Hardita Amalia, M.Pd.I: Kelaparan Masif Sebuah Fenomena Gunung Es

Opini545 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Indonesia adalah negri subur dengan Sumber Daya Alam (SDA) namun sangat ironis masih massif kita temui rakyat yang kurang asupan makanan pokok bahkan kelaparan

Dikutip laman suaranews.com (6/11/2019), menurut laporan Asian Development Bank sekitar 22 juta penduduk Indonesia menderita kelaparan dalam kurun waktu dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi, tepatnya pada periode 2016 – 2018.

Hal itu terungkap dalam laporan bertajuk Policies to Support Investment Requirements of Indonesia’s Food and Agriculture Development During 2020-2045 yang dibuat Asian Development Bank (ADB) bekerja sama dengan International Food Policy Research Institure (IFPRI).

Banyak penduduk tidak memperoleh makanan yang cukup dan anak-anak cenderung stunting. Pada 2016-2018, sekitar 22 juta orang di Indonesia menderita kelaparan.

Angka 22 juta tersebut merupakan 90 persen dari jumlah orang miskin Indonesia, yang tercatat sebanyak 25,14 juta versi Badan Pusat Statistis (BPS)

Berdasar fakta tersebut, peringkat Indonesia kalah dari Singapura yang menempati urutan pertama Indeks Keamanan Pangan Global (GSFI) yang dirilis Economist Intelligence Unit (The Economist 2018).

Banyaknya masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan juga merasakan kelaparan menjadi potret buram buruknya kondisi pemerintah saat ini.

Laman kompas.com (6/7/2019) menegaskan, di balik sebuah gubuk reyot di Dusun Janglateh Barat, Desa Campor, Proppo, Pamekasan, sering terdengar jeritan pilu nenek Amur karena kelaparan.

Kondisi memprihatinkan tersebut sudah dijalani menahun oleh nenek Amur yang saat ini telah berusia 72 tahun.

Kedua anaknya, Sulihah dan Sumairah, pun tak bisa berbuat banyak. Hidup keduanya pun jauh dari kata makmur. Penuh himpitan ekonomi.

Banyak lagi kondisi memprihatinkan yang kini dialami oleh rakyat Indonesia atas kebijakan ekonomi yang tidak pro rakyat, melonjaknya harga kebutuhan pokok hingga biaya hidup yang tinggi.

Namun saat rakyat masih banyak yang kelaparan dan sulit memenuhi kebutuhan ekonomi, Bulog bakal memusnahkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) mencapai 20.000 ton.

Seperti dijelaskan laman kumparan.com (2/12/2019), Perum Bulog berencana memusnahkan 20.000 ton cadangan beras yang berasal dari stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Total beras yang akan dimusnahkan tersebut bernilai Rp 160 miliar, dengan asumsi harga rata-rata pembelian di petani Rp 8.000 per kilogram (kg).

Saat ini, Bulog memiliki 2,3 juta stok beras di gudang, di mana sekitar 100.000 ton usianya sudah di atas 4 bulan. Dari jumlah itu, 20.000 ton beras memiliki usia penyimpanan lebih dari 1 tahun yang akan dimusnahkan.

Menurut pandangan penulis pemusnahan ini, merugikan negara 160 miliar, hal ini juga membuktikan pemerintah gagal dalam mensejahterahkan masyarakat. Kian hari, rakyat makin menderita, makin kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.

Kebijakan selama ini yang tidak pro terhadap rakyat, menjadikan jargon ” ex vivo ex dei ” suara rakyat adalah suara Tuhan hanyalah ilusi belaka.

Kebijakan yang ada realitasnya pro pada para kapitalis pemilik modal.

Lalainya pemerintah mengurusi rakyat hingga masih didapati rakyat kelaparan bahkan ada di antara mereka yang meregang nyawa.

Islam Menyelesaikan Persoalan Kelaparan.

Islam adalah agama paripurna yang mengatur dan menyelesaikan berbagai problem manusia dalam semua aspek kehidupan.

Ketika Islam diterapkan secara paripurna dalam semua aspek kehidupan termasuk aspek pemerintahan di era dan peradaban khilafah, Islam begitu gemilang. Rekam jejak peradaban Islam hingga sekarang masih ada dan bahkan bisa ditemukan dalam banyak catatan-catatan sejarah yang ditulis oleh orang non-muslim.

Sebagai contoh adalah apa yang dikatakan Will Durant, sejarawan barat. Dalam buku yang dia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, dia mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka.

Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.

Hal lain yang menjadi tolok ukur sebuah peradaban adalah bagaimana sebuah negara mampu memberi kesejahteraan kepada rakyatnya. Kejayaan ekonomi pada saat penerapan islam telah muncul di awal-awal peradaban Islam.

Di era pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab selama 10 tahun, di berbagai wilayah (provinsi) yang menerapkan Islam dengan baik, kaum Muslimin menikmati kemakmuran dan kesejahteraan.

Buktinya, tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah Yaman. Muadz adalah staf Rasulullah SAW yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Muadz pada masa Umar pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Umar di Madinah, karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun, Umar mengembalikannya. Demikian berulang pada tahun berikutnya. Umar pun memberikan gaji yang besar kepada pegawai negara.

Hal yang sama terjadi di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Sampai-sampai tak ada lagi orang miskin yang berhak menerima zakat.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz berhasil menyejahterakan rakyatnya, sampai-sampai tak ada lagi rakyatnya yang miskin. Pada suatu ketika, Umar Bin Abdul Aziz kedatangan tamu dari utusan provinsi Byzantium (Turki sekarang). Mereka ingin berkonsultasi tentang penggunaan kelebihan gandum di perbendaharaan negara.

Umar pun memerintahkan mereka untuk menyalurkan gandum-gandum tersebut kepada seluruh fakir miskin, dan jika masih bersisa maka gandum-gandum itu disalurkan dalam bentuk bantuan ke negeri-negeri sebelah, termasuk negeri non-Muslim yang berdekatan.

Perintah itu pun dilaksanakan. Ternyata gandum masih tersisa sangat banyak. Tahun berikutnya, utusan itu pun datang lagi ke Damaskus untuk membahas hal yang sama. Jawab Umar pun sama. Mereka pun melaksanakan perintah Khalifah.

Berikutnya, Khalifah memerintahkan bahwa jika gandum itu masih bersisa: “Tebarkanlah gandum di puncak-puncak bukit, agar tidak ada orang yang berkata: ada burung yang kelaparan di negeri kaum Muslim.

Dalam Islam, tugas utama negara salah satunya adalah mengurusi umat hingga semua kebutuhan umat dipastikan terpenuhi dan kita tidak akan menjumpai rakyat menderita kelaparan.[]

*Dosen, Peneliti Anggota ADPIKS, Konsultan Parenting,Founder Sekolah Ibu Pembelajar, Founder Institut Pernikahan Islami, Pemerhati Pendidikan )

Comment