Dian Sefianingrum*: Efektivitas PSBB Perlu Evaluasi

Opini518 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah sepenuhnya diterapkan di wilayah DKI Jakarta untuk menangani penyebaran virus corona (Covid-19). Namun pasien positif corona terus bertambah setiap harinya.

Dilansir cnnindonesia.com(21/04/2020), ahli kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono memandang penerapan PSBB di wilayah Jakarta belum sepenuhnya efektif. Sebab, mobilitas warga ibu kota dan daerah penyangga terbilang masih banyak.

Banyak warga yang merasa masih aman bepergian, meski wilayah tersebut sudah darurat penyebaran corona. Penerapan PSBB yang tujuan awalnya untuk membatasi pergerakan pun dinilainya belum tercapai.

Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat ada 2.090 pelanggaran yang dilakukan pengendara saat penerapan PSBB hari kelima atau pada Selasa (14/4) di Jakarta. Mayoritas pelanggaran itu karena pengendara tak memakai masker.

“PSBB ini dievaluasi efektivitasnya. Kalau ternyata tidak efektif, sebaiknya opsi karantina wilayah perlu disiapkan. Tentu dukungan anggarannya juga perlu dihitung. Termasuk daerah-daerah mana saja yang mau dikarantina total,” kata Heri anggota Komisi IX DPR RI Senin (27/4) seperti dikutip mediaindonesia.com.

Semenjak PSBB diterapkan pada 10 April, sudah dua kali Anies melakukan perpanjangan PSBB.

PSBB yang sebelumnya berakhir pada 4 Juni, namun, Anies memutuskan untuk memperpanjang PSBB. PSBB tahap keempat ini akan diperpanjang hingga bulan Juni. PSBB ini akan menjadi PSBB masa transisi menuju new normal di Jakarta.

Mengambil Kebijakan Jangan Serampangan

Sejak awal para petinggi negeri merespons wabah ini penuh dengan candaan. Tak menganggap wabah corona sebagai sesuatu yang harus segera dicegah penyebarannya apalagi melakukan penjagaan ketat terhadap bandara serta pelabuhan sebagai tempat keluar masuknya orang asing dari luar negeri.

Ditambah lagi, kebijakan presiden dan pembantunya sering berbeda, aturan banyak dilanggar, pasien terinfeksi semakin banyak, pemerintah tidak tegas terhadap TKA, penerapan PSBB tidak serius.

Penanganan kemiskinan dan pengangguran akibat pandemi juga buruk. Penerapan PSBB mengakibatkan rakyat sulit bekerja dan mendapatkan pekerjaan, kartu prakerja tidak efektif karena memang persoalan saat ini bukan kurangnya keahlian pada pekerja. Tak heran jika kemudian pemerintah membuka layanan transportasi dan berakhir pada masyarakat yang membludak memadati mal dan juga jalan raya karena mudik.

Telah banyak pakar yang menjabarkan bagaimana kondisi Indonesia saat ini. Begitu pun berbagai langkah telah disarankan para pakar bisa menahan laju penularan virus serta bagaimana seharusnya sikap pemerintah agar Indonesia mampu keluar sebagai pemenang dalam pertarungan melawan corona.

Rencana penerapan hidup normal baru atau new normal yang dipilih pemerintah terkesan prematur.

Pasalnya penerapan new normal dilakukan ketika kasus Covid-19 di tanah air masih tinggi dan angkanya terus bertambah signifikan dalam setiap harinya.

Padahal, WHO sendiri telah menetapkan enam kriteria dalam menentukan negara tersebut bisa menerapkan new normal, salah satu dari kriteria tersebut adalah kurvanya sudah melandai.

Korea Selatan sebagai salah satu negara yang telah sukses menanggulangi Covid-19, kembali mengalami lonjakan kasus di awal penerapan new normal. Setelah dibukanya galeri, museum, dan sekolah dalam tiga hari saja sudah ditemukan 177 yang dilaporkan positif terinfeksi corona.

