Dari Manakah Lahirnya Gerakan Separatisme? 

Opini550 Views

 

 

Oleh: Ine Wulansari*

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — “Kami siap untuk mengambil alih wilayah kami, dan kami tidak akan lagi tunduk pada aturan militer ilegal Jakarta. Mulai hari ini, 1 Desember 2020. Kami mulai menerapkan konstitusi kami sendiri dan mengklaim kembali tanah kedaulatan kami.”

Inilah penggalan deklarasi pemerintahan sementara Papua Barat yang dinyatakan Benny Wenda di laman tweeter miliknya yang menyita perhatian publik.

Begitu pun pemerintah yang dibuat terkejut dengan deklarasi tersebut. Menko Polhukam, Mahfud MD seperti dilansir tribunnews.com, 4/12/2020) menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan Benny sebagai bentuk makar dan tindakannya untuk membuat negara hanyalah ilusi.

Mencuatnya deklarasi ini sebenarnya sudah sejak lama tercium terkait upaya disintegrasi yang ditunjukkan melalui gerakan separatisme Papua melalui Organisasi Papua Merdeka (OPM).

OPM melakukan berbagai perlawanan di dalam negeri melalui dengan melakukan aksi demonstrasi mahasiswa, organisasi termasuk LSM yang menyuarakan kemerdekaan untuk Papua. Namun sungguh sangat disayangkan, ketika gerakan ini masif pemerintah cenderung diam tak bertindak tegas.

Ancaman deklarasi dan separatisme yang ditunjukkan Papua bukanlah wacana belaka. Gerakan OPM dan ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) atau Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat, baik secara politik, fisik dan senjata telah nyata dilakukan.

Tentu saja kedua gerakan ini memiliki satu tujuan, yakni memisahkan Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mendirikan negara baru. Negara yang merdeka dari sebuah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mestinya pemerintah bisa mengantisipasi dan mencegah dengan kebijakan dan tindakan tegas terhadap munculnya gerakan-gerakan yang akan mengancam kesatuan bangsa dan negara.

Tentu saja, munculnya separatisme ini bukan tanpa sebab. Gerakan yang muncul di Papua tidak terlepas dari berbagai kesengsaraan dan penderitaan yang dirasakan masyarakat Papua.

Padahal pulau di ujung Timur Indonesia ini, terkenal dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah dan keindahan alam yang tak terbantahkan. Namun pada saat yang sama, Papua termasuk daerah termiskin di negeri ini.

Seperti yang dilansir CNNIndonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan di 16 daerah masih tinggi dan di atas rata-rata nasional mencapai 9,22 persen.

Selain faktor kemiskinan, munculnya gerakan separatisme merupakan hasil dari liberalisasi politik yang kian menggeliat akibat tuntutan demokratisasi global. Maka sungguh wajar jika negara-negara kecil akan terus ada, tak terkecuali tuntutan kemerdekaan yang diinginkan Papua.

Separatisme sebagai virus yang menakutkan sebenarnya bisa dihilangkan, seandainya pemerintah pusat mau bertindak dan mampu menyelesaikan permasalahan daerah secara menyeluruh baik dalam bidang sosial, ekonomi dan politik.

Semua gerakan yang muncul, tentu sebagai konsekuensi mahal yang harus di bayar akibat kebijakan liberalisasi politik yang disuguhkan demokrasi.

Selama ini adagium demokrasi yang terlanjur dianggap paling sempurna dan menjadi primadona suatu negara, ternyata menyimpan kerusakan dan virus yang mengerikan bernama separatisme yang dapat membahayakan kedaulatan NKRI.

Islam sangat menjaga persatuan dan kesatuan negara. Dengan ditetapkannya larangan makar dan memisahkan diri. Nabi Saw. Bersabda:

“Siapa saja mencabut ketaatan (kepada imam/khalifah/ pemimpin), maka dia akan menghadap Allah tanpa hujah (yang bisa mendukungnya).” (HR. Muslim)

Sanksi tegas diterapkan Islam bagi siapa saja yang melakukam tindakan makar terhadap negara. Dalam kitab Nidzam al- ‘Uqubat, Al-Muhami al- ‘Alim Syaikh Abdurrahman al- Maliki menjelaskan sanksi bagi mereka adalah had, yakni diperangi sebagai pelajaran bagi mereka, bukan diperangi untuk dihabisi. (al -Maliki, Nidzam al- ‘Uqubat, hal 79).

Apabila yang melakukan tindakan makar adalah non muslim (ahli dzimmah), maka mereka diperangi untuk dibunuh atau dihabisi. Karena posisinya sama dengan jihad fiisabilillah dalam memerangi musuh.

Selanjutnya Islam memiliki upaya dalam mencegah terjadinya tindakan separtisme. Pertama, dengan mengawasi warga negara yang terlibat dalam peperangan atau memusuhi kaum muslim. Mereka wajib dipantau dan keberadaan mereka di negeri kaum muslim diperbolehkan dengan visa khusus.

Dikhawatirkan dengan izin tinggal ini mereka memanfaatkan untuk melakukan tindakan memprovokasi penduduk setempat.

Kedua, dengan mengawasi warga negara yang berinteraksi dengan warga negara yang berpotensi bermusuhan dengan negara. Ada dugaan mereka bisa saja melakukan tindakan separatisme. Ketiga, menutup kedutaan negara-negara yang memiliki potensi memecah belah kedaulatan negara.

Keempat, menutup hubungan kerjasama warga negara Islam dengan pihak asing. Dalam hal ini, pemimpin Islam akan memerapkan kebijakan satu pintu yakni Departemen Luar Negeri.

Sungguh kebijakan yang diterapkan pemimpin Islam sangat tegas dan memiliki komitmen yang tinggi. Pemimpin dalam Islam akan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa secara hakiki. Sebab memisahkan diri dari naungan kepemimpinan dan kedaulatan negara merupakan sebuah tindakan keharaman.

Dengan kebijakan dan aturan yang diterapkan Islam, maka negara akan terjaga dari tindakan dan gerakan yang akan menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.Wallahu a’lam bish shawab.[]

*Penulis adalah seorang Mahasiswi

____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment