Dasih Widowati, S.Pd*: Aborsi, Dampak Buruk Sistem Kapitalisme

Opini483 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Indonesia, heboh darurat aborsi. Demikian kado miris di Hari Peringatan Kampanye Aborsi Aman, 28 September 2020.

Dilansir kompas.com, Rabu 23 September 2020, Kepolisian Polda Metro Jaya telah berhasil membongkar tindak aborsi ilegal yang dilakukan oleh sebuah klinik kesehatan dengan jumlah 32.760 janin manusia.

Sebelumnya, masih dalam kota yang sama, (3/8/20) polisi telah menemukan kasus aborsi 2.632 janin selama 5 tahun operasinalnya.

Miris, tak ubahnya seperti fenomena gunung es. Puncaknya saja yang kecil terlihat, sementara bagian besar dari gunung tertutup oleh permukaan air. Demikianlah, kurang lebih gambaran praktek aborsi di negeri ini.

Bahaya di Balik Aborsi Ilegal.

Aborsi apapun bentuknya, merupakan tindakan yang sangat berbahaya. Terlebih yang dilakukan secara ilegal, lebih pasti beresiko mengancam keselamatan nyawa ibunya.

WHO memperkirakan ada 55,7 juta aborsi setiap tahun di dunia, dan 45 persennya atau 25,1 juta aborsi terindikasi tidak aman, menyebabkan 13 persen kematian ibu di seluruh dunia.

Di negara yang sangat membatasi praktik aborsi, hanya ada 1 dari 4 tindakan aborsi yang tergolong aman. Sementara hampir 9 dari 10 tindakan aborsi tergolong aman di negara yang melegalkan aborsi.

Di Asia Tenggara, sekitar 13 % dari 1.000 perempuan usia subur (15-44 tahun) dirawat di rumah sakit setiap tahun karena komplikasi terkait aborsi.

Artinya, ada 130 perawatan di rumah sakit untuk setiap 1.000 perempuan yang melakukan aborsi tidak aman. Angka yang sesungguhnya diduga jauh lebih banyak. Termasuk komplikasi akut seperti pendarahan, infeksi, keracunan bahan peluruh kandungan yang menyebabkan kematian sekitar 13-50%.

Pemerintah dalam upaya pengendalian aborsi ilegal, mengeluarkan
Undang-Undang nomer 36/2009 dengan penjelasan bahwa aborsi sebenarnya dilarang kecuali terdapat kondisi darurat medis dan tindak perkosaan.

Kurun lima tahun berikutnya, disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 61/2014 membahas tentang kesehatan reproduksi dan usia kehamilan yang diperbolehkan melakukan aborsi.

Semua itu secara lebih detail diatur dalam PP menteri tentang prosedur praktis pelaksanaan serta hanya dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih dan bersertifikasi.

Tindakan yang diambil Pemerintah ini bak gayung bersambut dengan tuntutan Yayasan Kesehatan Perempuan.

Herna Lestari, mengungkapkan hal ini bisa menjadi klaim solusi meredam angka kematian. Termasuk sangat dibutuhkan pemerataan akses informasi mengenai kontrasepsi dan kesehatan reproduksi.

Menuju Regulasi Aborsi Aman

Langkah riil untuk menyelesaikan Angka Kematian İbu (AKI) di dunia, World Bank, WHO dan UNFPA menyelenggarakan Konferensi Penyelamatan Kaum Ibu ( The safe motherhood Conference) di Nairobi.

Keputusan yang digulirkan berupa The safe Motherhood Intiative, yaitu perlu dilakukan upaya- upaya mencegah kehamilan yang tidak diinginkan serta mengatasi aborsi tidak aman.

Pengarusan keputusan ini, ditujukan terutama kepada negara sedang berkembang. Di İndonesia program ini diimplemantasikan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana İndonesia (PKBI), sebuah LSM yang telah berdiri sejak 1957.

Usaha merealisasikan layanan aborsi aman makin gencar dilakukan. Seiring upaya mengejar target MDGs 2030. Adalah The International Compagn For Woment Rigt to Safe Abortion.

Ini merupakan jejaring kampanye global yang diikuti oleh 125 negara di Dunia untuk mendukung aborsi aman, baik karena alasan kesehatan maupun HAM.

Opini mengerucut pada empat point, pertama, kehamilan tidak diinginkan akibat pergaulan bebas, kedua; beban ekonomi keluarga yang berat, ketiga; jaminan aborsi sesuai standar medis, keempat; keamanan hukum bagi para tenaga medis.

Konspirasi di Balik Regulasi Aborsi Aman

Sumber masalah utama aborsi aman adalah tuntutan pemenuhan hak seksual dan kesehatan reproduksi bagi perempuan.

İni sebenarnya tidak masuk akal. Kentara sekali memenuhi unsur pesanan Asing lewat SRHR (Sexual and Reproductive Health and Rights) yaitu semacam program aksi untuk menuju populasi dan pembangunan di Kairo, İCPD 1994.

Point penting dari SRHR meliputi, kesehatan seksual, hak seksual, kesehatan reproduksi, hak reproduksi.

