Henyk Nur Widaryanti, S. Si. M. Si: Miras, Minuman Rasa Sakaratulmaut

Berita391 Views
Henyk Nur Widaryanti, S. Si. M. Si
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Oplosan. Sawangen kae konco koncomu akeh do podo gelempangan. Ugo akeh sing kelesetan ditumpakake ambulans.
Tutupen botolmu Tutupen oplosanmu

Emanen nyawamu ojo mbok terus teruske mergane ora onok gunane

Opo ora eman duite gawe tuku banyu setan. 

Opo ora mikir yen mendem iku biso ngrusak pikiran.
Lagu oplosan, jika direnungkan isinya adalah nasihat. Sebagaimana KLB (kejadian luar biasa) yang telah terjadi di Jawa Barat (Bandung dan Jakarta). Sejauh ini korban yang berjatuhan sudah 222 orang dan 58 diantaranya meninggal. (wartakota.tribunnews.com/12/04/18).
Adapun penyebab keracunan tersebut, disinyalir karena adanya kandungan metanol pada miras oplosan. Metanol adalah zat yang bisa merusak saraf, sehingga menyebabkan kegagalan dalam pernapasan dan tubuh menjadi lemas, akhirnya meninggal. Atau bahkan bisa mengakibatkan kebutaan pada mata. 
Banyaknya masyarakat yang masih meminum oplosan diduga karena miras oplosan lebih murah. Lebih terasa tertantang. Dan sudah menjadi tabiat budaya masyarakat, jika belum minum oplosan belum yahut. Namun, sangat disayang kan kurangnya pengetahuan tentang zat kimia berbahaya, membuat mereka harus menebus nikmatnya oplosan dengan nyawa. 
Menurut Sugianto Tanda (peneliti dari CIPS), semua masalah ini disebabkan karena ketatnya regulasi miras legal di Indonesia. Sehingga masyarakat bawah tidak mampu menjangkau harga miras legal tersebut. Ia berpendapat untuk mengatasi masalah ini perlu adanya pembebaskan penjualan alkohol resmi kemudian dikontrol dengan berbagai peraturan penjualan. Maksudnya membebaskan penjualan alkohol adalah dengan mencabut pelarangan alkohol di minimarket danconvenient store yang ditetapkan pemerintah pada 2015 lalu. Argumen tersebut ia sampaikan dengan pertimbangan semakin meningkatnya korban miras oplosan dari tahun 2008-2018.(bbc.com/10/04/18).
Apakah solusi itu akan menyelesaikan? 
Masalah miras oplosan, bukan hanya terletak pada ketat atau bebasnya regulasi miras legal. Sebagaimana hukum ekonomi, ada permintaan akan ada penawaran. Ada yang butuh, akan ada yang memproduksinya. Sehingga ada 3 faktor penyebab adanya masalah ini. 
Pertama adalah para konsumen. Kebiasaan minum membuat mereka terus mencari cara agar bisa minum, meskipun barangnya sulit didapat. Ini dikarenakan rendahnya moral konsumen. Mereka tidak memahami bahwa minuman dapat merusak pikiran. Mereka hanya puas dengan kenikmatan sesaat. Bahkan lebih parah lagi, mereka tidak paham agama. Terutama yang beragama Islam. 
Karena Islam melarang minuman memabukkan. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya… (QS. Al-Baqarah : 219). Bagi orang yang beriman, cukuplah perintah dan larangan itu sebagai aturan. Mereka tidak akan mencoba untuk berkompromi dengan agamanya. Mereka hanya mengharapkan keridhoan Penciptanya. 
Kedua adalah produsen. Setiap ada permintaan, akan ada produsen yang siap memproduksi miras. Mereka tak lain hanya menginginkan keuntungan. Menghiraukan dampak yang akan terjadi. Sehingga tidak ada pengaruh aturan agama, ini haram ataukah halal, yang penting dapat uang banyak. Ketiga adalah peran pemerintah. Tidak bisa dipungkiri dalam proses produksi, distribusi dan konsumsi ada peran negara. 
Negara memiliki kewajiban membuat aturan, agar tidak terjadi permasalahan didalam masyarakat. Masalah miras oplosan yang tak kunjung selesai ini membuktikan kurang kuatnya negara dalam menyelesaikan masalah. Penanaman moral dan pemberian sanksi yang selama ini dilakukan masih kurang. Apalagi harus berhadapan dengan Hak Asasi Manusia. Budaya minum adalah hak masing masing individu. Ini adalah budaya liberal yang menambah parah masalah. 
Dalam islam, aturan yang dibuat selalu berdasarkan kitab suci. Jika dalam Al Qur’an dijelaskan khamer itu haram, maka Islam mengatur tidak boleh memproduksi miras bagi kaum muslimin. Individu muslim selalu ditanamkan keimanan, sehingga mereka hanya taat pada aturan saja. Bagi distributor pun dilarang untuk mendistribusikan minuman ini. Namun, bagi non muslim boleh mengkonsumsi minuman ini sesuai dengan aturan agama. Dengan syarat tidak mengkonsumsi ditempat umum. Hanya di rumah rumah mereka. Bagi yang melanggar akan diberikan sanksi dimana sanksi dalam islam itu bersifat penebus dan pencegah. Penebus artinya diampuni dosanya bagi yang bertobat karena salah, pencegah artinya membuat yang lain jera lebih dulu sebelum melakukan kesalahan. 
Sekarang mau pilih mana? Solusi parsial yang akan menimbulkan masalah baru atau solusi tuntas?[GF]

Berita Terkait

Baca Juga

Comment