Firda Umayah, S.Pd: Pembelajaran Jarak Jauh Di Tengah Pandemi, Antara Hak Pendidikan dan Resiko Kesehatan

Opini462 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pendidikan merupakan hal yang penting bagi manusia. Bahkan pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara untuk setiap warga negara.

Tak terkecuali di tengah pandemi yang masih melanda saat ini. Sistem pendidikan di Indonesia mau tidak mau harus mengatur kebijakan untuk menerapkan adaptasi kebiasaan pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan penerapan “new normal” yang ditetapkan oleh negara.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah mengeluarkan kebijakan untuk dapat melakukan pembelajaran secara tatap muka bagi daerah zona hijau.

Sedangkan di zona kuning, sekolah boleh dibuka namun tak bersifat wajib. Kebijakan ini tetap harus dilaksanakan dengan protokol kesehatan agar sekolah tetap aman.

Pembelajaran jarak jauh yang telah dilakukan selama Juni-Juli terakhir kemudian dievaluasi oleh Mendikbud dengan menerima laporan Panitia Kerja (Panja) Pembelajaran Jarak Jauh dari Wakil Ketua Komisi X DPR Agustina Wilujeng Pramestuti saat rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis 27 Agustus 2020.

Namun pada evaluasi ini Mendikbud menuai kritik dari DPR RI. Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda menyebut ada sekitar 53 guru positif Covid-19 saat pendidikan tatap muka dibuka di zona kuning (tirto.id/28/08/2020).

Kluster baru yang muncul dalam dunia pendidikan ditampik oleh Nadiem yang menyatakan bahwa kondisi infeksi yang ada sudah terjadi sebelum pembelajaran tatap muka dimuka.

Nadiem juga menyatakan bahwa pembukaan sekolah secara tatap muka tidak lepas dari kebijakan pemerintah daerah. Sebab, kebijakan pemerintah pusat bersifat pilihan bukan paksaan. Pemerintah juga menyampaikan bahwa kendala pembelajaran saat ini karena kurangnya infrastruktur, perangkat bahkan biaya.

Sehubungan dengan kendala tersebut, Mendikbud menerbitkan surat edaran yang berencana akan menyiapkan subsidi kuota, bantuan gadget kepada para peserta didik serta kurikulum darurat agar dapat mengikuti pembelajaran jarak jauh.

Meskipun demikian, tak dapat dinafikan bahwa resiko kesehatan terus mengintai kesehatan para peserta didik dan guru lantaran sebagian guru juga telah diaktifkan untuk masuk sekolah guna menyiapkan segala hal yang diperlukan.

Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan salah satu ‘hajatun asasiun’ atau kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Negara bertanggung jawab untuk memberikannya karens merupakan hak bagi setiap warga negara.

Adapun jika terjadi kondisi pandemi seperti saat ini, negara harus berusaha memutus rantai penyebaran wabah dengan melarang warga mendekati daerah wabah dan warga yang terjangkit wabah keluar dari wilayahnya.

Rasulullah SAW bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia.

Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).

Setelah melakukan karantina, maka harus diadakan tes massal sehingga dapat dipisahkan antara warga yang sakit dengan yang sehat termasuk di wilayah yang terjadi wabah.

Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Negara harus mengobati warga yang sakit dan warga yang sehat tetap menjalankan aktivitas seperti biasa. Sehingga pendidikan juga dapat berjalan seperti biasa bagi mereka yang sehat.

Hal semacam ini telah dilakukan oleh Rasulullah SAW saat beliau memimpin diikuti oleh para Khalifah seperti Umar bin Khathab dan Khalifah Muawiyah. Wallahu a’lam.[]

*Praktisi pendidikan dan Penulis Buku Antologi “Catatan Hati Muslimah Perindu Surga”

Comment