Dari point- point krusial SRHR tersebut di ketahui bahwa tujuan sebenarnya aborsi aman adalah tuntutan hak bagi seorang untuk memiliki anak atau tidak, termasuk kapan memilih untuk melahirkan anak. Disamping meminta pemenuhan layanan kesehatan dengan standar maximal.

Hal ini masih diperkuat lagi seperti ditulis İnternational Planned Parenthood Federation (İPPF) pada tahun 1996, yang memerinci 12 hak reproduksi.

Berdasarkan data yang dimiliki ARROW (Asian Pasific Resource for Women) dalam İCPD + 15 monitoring menyatakan bahwa İndonesia berada pada posisi indeks terendah yaitu 0,116 pada tahun 2007 hingga sekarang. Oleh sebab itu harus diperjuangkan demi capaian program İCPD beserta turunannya.

Sikap Penolakan Mayoritas Kaum Muslimin

Masyarakat İndonesia secara umum, masih memiliki kultur religi yang cukup kental. Persoalan aborsi, disamping masih dipandang tabu, secara prinsip diyakini bertentangan dengan norma agama.

Majelis Ulama İndonesi, dalam dua kali fatwa yang dikeluarkan memyatakan keharaman terhadap aborsi. Baru pada fatwa yang ke-tiga resmi membolehkan aborsi dengan beberapa syarat ketat, karena adanya darurat medis dan hajad.

Pakar ahli, Dr.Suryono Slamet İmam Santoso, SpOG mantan ketua Persatuan Obsitiri dan Binekologi İndonesia (POGİ) menyatakan, gencarnya tuntutan aborsi aman meski ada penolakan aborsi aman telah memcapai 89 persen, menyatakan penolakan. Ditengah sistem kehidupan yang serba bebas seperti ini patut dikawatirkan justru berpeluang menghantarkan pada kerusakan moral.

Profesor Euis Sunarti, Guru Besar İPB dan Ketua Penggiat Keluarga İndonesia berpendapat pemberian layanan aborsi aman berpeluang menyebabkan KTD.

Namun bukan karena kasus perkosaan melainkan disebabkan oleh pergaulan bebas remaja. Kekawatiran beliau ini sangat beralasan, karena data kenaikan aborsi para remaja semakin tinggi merajalela.

Aborsi aman justru berpeluang di salahgunakan menuju liberalisasi seksual. Apalagi dunia İnternational gencar mengkampanyekan hak seksual, juga kesehatan reproduksi.

Bahkan atas nama hak seksual seorang remaja yang aktip dalam kehidupan seksual bisa mendapatkan layanan kontrasepsi apalagi aborsi aman.

Dalam kehidupan Barat, liberalisasi memang tujuan yang diaruskan. Semua diukur dengan nafsu, termasuk kebutuhan seksual dan reproduksi sepakat dengan prinsip my body my autority. Tentu ini sangat berbeda dengan sudut pandang İslam. Aturan İslam yang sifatnya memberi larangan terhadap tindak aborsi dianggap sebagai penghalang tujuan SRHR.

Sebagian berkilah, aborsi banyak juga dilakukan oleh pasangan suami istri, jika ini benar, dengan alasan hak reproduksi dan kesempitan ekonomi, tetap tidak bisa dibenarkan karena jelas mempertajam aroma liberalisasi pada ranah keluarga.

İslam Hadir Memberi Solusi

Tingginya angka aborsi yang terjadi di dunia, harus diselesaikan dari akar masalahnya. Siapapun pelakunya para remaja, wanita yang gagal KB, wanita yang diperkosa, pergaulan bebas semua itu merupakan buah busuk Kapitalisme Liberal.

Kapitalisasi dalam bidang kesehatan, telah menyebabkan layanan, sarana prasarana kesehatan tidak bisa terjangkau secara mudah dan merata . Rakyat miskin dilarang sakit, itu pepatah yang mewakili , ditengah himpitan mahalnya biaya kesehatan.

Pasangan suami istri yang gagal KB, memutuskan aborsi dengan alasan ekonomi, tak luput karena sistem kapital telah mempersempit ruang gerak laki-laki mencukupkan nafkah keluarga. Gizi buruk pada ibu hamil pun punya andil menyebabkan kematian.

Tingginya angka perkosaan menunjukkan kegagalan pengendalian keamanan, juga moral negara. Harusnya negara cepat membenahi mekanisme sistem, bukan alih- alih menuju aborsi aman sebagai solusinya.

İslam memiliki sanksi hukum kepada setiap pelaku tindak kejahatan. Sanksi hukuman tersebut berfungsi sebagai pencegah ( jawaziir ) dan penebus dosa ( jawabir).

Para wanita yang mengalami korban perkosaan sampai menyebabkan kehamilan, negara tetap bertanggung jawab terhadap ibu dan keturunannya. Pelaku kejahatan pembunuhan janin terkena dakwaan pembunuhan berencana, dengan sanksi diyat 10 ekor unta atau 1/10 hukuman orang dewasa.

Demikianlah, hanya berdasarkan tempaan keimanan saja, setiap individu, masyarakat bisa tertib menjalankan syariat dan menjauhi semua laranganNya.Wallahu a’lam.[]

*Pengusaha Muslimah

Comment