Ina Agustiani, S.Pd*: BLT Untuk Pegawai Swasta, Salah Sasaran? 

Opini461 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA –  Pemerintah melalui Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir, beberapa saat lagi akan merealisasikan bantuan sebesar 600 ribu/bulan selama 4 bulan ke depan dimulai September hingga Desember 2020, kepada pegawai swasta dengan gaji di bawah 5 juta yang terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan aktif, iuran Rp 150.000/ bulan.

Pemerintah juga berharap subdisi ini menjaga daya beli dan kesejahteraan pekerja yang terdampak Covid.

Tak tanggung-tanggung bantuan ini menelan dana sebesar 33,1 Triliun peruntukannya untuk 13,8 juta pekerja syaratnya pekerja non-PNS dan non-BUMN.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, menilai BLT untuk pekerja berupah di bawah Rp5 juta ini akan sia-sia.

Analisinya adalah BLT yang diberikan kepada golongan ini bisa saja disimpan untuk keperluan lain karena pada dasarnya gaji dengan jumlah 5 juta sudah memadai.

Masih banyak golongan di bawah gaji 2,9 juta justru yang menderita, dirumahkan bahkan sampai di PHK. Bagaimana nasib yang tak terdaftar BPJS, apakah nasibnya juga diperhatikan negara? BPJS mencatat ada 2,4 juta pekerja terdaftar padahal potensinya 60 juta.

Masalah ketidakadilan juga dirasakan oleh Ketum Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih mengaku bingung melihat berbagai kebijakan pemerintah. Sebanyak 51 ribu PPPK (Pegawal Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) hasil seleksi Februari dan lulus pada bulan April 2019,  belum diberikan haknya.

Honorer K2 gajinya hanya ratusan ribu dibayar per tiga bulan, dengan masa kerja minimal 16 tahun, kalah dengan para pekerja yang gajinya jauh lebih besar.

Sudah benar-benar tidak layak, tak diperhatikan pula. Menurut Titi, jika ada dana puluhan T untuk bansos pekerja sebaiknya untuk mengangkat honorer K2 menjadi aparatur sipil negara.

Nah pertanyaannya adalah, mengapa BLT hanya disalurkan kepada pekerja terdaftar aktif BPJS Ketenagakerjaan saja?

Karena para pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan ialah orang-orang yang belum di-PHK, masih membayar iurannya, dengan pendapatan di bawah Rp5.000.000, sebagian besar di antara mereka berpendapatan antara Rp2.000.000-Rp3.000.000 per bulan.

Artinya pemimpin belum proporsional dan dianggap tidak adil

Golongan yang tidak diberikan haknya, mungkin saja yang tidak memberi ‘sesuatu’ kepada negara, dalam take and gift.

Dapat dipastikan pengambilan data lewat BPJS Ketenagakerjaan bermasalah. Menurut Bappenas, per Selasa (28/7/2020) ada tambahan 3,7 juta penganggur. Dengan data BPS per Februari 2020 sebanyak 6,88 juta, maka diperkirakan sudah ada 10,58 juta pengangguran.

Ini menjadi penting agar setiap bantuan merata. Kaya dan miskin pada dasarnya punya hak yang sama sebagai warga negara dalam hal bantuan. Hanya teknisnya nanti, yang kaya akan tersadar perannya dalam membantu sesama, juga membantu negara jika dibutuhkan.

Fokusnya jangan membiarkan ada yang miskin, dan tidak mendapat bantuan karena mereka tidak mengajukan diri. Setiap orang diperintahkan menjaga kemuliaan dirinya dari meminta-minta, meskipun bantuan ini sejatinya adalah hak rakyat.

Tetapi seorang pemimpin muslim dalam pemerintahan Islam siap merespon cepat orang yang berkebutuhan dan memenuhi haknya, karena ini adalah kewajiban negara atas rakyat.

Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya,

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta-minta karena ia memelihara dirinya dari perbuatan itu.” (QS Adz Dzariyat: 19).

Teringat sosok Umar bin Abdul Aziz, cucu dari Umar bin Khathtab ra, ketika diangkat menjadi khalifah, jika sampai dirumah, air matanya bercucuran sambil bersujud seraya mengatakan “Ya Ummati…..”.

Setiap kebijakannya bermaslahat, tanggung jawabnya besar, diam-diam turun ke jalan, memastikan setiap kebutuhan rakyat terpenuhi, melihat kondisi real untuk bahan kebijakannya demi hidup rakyat yang adil terpenuhi kebutuhannya.

Saking khawatirnya, sampai suatu hari bertanya kepada pembantunya, “bagaimana kabar umatku?”

Pembantunya berkata, “Makin hari makin baik, kecuali tiga pihak. Yaitu aku, kuda tuanku, dan keluarga tuanku.”
Mendengar hal itu, meledaklah tangis Khalifah Umar, sembari berkata, “Ampuni aku Ya Rabb. Ampuni aku.” Begitu besar rasa takutnya pada pengadilan Allah. Keluarga Khalifah hidup dengan sederhana.

Itu yang ada dibenak setiap pemimpin muslim, Khalifah yang dilingkupi dengan aturan Islam sempurna –Khilafah-, pemimpin harus merasakan hidup susah, ketika rakyatnya susah, merasakan sama keadaanya secara langsung.

Layaknya Khalifah Umar yang hanya makan roti diolesi minyak ketika rakyatnya ditimpa kelaparan. Karena ia berpandangan, pemimpin tak boleh membuat rakyat susah. Saat rakyat hidup miskin, pemimpin harus tampil menjadi pembela.

Kehidupan yang adil dan sejahtera menjadi barang langka di sistem demokrasi sekarang. Sementara dalam Islam itu yang dikedepankan bukan hal yang sulit. Tak seperti sistem kapitalis, butuh derita, air mata bahkan ditebus nyawa untuk mendapatkan kesejahteraan, yang tak kunjung kita dapatkan seperti halnya sebuah fatamorgana. Wallahu a’lam.*[]

*Praktisi pendidikan

Comment