Heni Andriani*: Menyibak Tabir Ketahanan Keluarga

Opini524 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Mewujudkan keluarga ideal dan harmonis merupakan dambaan setiap pasangan yang sudah menikah. Namun dalam sistem demokrasi seperti sekarang ini, sangat berat mewujudkan tujuan mulia tersebut.

Sistem sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan telah banyak memberikan daftar kesengsaraan dalam segala hal.

Perlu diketahui dan disadari bahwa demokrasi sekular lahir dari keterbatasan akal dan tidak memiliki sinkronisasi dengan fitrah manusia dan pada akhirnya berujung di sebuah muara yang banyak melahirkan konflik. Konflik tersebut merasuki lini kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik hingga krisis kepemimpinan.

Hal inilah yang mendorong RUU Ketahanan Keluarga dibuat dengan maksud agar tercipta keluarga harmonis di tengah tingginya angka perceraian. Degradasi moral bangsa yang kian tergerus oleh budaya Barat yang hedonis, liberal, maraknya LGBT yang kian menggila hingga menyasar ke anak-anak di bawah umur yang membawa catatan merah dan memprihatinkan.

Maraknya tawuran di kalangan pelajar dan remaja juga meningkatnya para pengguna narkoba yang semakin tidak terkendali serta penyakit sosial lainnya.

Namun pemerintah justru menolak RUU Ketahanan Keluarga ini dengan alasan terlalu menyentuh masalah pribadi. Hal tersebut mendapatkan tanggapan dari anggota DPR Komisi VIII Ali Taher yang meminta pemerintah tidak skeptis.

Ali Taher seperti dikutip detik.com, Jumat (22/2/2020) menyayangkan sikap skeptis pemerintah terhadap penolakan RUU Ketahanan Keluarga ini.

Kita ini bangsa Indonesia, bangsa besar penduduknya banyak, masalahnya banyak, pengangguran banyak, orang bercerai juga banyak, akibat perceraian, pengangguran, kemiskinan itu berdampak pada kejahatan terhadap anak-anak perempuan dan lain-lain.

RUU Ketahanan Keluarga mendapat reaksi beragam di tengah masyarakat. Ada yang pro dan ada pula yang kobtra, ditambah pula paham dan aturan kebarat-baratan yang telah merasuki pemikiran masyarakat.

Menurut mereka yang kontra atau tidak setuju, masalah keluarga sifatnya privat sehingga ketika ada masalah bisa diselesaikan oleh komitmen dengan pemahaman dan keyakinan keluarga masing-masing. Mereka menghendaki ketidak hadiran penerintah terkait urusan keluarga.

Sementara DPR berancang-ancang membahas regulasi tentang ketahanan keluarga dengan memberikan pidana bagi pendonor sperma dan ovum hingga praktis sewa rahim. Serangkaian tugas suami istri serta wajib lapor bagi mereka yang melakukan perilaku seks menyimpang.

Ketika ditemukannya penyimpangan perilaku, tidak lantas dilaporkan kepada pihak berwenang apalagi bila suami istri tidak menganggap sebagai bentuk kekerasan melainkan bagian dari fantasi seksual justru dianggap menyenangkan. Namun ketika ada yang merasa itu bentuk kekerasan maka bisa dilaporkan ke polisi berdasarkan undang – undang KDRT. (Vivanews. Comel 20/02 /2020)

Dalam RUU ini, soal peran perempuan dalam keluarga menjadi pasal yang paling banyak mendapat sorotan terutama pasal 25 ayat 3,  yang mengatir tentang lama cuti melahirkan dan menyusui bagi pekerja perempuan selama 6 bulan di pasal 29.

Larangan jual-beli dan donor sperma atau ovum dan surogasi (penyewaan rahim) di pasal 31 dan 32.

Pasal 33 tentang pemisahan kamar orang tua dan anak, serta anak laki-laki dan perempuan. Wajib lapor dan rehabilitasi untuk penyimpangan seksual/LGBT/sadism/masokisme di pasal 85-89.