Setelah itu pemerintah Korsel memberlakukan pembatasan kembali. Padahal, masyarakat Korsel terkenal dengan kedisiplinan masyarakatnya terhadap protokol kesehatan, pemerintahan yang sigap dan cepat dalam merespons pandemi ini dan juga fasilitas kesehatan yang lengkap.

Islam mengajarkan pada umatnya untuk menyelesaikan masalah pandemi dengan mengakhiri wabah, bukan berdamai.

Yaitu memberlakukan kebijakan lockdown/karantina total untuk menghentikan laju penyebaran. Semua itu dilakukan semata untuk menyelamatkan nyawa manusia bukan ekonomi. Karena kegiatan ekonomi ada jika nyawa masih melekat dalam.diri manusia.

Kita harus menelaah kembali tatanan dunia hari ini yang dicengkeram oleh peradaban barat.

Mereka gagal menyelesaikan permasalahan pandemi dikarenakan sistem kapitalisme yang meniscayakan para pemegang kekuasaan adalah mereka para pemilik kapital. Sehingga new normal menjadi jalan terbaiknya.

Karena yang paling dirugikan terhadap adanya lockdown adalah mereka para pengusaha besar bahkan multinasional yang memutarkan hartanya dengan utang dan riba. Jadi, pembukaan kembali transportasi umum, lalu dibukanya mal dengan alasan agar ekonomi rakyat tetap berputar, itu hanya retorika saja.

Yang terjadi sebenarnya adalah untuk kepentingan para pengusaha kakap. Realitasnya, rakyat hanya membutuhkan kebutuhan dasar saja (sandang, pangan, papan) yang itu jumlahnya seharusnya bisa di-cover oleh pemerintah saat lockdown.

Artinya di sini, seruan new normal adalah bentuk pernyataan bahwa pemerintah berada di barisan pengusaha bukan rakyat.

Tak semua kebijakan negara diselesaikan dengan voting, adakalanya memang harus diselesaikan para pakar yang berkemampuan lebih dibandingkan lainnya, sehingga suara mayoritas tidak lagi diperhatikan.

Islam memberikan porsi bagi para pakar atau yang biasa disebut dengan khubaro’ dalam mengambil kebijakan negara untuk menyelesaikan masalah masyarakat yang rumit dan membutuhkan analisis mendalam.

Pada masa kepemimpinannya kholifah Umar R A, pernah terjadi wabah. Beliau tidak memberikan keputusan sendiri melainkan meminta pendapat dari para pakar dan orang-orang yang berilmu berkaitan dengan wabah ini.

Amr bin Ash, seseorang yang terkenal cerdik dalam mengatasi masalah-masalah rumit, mulai melakukan analisis terkait wabah ini.

Dia menyimpulkan bahwa penyakit ini menular saat orang-orang berkumpul sehingga rekomendasi yang diberikan adalah dengan melakukan isolasi kepada masyarakat.

Masing-masing diperintahkan untuk berpisah, ada yang ke gunung, ada yang ke lembah, dan ke tempat-tempat lainnya.

Khalifah Umar senantiasa mendengarkan suara umat dan juga suara pakar serta membantu masyarakat memenuhi kebutuhan pokoknya. Hasilnya hanya berselang beberapa hari, jumlah orang yang terkena wabah ini mulai sedikit dan wabah pun lenyap.

Tidak ada konsep new normal dalam Islam, karena menurut ajaran Islam yang namanya kehidupan normal adalah ketika kehidupan masyarakat bernapaskan Islam.

Aturan yang menjadi kiblat manusia adalah aturan agama Islam. Memakan kelelawar adalah haram, utang piutang dengan riba adalah haram, apalagi mengorbankan nyawa manusia demi lancarnya usaha para pebisnis adalah haram.

Sungguh, peradaban kapitalisme tak akan mampu melahirkan sosok pemimpin seperti Umar yang kebijakannya senantiasa berporos pada kemaslahatan umat.

Sejatinya wabah corona menjadi cambuk bagi negeri ini untuk kembali mengoreksi perilaku dan kualitas keimanan yang masih jauh panggang dari api.

Sebagaimana pantun berikut ini: “bunga mawar, bunga melati, Islam penawar, solusi negeri.” Wallahua’lam bishowab.[]

Comment