Hj. ESA Mardiah*: Bongkar Pasang Padanan Istilah Kian Menambah Lelah

Opini504 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA Perubahan istilah status pasien yang berhubungan dengan pandemi covid-19 seperti tertera pada KMK HK.01.07/MENKES/413/2020 diantaranya: OTG(Orang Tanpa Gejala) menjadi Kontak Erat. PDP dan ODP(Pasien Dalam Pengawasan dan Orang Dalam Pemantauan) menjadi suspek. Positif Covid-19 menjadi terkonfirmasi. Dan sebutan Probable untuk kasus suspek dengan ISPA berat/ARDS(Acute Respiratory Distress Syndrom) atau meninggal dengan gejala covid -19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT- PCR.

Sekilas istilah di atas terdengar lebih ramah di telinga. Tapi mari kita lihat definisinya yang tetap saja menyeramkan khususnya untuk sebagian kalangan yang percaya dan faham dengan kondisi sekarang.

Kontak Erat adalah riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi covid-19 atau memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable.

Suspek adalah keadaan di mana memiliki gejala/tanda ISPA dan pnemonia berat yang membutuhkan perawatan di RS, riwayat perjalanan atau tinggal di wilayah Indonesia yang melaporkan tranmisi lokal dan kontak dengan kasus konfirmasi/probable covid-19.

Adapun terkonfirmasi adalah ketika dinyatakan positif covid-19 yang dibuktikan pemeriksaan RT-PCR, dengan gejala(symptomatik) atau konfirmasi tanpa gejala(asimptomatik).

Tidak mudah bagi masyarakat luas untuk bisa memahami dan bersinergi dalam melawan pandemi ini. Kebijakan yang ambigu seperti dikeluarkannya 30 ribu napi, larangan mudik tapi boleh pulang kampung, dsb sungguh membuat bingung.

Saat belum terbagi menjadi dua kubu antara yang percaya dan tidak, masyarakat secara umum dalam keadaan cukup waspada bahkan sebagian takut sehingga masih mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan.

Akan tetapi ketika muncul kebijakan new normal yang belakangan diralat (baca: ganti) menjadi AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru), masyarakat sudah kadung menganggap keadaan normal. Terlebih dibukanya akses wisata, hotel penginapan dan restoran. Walaupun ada aturan maksimal pengunjung 50 %.

Siapa yang bisa menjamin pengelola taat apalagi di jaman kapitalis seperti saat ini orang cenderung profit oriented.

Jadi mari bijak dan fokus kepada penanganan wabah ini baik sebagai individu, masyarakat dan negara. Karena peran masing-masing berbeda dan tidak bisa saling menggantikan.

Semoga penggantian istilah bukan untuk menghilangkan jejak angka yang sudah semakin menanjak dan kematian yang terus meningkat.

Wabah ini tidak bisa diselesaikan oleh aturan yang rujukannya akal manusia semata. Padahal Pencipta dan Pengatur hidup kita punya syariat dan cara yang bisa menyelamatkan semua.

Semoga Allah segera mengangkat wabah dan seluruh permasalahan bangsa.[]

*Penulis adalah seorang dan Praktisi Kesehatan

Comment