Harga Kedelai Tidak Melandai, Rakyat Semakin Lunglai

Opini504 Views

 

Oleh : Aji Rafika Noor Adita S.si*

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA — Konsumen di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur mengeluhkan hilangnya stok tahu dan tempe di lapak pedagang dalam dua hari terakhir. Kejadian ini imbas mogok produksi di kalangan perajin kedelai.

Menurut Sekretaris Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Pukopti) DKI Jakarta, Handoko Mulyo, ketiadaan tahu dan tempe di pasaran merupakan imbas dari bentuk protes terhadap kenaikan harga kedelai dari Rp 7.200,- menjadi Rp 9.200,- per kilogram (kg).(04/01/2021).(m.merdeka.com).

Dengan naiknya harga bahan baku tersebut, para pengrajin tahu merugi karena keuntungan mereka kian berkurang. Bahkan, Musodik selaku Sekjen Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI) seperti dikutip republika.co. id (02/1/2021) mengatakan, 30 persen perajin tahu kelas kecil se-Jabodetabek sudah berhenti produksi karena tidak mendapat banyak keuntungan.

Hal ini jelas sangat berdampak pada ketahanan pangan keluarga karena tempe dan tahu merupakan makanan pengganti ikan atau daging di masyarakat. Selain murah dan mudah didapat, tahu dan tempe merupakan sumber protein yang diperoleh masyarakat. Jika asupan gizi masyarakat kurang terpenuhi, tentu hal ini berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada anak.

Ini merupakan tanggung jawab negara demi menjamin tersedianya bahan pangan dan kemandirian untuk menjamin keberlangsungan hidup masyarakat.

Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, di mana bahan pangan seperti kedelai harus mengalami kenaikan signifikan sehingga menyebabkan kelangkaan bahan pangan.

Para pengrajin tempe dan tahu pun bisa kehilangan mata pencaharian karena mengalami kerugian.

Tentu saja kenaikan harga kedelai yang belum melandai ini membuat masyarakat semakin lunglai. Bagaimana tidak, makanan yang sejatinya menjadi primadona bagi rakyat menengah kebawah kini menjadi makanan yang sulit didapat karena mahalnya harga kedelai bagi mereka.

Ketua Umum Serikat Petani (SPI) Indonesia Henry Saragih mengatakan pelonggaran impor pangan tampak jelas dalam revisi UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Perlintan). Dalam UU Cipta Kerja versi 812 halaman, pasal 30 ayat (1) diubah menjadi : “kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor dengan tetap melindungi kepentingan petani.” Serta sanksi bagi orang yang mengimpor saat kebutuhan dalam negeri tercukupi dalam pasal 101 juga ditiadakan.

Sejatinya fungsi utama negara dalam sistem kapitalisme adalah untuk memberikan kerangka hukum dan infrastruktur untuk bisnis perusahaan dan akumulasi modal, sehingga wajar kebijakan yang dikeluarkan melalui Undang-Undang akan memihak kepada para koorporsi.

Berbeda dengan Islam yang merupakan agama sekaligus peraturan kehidupan yang berasal dari Allah swt sebagai pencipta sekaligus pengatur.

Islam memandang ketahanan sebuah negara tidak hanya diukur dari kekuatan militernya, tetapi juga berbagai hal lainnya salah satunya pangan dan energi, maka munculnya istilah “ketahanan pangan”.

Dalam Al Qur’an dicontohkan bagaimana Nabi Yusuf berhasil menterjemahkan mimpi raja Mesir tentang 7 sapi kurus dan 7 sapi gemuk. Setidaknya ada lima prinsip pokok tentang ketahanan pangan yang digagas dan diterapkan oleh Nabi Yusuf As yang pernah dijalankan di masa yang panjang dari masa kekhilafahan Islam, yang tetap relevan hingga masa-masa mendatang.

Pertama, optimalisasi produksi, yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian yang menghasilkan bahan pangan pokok.

Kedua, adaptasi gaya hidup, agar masyarakat tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi pangan.

Ketiga, manajemen logistik, di mana masalah pangan dan lainnya sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah.

Keempat, prediksi iklim yaitu analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrem.

Kelima, mitigasi bencana kerawan pangan, yaitu antisipasi terhadap kemungkinan kondisi rawan pangan yang disebabkan kondisi alam dan lingkungan yang berubah drastis.

Oleh karenanya, islam sangat mendukung hal-hal yang berkaitan dengan keberlangsungan dan ketersediaan bahan pangan, serta mendorong para ilmuwan untuk melakukan dan mengembangkan riset agar bahan pangan tetap terjaga, sehingga terciptanya kemandirian negara dalam memenuhi bahan pangan untuk rakyatnya, dan tidak bergantung pada negara manapun.

Maka lahirlah banyak sekali ilmuwan pelopor dibidang pertanian. Misalnya Abu Zakaria Yahya bin Muhammad Ibn Al Awwan, tinggal di Sevilla. Ia menulis buku Kitab al Filahah yang menjelaskan rincian tentang hampir 600 jenis tanaman dan budidaya 50 jenis buah-buahan, hama dan penyakit serta penanggulangannya serta teknik mengolah tanah.

Masih banyak lagi para ilmuwan yang lahir dimasa kejayaan Islam yang saat ini bisa dilihat jejaknya dalam buku-buku yang ditulis oleh para ilmuwan pada masa itu.

Islam adalah solusi dari segala permasalahan yang dihadapi saat ini, salah satunya adalah langkanya bahan pangan yang berimbas pada ketahanan keluarga dan kemandirian negara. Dan solusi yang ditawarkan islam sangat relevan dengan keadaan saat ini. Dengan terpenuhinya Gizi pada masyarakat, membuat mereka sehat kuat dan sejahtera. Wallahu’alam bishawab.[]

*Pemerhati Sosial dan Anggota AMK

____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment