Hawilawati,S.Pd*: Pesta Tahun Baru, Tasyabbuh Yang Masih Lekat Dalam Pribadi Muslim

Opini532 Views

RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Terompet, topi kerucut, kembang api, petasan masih meramaikan suasana pergantian tahun Masehi. Perayaan malam tahun baru dilakukan serentak di seluruh dunia tak terkecuali negeri-negeri Islam turut menyambutnya dengan suka cita bahkan tak sedikit dari kalangan muslim yang turut menggunakan segala aksesoris khas yang digunakan setiap malam tahun baru tersebut.

Euforia malam tahun baru juga bisa kita lihat di lingkungan atau perumahan warga dengan berbagai kegiatan yang lebih mengarah kepada pesta bakar-bakar (ikan, ayam maupun jagung), kumpul warga sambil ngobrol bahkan karoke-an hingga tengah malam menunggu jam 12 malam teng pergantian tahun. Seakan, malam itu adalah moment yang sangat bahagia dan indah yang tak boleh terlewatkan dan jika diadakan diluar malam tersebut serasa kurang afdhol.

Tak hanya itu, destinasi ibukotapun dihiasi berbagai lampu-lampu cantik dan berbagai pertunjukan menarik yang membuat orang asyik menikmati malam akhir tahun lama berganti tahun baru. Bahkan muda mudipun masih banyak ber-euforia di alun-alun kota, caffe, resto, hotel, penginapan di puncak, tak jarang disertakan dengan aktifitas maksiat.

Sejarah Tahun Baru

Mengutip penjelasan Ustadzah Pratma Julia dalam video MMC bahwa perayaan tahun baru adalah hari raya kaum Pagan (penyembah berhala), yang sudah dilaksanakan pada masa Romawi untuk menghormati Dewa Janus yang bermuka dua, bisa melihat tahun sebelum dan sesudahnya.

Perayaan tahun baru dirayakan oleh kaum Nasrani untuk menghormati orang -orang suci mereka, sehingga ucapan Nataru (Natala & tahun baru) jadi satu yaitu Merry Cristmas & Happy New Years.

Malam tahun baru juga diramaikan dengan meniup terompet yang ternyata merupakan budaya Yahudi yang jatuh pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka (bulan Tisyri).

Walaupun setelah itu mereka merayakannya di bulan Januari sejak berkuasanya bangsa Romawi kuno atas mereka pada tahun 63 SM. Sejak itulah mereka mengikuti kalender Julian yang kemudian hari berubah menjadi kalender Masehi alias kalender Gregorian.

Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofar (serunai), sebuah alat musik sejenis terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.

Malam tahun baru juga dimeriahkan dengan bakar kembang api yang merupakan tradisi Majusi.

Ustadzah Irena Handono-pun menuliskan dalam sebuah bukunya berjudul “Menyingkap Fitnah & Teror”. Topi kerucut mempunyai Sejarah yang bermula pada masa Muslim Andalusia.

Saat itu terjadi pembantaian Muslim Andalusia yang dilakukan oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabela yang dikenal dengan peristiwa Inkuisisi Spanyol. Inkuisisi dimulai semenjak tahun 1492 dikeluarkannya Dekrit Alhambra yang mengharuskan semua non-Kristen untuk keluar dari Spanyol atau me-meluk Kristen.

Muslim yang memilih tetap tinggal dilumpuhkan secara ekonomi dan diisolasi dalam kampung-kampung tertutup yang disebut Gheto untuk memudahkan pengawasan terhadap aktifitas Muslim.

Tidak cukup hanya diisolasi, tapi Muslim Andalusia harus menggunakan pakaian khusus berupa rompi dan topi kerucut yang disebut Sanbenito. Maka untuk membedakan mana yang sudah murtad dan mana yang belum adalah ketika seorang muslim menggunakan baju seragam dan topi berbentuk kerucut dengan nama Sanbenito.

Jadi, Sanbenito adalah sebuah tanda berupa pakaian khusus untuk membedakan mana yang sudah di-converso (murtad) dan mengikuti agama Ratu Isabela.

Topi itu digunakan saat keluar rumah, termasuk ketika ke pasar. Dengan menggunakan sanbenito, mereka aman dan tidak dibunuh.

Tatkala kita memahami ternyata aktivitas dan segala aksesoris tersebut bukan berasal dari Islam, melainkan budaya dan tradisi kaum Yahudi, Kristen & Majusi. Bagaimanakah seharusnya Kaum Muslimin bersikap?

Rosulullah SAW menuntun umat islam dengan syariat yang jelas, bukan berasal dari tuntunan yang batil atau sia-sia. Adapun kebiasaan kaum kufar merupakan tasyabbuh yang tidak boleh dilakukan oleh seorang Muslim

Rosulullah SAW bersabda

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad).

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalannya umat-umat terdahulu, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya mereka masuk lubang dhab (sejenis kadal), maka kalian akan mengikutinya”. Lalu para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah yang engkau maksud umat terdahulu itu adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Rasulullah menjawab: “siapa lagi kalau bukan mereka?” (Muttafaqun ‘alaih).

Dengan risalah Baginda Rosulullah SAW dan banyaknya nasihat dari para Alim Ulama terkait larangan latah merayakan tahun baru, sudah seharusnya menjadi sebuah ingatan dan renungan yang sangat berharga bagi umat Islam untuk lebih selektif lagi dalam bertindak agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak disyariatkan (tasyabbuh).

Semoga bergantinya tahun, semakin menyadari kaum musliimin bahwa itu adalah awalnya berkurang kesempatan hidup manusia. Sehingga harus semakin lebih baik dari kehidupan dan aktivitas sebelumnya.

Masih banyak hal wajib yang harus manusia lakukan dengan istiqomah. Masih banyak amalan sunnah yang sangat disukai Allah SWT yang mendatangkan pahala yang harus kita biasakan. serta masih banyak hal mubah yang harus lebih selektif memilah milih yang akan kita lakukan.

Semua itu bisa dilakukan tanpa harus dibumbui dengan perkara tasyabuh yang tidak disyariatkan Allah SWT. Bahkan banyak yang melampaui batas tanpa disadari seakan-akan aktivitas tersebut adalah hal lumrah.

Semoga berlalunya tahun 2019 menjadi moment muhasabah menuju pribadi yang lebih baik dan lebih fokus mengarahkan energi, tenaga, pikiran serta harta yang dimiliki untuk perjuangan Islam. Agar kehidupan Islam yang membawa kemaslahatan yang sangat dirindukan segera terwujud, sehingga tidak memberikan ruang perkara tasyabuh lekat dalam diri yang dapat merusak nafsiyah (pribadi) kaum muslimiin. Wallahu’alam Bishowab.[]

*Member WCWH & Revowriter

Comment