Herawati Hartiyanti Lestari, S.Hum: Jeritan Rakyat Kecil Di Balik Pembangunan Pelabuhan Patimban

Opini457 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Beberapa waktu lalu Subang disambangi orang nomor satu di negeri ini. Khususnya wilayah Patimban, karena tujuan utama beliau adalah untuk meninjau progres pembangunan pelabuhan Patimban yang ditargetkan selesai 2020 mendatang dan akan menjadi pelabuhan terbesar di tahun 2027 (SUARA.COM 30/11/2019).

Simultan dengan pembangunan pelabuhan internasional, juga akan dibangun sekolah kemaritiman di wilayah ini akan segera dibangun. Bersamaan dengan itu pula proyek jalan tol dan pembuatan jalur kereta api sepanjang 28km terus digeber guna membantu perlintasan transportasi menuju Patimban.

Kasi Pengembangan Jaringan Dirjen Perkeretaapian Kemenenterian Perhubungan Awang Meindra mengatakan bahwa proyek jalan tol dan kereta ini akan melewati 15 Desa di 7 Kecamatan, dengan sebanyak 95% menggunakan lahan persawahan milik warga (MEDIAJABAR 18/10/2019).

Proyek besar-besaran ini pada faktanya tak lepas dari utang luar negeri yang melibatkan beberapa negara. Salah satunya Jepang, melalui JICA ia memberi pinjaman sebanyak 14,3 triliun yang akan menjerat dalam jangka 40 tahun beserta bunga pertahunnya.

Padahal hingga Oktober 2017 saat pinjaman ini ditandatangani, Indonesia sudah memiliki 31 pinjaman kegiatan on-going yang berasal dari JICA dengan nilai sekitar 69 triliun (REPUBLIKA 15/11/2017).

Angka utang yang cukup tinggi dan ini baru berasal dari satu sumber. Belum lagi ditambah utang-utang sebelumnya yang sampai saat ini hanya terbayar bunganya saja. Wajar saja jika APBN terus menerus mengalami defisit.

Faktanya proyek ini makin menambah nilai utang Indonesia yang terus menggunung, dan otomatis turut membebani rakyatnya. Pantas saja jika nominal tagihan pajak semakin tinggi.

Bahkan sampai bidang usaha terkecil milik rakyatpun kini dikenai pajak, berjualan nasi bungkus misalnya. Karena hanya pajaklah sumber utama bagi pemasukan negara.

Tak kalah pilu lagi jika melihat kondisi masyarakat di sekitar Patimban ini. Lahan yang dipakai untuk pembanguan pelabuhan, sebagian besar adalah lahan milik warga yang berupa sawah dan tambak. Puluhan warga menolak lepas lahan karena ganti rugi terlalu murah.

Arim selaku ketua Paguyuban Tani Berkah Jaya (PTJB), berharap semoga pemerintah bisa mengabulkan semua tuntutan para pemilik lahan yang kehilangan mata pencahariannya sebagai petani akibat terkena dampak dari pembangunan pelabuhan Patimban itu (MEDIAJABAR 11/09/18).

Berkaitan dengan itu bisa dibayangkan beberapa tahun ke depan saat area persawahan tak lagi eksis. Saat itu pula masyarakat kehilangan sumber bahan pangannya. Padahal berkat lahan pertanian yang luas ini, Subang dikenal sebagai wilayah lumbung padi dan menjadi salah satu sentra beras di Jawa Barat. Begitupun negara ini yang akan kehilangan sumber pangan ditengah kekayaan alamnya yang subur makmur.

Belum lagi derita para nelayan Patimban yang mengalami penurunan pendapatan yang disebabkan oleh pencemaran dari aktivitas pembangunan pelabuhan. Salah seorang nelayan mengaku rata-rata pendapatannya kini hanya 200 ribu rupiah perhari. Merosot tajam dari semula Rp 1 juta hingga 1,5 juta perharinya (Pasundanekspres 5/11/2019).

Demikianlah gambaran jerit masyarakat sekitar Patimban menyambut adanya Pelabuhan Patimban ini. Pembangunan yang digadang-gadangkan akan mampu mensejahterakan masyarakat indonesia ini nyatanya jauh panggang dari api. Memudahkan proses ekspor impor yang semula menjadi tujuan pembangunan pelabuhan ini, nyatanya hanya akan mampu mensejahterakan para pengusaha besar. Terlebih laju arus impor pun akan semakin deras masuk ke indonesia.

Sudah seharusnya pemerintah tidak terus menurus bercokol pada pemahaman Kapitalisme yang menyengsarakan rakyat. Mementingkan kepentingan para pemilik modal dan selalu menempatkan rakyat menjadi korban.

Saatnya Indonesia meninggalkan sistem yang gagal ini. Mengganti sistem buatan manusia dengan sistem yang berasal dari Rabb yang akan memberikan keberkahan di langit dan di bumi.[]

*Aktivis muslimah Pantura, Subang

Comment