Menanggapi berbagai draf dalam RUU Ketahanan Keluarga tentu bagi seorang muslim akan berfikir bagaimana mungkin membentuk ketahanan keluarga bila masih banyak ditemukan sederet RUU ini yang bertentangan dengan Islam.

Hal ini menjadi bukti bahwa di balik semua ini ada peran kapitalis Barat yang hendak menghancurkan sendi – sendi keluarga dan menjadi bukti pula tentang bobroknya sistem kapitalis sekuler  yang tidak mampu mengurusi urusan umat.

Bahkan ada hal yang aneh ketika menanggapi dan menyikapi masalah antara kejahatan seksual dengan penyimpangan. Menurut mereka para pelaku LGBT harus dimanusiakan sebagai manusia normal lainnya dengan tidak merendahkan apalagi dianggap kriminal.

Pemikiran seperti ini sangat membahayakan karena dampak buruk akibat perilaku tersebut. Generasi saat ini sudah diambang kehancuran ketika melihat banyak para predator yang terus mengintai generasi kita. Bila hal ini dibiarkan tanpa diberikan solusi jitu tentu akan melahirkan predator-predator baru yang siap menyasar ke setiap generasi bahkan hingga anak-anak.

Sistem Islam mampu mewujudkan Ketahanan Keluarga

Islam sebagai sistem yang mengatur manusia dalam bermasyarakat dan bernegara mampu menjawab setiap permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah mahdoh saja tetapi juga mengatur masalah keluarga. Karena dari keluarga yang harmonis dan berkualitas akan mampu melahirkan generasi unggul di masa depan yang mampu mencetak peradaban gemilang.

Islam mengatur tata cara melindungi generasi dari berbagai penyakit masyarakat seperti halnya LGBT, incest, pornografi dan porno aksi. Hal ini dilakukan dengan pembentengan akidah yang kuat, mengatur hubungan kehidupan umum dan khusus antara laki-laki dan wanita, mengcounter media massa yang dapat merusak generasi seperti pornografi dan pornoaksi.

Di dalam sistem Islam juga negara memberikan pelayanan semaksimal mungkin dengan kecukupan kebutuhan pokok masyarakat.

Dengan terpenuhinya kebutuhan, tentu tidak akan ada anak-anak yang terlantar, KDRT, dan para ibu yang harus berjibaku dengan peran ganda. Selain itu gejala sosial yang bersifat negatif tentu tidak merebak seperti sekarang.

Dalam sistem Islam para kepala keluarga tidak akan dipusingkan dengan mencari penghidupan karena negara telah mencukupi kebutuhan pokok hidup tersebut.

Selain itu, para kepala keluarga menyadari bahwa dirinya sebagai qowwam bagi keluarga dengan berusaha bahu membahu untuk mendidik anak dan keluarga dengan nilai-nilai Islam sebagai pijakannya.

Hal ini tentu berbeda sistem kapitalis sekuler yang berusaha menjauhkan peran agama dari kehidupan dan keluarga. Akibatnya nilai-nilai agama terkikis dari keluarga.

Oleh karena itu, tidak ada yang bisa diharapkan dari negara yang menjujunjung tinggi sistem ini. Karena RUU yang dibuat pun tidak akan mampu menyelamatkan para keluarga di negeri yang mayoritas muslim ini.

Negara saat ini masih mengadopsi sistem kapitalis sekuler yang telah terbukti menghancurkan keluarga.

Sejatinya seluruh umat dan keluarga muslim bangkit serta menyadari apa yang harus dilakukan saat ini demi mengembalikan ketahanan keluarga yang kini berada di ambang kehancuran.

Umat harus menyadari seutuhnya bahwa hanya dalam Islam saja ketahanan keluarga akan terwujud. Sebab islam merupakan pilar (soko guru) bagi ketahanan keluarga. Sejatinya kita harus merenungi QS. Al-Baqarah ayat 50 berikut ini.

“Apakah hukum jahiliyah yang kalian kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah bagi orang orang yang yakin. “Wallahu a’lam bishshawab.[]

*Member Akademi Menulis Kreatif

Comment