Devita Deandra*: Iuran BPJS Naik Kebijakan Yang Tidak Populis Di Tengah Pandemi

Opini472 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sudah jatuh tertimpa tangga, begitulah kiranya nasib rakyat saat ini. Belum stabil perekonomian akibat virus covid-19, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan menaikan tarif BPJS kesehatan. Berdasarkan Perpres, pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Kelas I dan II per Juli 2020. Sedangkan tarif Kelas III yang kenaikannya sempat dibatalkan oleh MA kembali dinaikkan tahun depan.

Kebijakan ini pun sontak mengejutkan sekaligus membingungkan di tengah kondisi rakyat yang sedang mengalami kesulitan, di lansir dari (TribunNews.com) Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono / AHY pun menyayangkan langkah Presiden Joko Widodo yang bersikukuh tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Padahal, saat ini masyarakat tengah kesulitan ekonomi di tengah wabah corona, ujarnya.

Jelas keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS di masa wabah tidak hanya melanggar keputusan MA, tapi juga menegaskan ketidakpedulian terhadap kondisi rakyat. Benar apa yang disampaikan Syekh Fadhil, sapaan akrab senator muda asal Aceh itu, kepada Serambinews.com, Minggu (17/5/2020). “Kebijakan ini melukai hati masyarakat. Di tengah wabah Corona seperti sekarang, banyak masyarakat mengalami kesusahan di bidang ekonomi serta PHK terjadi di mana-mana, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan kenaikan BPJS. ” kata Fadhil Rahmi.

Padahal saat ini peran negara/pemerintah dalam menjamin kesehatan rakyat seharusnya yang di utamakan dan dengan sebaik-baiknya mengupayakan menjamin serta menyediakan layanan kesehatan secara gratis, apalagi di masa pandemi seperti ini. Bukan malah mencari untung, ketika banyak yang harus menggunakan fasilitas kesehatan malah BPJS di naikkan. Pemerintah dalam sistem kapitalisme demokrasi tidak pernah konsisten, yang katanya BPJS memudahkan dan gotong royong faktanya justru memudahkan pemalakan terhadap rakyat, bukan memudahkan dan meringankan beban rakyat.

Sungguh sangat jauh berbeda dengan Islam.

Pertama. Kesehatan/pelayanan kesehatan telah ditetapkan Allah Swt sebagai kebutuhan pokok publik yaitu sebagaimana ditegaskan Rasulullah Saw. yang artinya, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah – olah dunia telah menjadi miliknya”. (HR Bukhari). Hal tersebut aspek pertama, aspek kedua, pemerintah telah diperintahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggungjawab langsung dalam pemenuhan pelayanan kesehatan.

Ini ditunjukkan oleh perbuatan Rasulullah Saw. Yaitu ketika beliau dihadiahi seorang dokter, dokter tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin. Dari kedua aspek disebutkan terlihat jelas bahwa kesehatan/pelayanan kesehatan ditetapkan Allah Swt sebagai jasa sosial secara totalitas. Yaitu mulai jasa dokter, obat-obatan, penggunaan peralatan medis, pemeriksaan penunjang, hingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai prinsip etik dalam islam.

Tidak boleh dikomersialkan, walaupun hanya secuil kapas, apapun alasannya. Termasuk tidak diterima alasan, kesehatan harus dikomersialkan agar masyarakat termotivasi untuk hidup sehat. Karena, ini persoalan lain, lebih dari pada itu, ini adalah pandangan yang dikendalikan ideologi kapitalis, bukan Islam.

Ketiga, sumber-sumber pemasukan untuk pembiayaan kesehatan, sesungguhnya telah didesain Allah Swt sedemikian sehingga memadai untuk pembiayaan yang berkelanjutan, itu adalah hal yang pasti bagi Allah. Yang salah satunya berasal dari barang tambang yang jumlahnya berlimpah.Yaitu mulai dari tambang batu bara, gas bumi, minyak bumi, hingga tambang emas dan berbagai logam mulia lainnya, yang jumlahnya berlimpah. Anggaran Pendapatan Belanjan Negara dimana tidak sepeserpun harta yang masuk maupun yang keluar kecuali sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

Model APBN ini meniscayakan Negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsinya. Pembiayaan dan pengeluaran tersebut diperuntukan bagi terwujudnya pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik bagi semua individu masyarakat.

Dengan demikian Islam tidak mengenal pembiayaan berbasis pajak, asuransi wajib, pembiayaan berbasis kinerja, karena semua itu konsep batil yang diharamkan Allah Swt. Apalagi di jadikan jalan pemerasan terhadap rakyat terlebih rakyat kecil. Sungguh sistem rusak ini telah melahirkan kegagalan di setiap lini. Maka sudah saatnya memperbaiki negeri yang kaya SDA ini dengan sistem shahih, yakni sistem Islam yang di terapkan secara totalitas termasuk dalam mengurus kewajiban negara terhadap rakyatnya.Wallahu A’alam.[]

*Ibu rumah tangga

Comment