Direktur Giant Sea Wall: Reklamasi Ada Baiknya Dihentikan

Berita396 Views
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Mengenai pembangunan polemik reklamasi GSW (Giant Sea
Wall), M. Karim, selaku Direktur pusat kajian pembangunan kelautan dan
peradaban maritim (PK2PM) ada baiknya dihentikan dan tidak perlu
dilanjutkan.Sikap dan keputusannya telah ditelusuri berdasarkan kajian
ilmiah untuk kedepannya, itulah hasil pemaparannya selepas FGD (focus
group discussion) bersama perwakilan Koalisi Selamatkan Jakarta (KSJ),
Anggota Jaringan, warga masyarakat (publik), serta awak media di Kantor
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, jalan Tegal Parang Utara. Jakarta,
Rabu (22/6) 2016.
M. Karim, selaku Direktur
pusat kajian pembangunan kelautan dan peradaban maritim (PK2PM) yang
hadir selaku narasumber menyampaikan reklamasi yang telah dimulai
semenjak tahun 2003 dimana menginginkan meluaskan dan merapihkan PIK itu
kajian ilmiahnya telah ia sebarkan.”Dari kajian ilmiah tersebut
tertuang analisis kekurang setujuan saya reklamasi dilanjutkan,”imbuh
dosen di salah satu kampus swasta di bilangan Kalibata itu menyampaikan
saat menjadi narasumber dalam rangka bedah dokumen ANDAL ‘Giant Sea
Wall’ dan FGD menyikapi Reklamasi Teluk Jakarta dan kebijakan NCICD.
Jakarta, Rabu (23/6).
Konsekuensi memang sejauh
ini apabila nanti akan tetap dilanjutkan dengan ‘Giant Sea Wall’ (GSW),
menurut M. Karim sejauh ini belum ada antisipasi dalam mengatasi
pertumbuhan penduduk. Selain itu Pemerintah juga telah menolak
sehubungan dengan ANDAL-nya tidak sesuai.”Belum ada AMDAL, RT/RW, maupun
perda zonasinya. Nampak gak logis ini dimana bila ‘dibangun’ dahulu,
AMDAL nya nanti saja ?,”ungkapnya sembari menaruh kekhawatiran dan tanda
tanya.
Karim menjelaskan baik bila ditinjau
dari landasan hukum yang belum ada saja sudah tentu jelas melanggar
Undang-undang. Imbas dari pembangunannya berpengaruh pula dengan
masyarakat yang notabene umumnya nelayan, baik tetap pendatang, maupun
sub dengan  total bila ditinjaui dari semenjak tahun 2009 dari berjumlah
17.000 jiwa dan bila digabungkan dengan data penduduk bisa mencapai
kisaran 24.000 jiwa sekiranya berdasarkan data statistik tahun 2013
itu.”Tingkat kesejahteraan pun rendah, dimana bisa saja tergantung pada
hutang,” papar dosen Universitas Trilogi itu.
Reklamasi
akan berpotensi menghilangkan lapangan kerja dan juga bisa menimbulkan
banjir dan kerugian, terlebih lagi nampak kondisinya ‘GSW ‘
sekonyong-konyong hanya untuk aspek ekonomis, bukan ekologis.”padahal,
ada pula biota laut baik teripang, baronang, makro alga, terumbu karang
yang bila dikalkulasikan dapat menghasilkan sebesar Rp 5,78
milyar/ha/tahun, ditambah dari segi ekonomi, analisisnya nelayan
penangkapan ikan dan kerang hijau, yang terkena dampak mencapai 1.527,34
ha luas perikanan tangkap dan budidayanya,”paparnya.
Belum
lagi bila memperhatikan dari segi ekologis, menurut Karim bahwa
pembangunan Reklamasi bila diteruskan ‘GSW’ bakal secara perlahan akan
menyebabkan punahnya hutan mangrove, karena ada beberpa jenis mangrove
yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan pola air laut. “Sisa hutan
mangrove saat ini menjadi 376,02 ha. Padahal kan tadinya berfungsi
selaku buffer zone, dan polutan,”cetusnya lagi mengingatkan.
Ternyata,
bila ditelaah lebih jeli lagi menurut pemaparan penjelasan M.Karim
bahwa di bawah beberapa pulau ini juga ada kabel serat optik, kabel
gas.”Pertanyaannya..dimana akan dibangun ?,Padahal kan tujuannya
reklamasi mestinya ‘bangun pelabuhan’ saja’.”lontarnya lagi mencernati.
Sehubungan
dengan reklamasi juga perlu direlevansikan dari GSW ini, dimana pada
tahun 2014 menurut datanya sumber pasir berasal dari banten, dan
kepulauan riau. Sedangkan ada kisaran 600 juta kubik yang diperlukan,
padahal sejauh ini baru 200 juta kubik yang pas ketika pengerukan pasir
saja nelayan sempat berkurang dalam mencari ikan sudah kena
dampaknya.”Pasir darimana ini? Banten, Riau, atau dari tempat lain.
Bahkan Rano Karno pun selaku Wagub Banten sudah menghentikan pengambilan
pasir untuk wilayah banten itu. Beberapa hal dimana bukan pihak DKI
saja, baik bukan di banten pada sisi hulu dan hilir,”celetuknya.
Hingga
solusinya menurut dosen Universitas Trilogi itu ada baiknya
rehabilitasi dan restorasi saja untuk wilayah pesisir.”Rehab, dimana
penanaman mangrove agar menjadi kawasan jalur hijau yang dapat
melindungi kawasan pesisir teluk Jakarta dari ancaman kenaikan air laut,
rob dan instrusi air laut. Dan restorasi eksosistem pesisir, khususnyya
terumbu karang,”pungkasnya.[Nicholas]

Berita Terkait

Baca Juga

Comment