-19.

Jangankan kontak fisik yang terjadi, seruan-nyanyian-orasi pun bisa menjadi sumber droplet dan aerosol berisi virus yang mudah menular itu.

Hal itu karena ribuan, bahkan puluhan ribu, orang datang dari berbagai daerah yang sebagian besar mengabaikan jarak fisik dan juga tidak mengenakan masker.

“Jika terinfeksi, mereka dapat menyebarkan virus saat kembali ke komunitasnya,” kata Ketua Tim Mitigasi Pengurus Bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), M. Adib Khumaidi, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, seperti dilansir tempo.co, Jumat 9 Oktober 2020.

Dia menjelaskan, dari sisi medis dan berdasarkan sains, demonstrasi berisiko lebih tinggi daripada aktivitas yang lain dalam penularan Covid-19.

Dia memperkirakan, dampak dari demo besar sepanjang Kamis itu, akan terjadi lonjakan masif yang akan terlihat dalam waktu 1-2 minggu mendatang.

Ini semua terjadi karena kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah salah fokus. Demo dan aksi yang melibatkan dan berkumpulnya banyak orang ini muncul akibat putusan DPR mengetuk palu mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU. Inilah yang menjadi pemicu berkumpulnya masa dalam aksi demo tersebut.

Seharusnya pemerintah dan DPR tetap fokus untuk menangani pandemi bukan mengurusi uu yang mengenyampingkan kesehatan dan keselamatan nyawa manusia. Demi kemanusiaan sejatinya pertimbangan keselamatan ini lebih diprioritaskan dan pengesahan undang-undang bisa mengambil porsi waktu yang lain.

Kapitalisme  telah memprovokasi cara berpikir dan mempengaruhi tindakan sebuah kebijakan meskipun pada tataran nilai bertabrakan dengan nilai kultur ataupun agama.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam merupakan perundangan yang dibuat oleh Pencipta manusia dengan segala dimensi keadilan yang sesungguhnya.[]

*Penulis adalah pelajar SMK Muhammadiyah

Comment