Emma Elhira, Penulis |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Belakangan ini beberapa media ramai memperbincangkan pernikahan usia dini yang terjadi di beberapa daerah. Dan yang terbaru adalah pernikahan seorang anak lelaki berusia 14 tahun ialah A dan I yang juga masih berumur 15 tahun di Kalimantan Selatan.
Banyak pro dan kontra terjadi saat membicarakan tentang pernikahan di usia dini. Terlepas dari sah atau tidak sah nya pernikahan yang dilakasanakan bocah 15 dan 16 tahun ini. Tapi sudah jadi mahfum sebagian masyarakat di daerah tertentu baik dengan dalih agama dan adat istiadat memperbolehkan pernikahan usia muda ini. Namun jika ditilik dari segi usia kematangan mental, kesehatan dan legalitas negara, wajar sebagian kalangan juga meng’haram’kan nya.
Pada umumnya, usia muda belia masih belum bisa utuh memaknai kehidupan. Masih labil dalam menimbang baik buruk setiap tindak tanduk yang akan dilakukan. Secara emosi juga belum bisa mengendalikan apa sesungguhnya yang diinginkan. Bisa saja hari ini sangat jatuh cinta hingga ingin segera menikah, sesaat kemudian perasaan itu sirna di tiup angin. Bisa saja kemarin sangat bersemangat, namun hari ini seolah kehilangan tenaga bahkan untuk bangun melaksanakan salat subuh. Begitu pun secara finansial, tentu di usia semuda itu sulit sekali mencari lapangan pekerjaan. Banting tulang bukan lagi untuk diri sendiri, namun untuk menafkahi keluarga.
Dari segi legalitas negara, tentu ini sangat melanggar Undang-Undang Perkawinan no. 1 tahun 1974. Diantaranya negara mempunyai batas minimum usia pasangan menikah. Yakni 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki. Di usia tersebut dianggap sudah cukup umur untuk bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan orang lain. Dari segi kesehatan pun usia muda belia dirasa belum cukup matang organ-organ reproduksinya. Yang kemudian banyak mengakibatkan kematian ibu hamil dan melahirkan.
Jodoh dan Rejeki Berada di Tangan Allah
Namun jika kita mampu melihat dari kaca mata yang berbeda, tentu pro dan kontra ini tidak akan terjadi. Jodoh sudah ditentukan oleh Allah SWT tertulis di kitab besarnya Allah dan di simpan di Lauhul Mahfudz. Demikian juga dengan rejeki. Sesungguhnya rejeki manusia berada dalam genggaman Sang Khalik. Tak perlu kita menghitung-hitung seberapa banyak Allah akan mencukupkan rejeki kita baik saat sendiri maupun ketika sudah berkeluarga. Meski jodoh dan rejeki masih bisa berada di wilayah ikhtiyari kita, namun sesungguhnya tetap Allah lah yang maha mengetahui lagi maha pengatur. Jadi tak perlu memikirkan kecukupan secara finansial.
Islam Mengatur Perkawinan Usia Dini.
Lantas bagaimana Islam memandang pernikahan dini? Bolehkan menikah di usia belia? Jika merujuk pada pernikahan Rasulullah, Rasulullah menikahi Aisyah RA pada saat Aisyah berusia masih sangat belia. Namun tentu pernikahan yang beliau jalani bukan semata karena nafsu, melainkan karena wahyu. Islam memandang pernikahan akan tetap sah manakala syarat sah nya pernikahan sudah terpenuhi. Dalam Islam juga tidak ada batas minimum usia menikah. Yang ada adalah anak usia baligh yang sudah dikenai taklif syara’.
Sejatinya pernikahan adalah bagian penyempurnaan ibadah bagi seorang muslim wa muslimah. Dalam pergaulan Islam, menikah adalah pilihan yang tepat ketimbang perilaku remaja berpacaran. Berzinah lalu hamil di luar pernikahan, ujung-ujungnya aborsi. Apakah kita lebih rida jika generasi muda rusak dalam pergaulan ketimbang menikah dini? Jangan sampai kita menghujat para pelaku nikah muda dan meng’halal’kan perilaku perzinahan. Jangan sampai kita melanggar aturan dari Allah semata untuk taat pada peraturan manusia. Menghalalkan yang haram, dan mengharamkan yang halal.
Generasi muda dan kita seluruh lapisan masyarakat pada umumnya, harus lebih waspada pada penyebaran paham liberalisme yang semakin masif menggempur segala aspek. Jika tidak kerusakan generasi peradaban akan semakin nyata.[]
Penulis adalah anggota komunitas Revowriter
dan pembina Kajian Ibu Muslimah, Kayumanis.
Comment