Ir. Novianti, M.Pd*: Membangun Kemandirian Anak

Opini533 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA — Membangun kemandirian dimulai dari kemampuan mengurus dan merawat diri sendiri. Melakukan sendiri segala kebutuhan pribadinya sehingga dapat menyesuaikan diri di kehidupan keluarga dan sosial bermasyarakat.

Di masa usia dini, sebelum 7 tahun, anak perlu dilatih. Latihan ini perlu pendampingan orang tua. Dengan latihan, akan menstimulasi kemampuan fisik dengan cara pengulangan gerakan. Ada proses merencanakan, mengurutkan, menalar, logika dan problem solving (kognitif).

Anak juga belajar mengorganisasikan, membuat skala prioritas, berpikir sistematis. Akan tumbuh rasa tanggung jawab dan empati.

Jadi, kemandirian akan mendukung perkembangan kemampuan akademis anak. Dalam jangka panjang, anak mampu menolong dirinya, tidak tergantung pada yang lain, bahkan ia bisa membantu banyak orang.

Sebaliknya saat tidak mandiri, akan menyulitkan dan membatasi diri sendiri, sehingga menghambat proses perkembangannya di masa depan. Anak tidak terbiasa merencanakan, mengevaluasi, menyelesaikan masalah. Melayani anak sama dengan menghambat perkembangannya.

Contoh tatkala anak lapar, lalu ia ingin membuat roti. Ia mencari roti, mengambil piring dan meletakkan roti di atasnya. Diambilnya mentega dan selai lalu dioleskan pada roti. Logika anak berjalan dan problem solving terlatih.

Tips bagi orang tua membangun kemandirian adalah: pahami diri sendiri dan anak (usia, tugas perkembangan, wataknya).

Tanamkan tekad kuat ingin membantu anak. Buat jadwal bagi anak dan orang tua. Bagi anak, beri pijakan lingkungan untuk bisa berlatih. Siapkan piring, gelas yang tidak mudah pecah. Tempat anak berlatih ada dalam jangkauannya.

Lingkungan harus mendukung agar anak secara bertahap menunjukkan kemajuan. Lakukan semua dengan konsisten. Saat anak berlatih, orang tua pun belajar sabar, mengembangkan komunikasi, meningkatkan kontrol diri.

Dalam melatih kemandirian, mulai dari yang mudah. Berikan role model melakukan yang benar. Nikmati prosesnya dan berikan limit waktu bagi anak untuk menyelesaikan sehingga anak fokus pada tujuan. Tidak bermain air dan sabun saat mencuci piring, misalnya.

Karena yang berlatih adalah anak, orang tua harus mengukur standar hasil di level anak. Hargai prosesnya. Tanamkan rasa percaya anak bisa melakukan, orang tua berpikiran positif. Berikan jeda jika anak kesulitan, jangan buru-buru ingin menyelesaikan pekerjaan anak.

Peningkatan keterampilan dan kemahiran mengurus dirinya sendiri ditentukan oleh seberapa kuat orang tua menanamkan pembiasaan dan seberapa besar upayanya. Makin dini anak dilatih mandiri, makin cepat ia meringankan hidupnya dan orang lain.

Bagi anak usia 7 -12 tahun, sudah diarahkan untuk belajar melayani. Anak mau membersihkan sepatu orang tua, melipat dan membereskan pakaian, menata meja makan, menjaga adik, hingga memasak masakan sederhana. Dan biasakan melakukan satu jenis kegiatan dengan tuntas. Misal, meletakkan semua alat kembali di tempatnya, mencuci semua alat masak yang digunakan. Ada awal dan ada akhir.

Contoh kemandirian anak usia 2-6 tahun:
👈 Toilet training
👈 Mencuci tangan
👈 Makan sendiri
👈 Mandi dan mencuci rambut
👈 Merapihkan diri depan cermin
👈 Menyiapkan tas
👈 Melipat baju
👈 Mencuci piring
👈 Menutup mulut saat bersin
👈 Membuang sampah di tempatnya
👈 Memakai kaus kaki dan sepatu
👈 Memakai baju
👈 Bangun pagi dengan sedikit bantuan
👈 Merapihkan tempat tidur
👈 Merapihkan mainan sendiri

Contoh kemandirian 7-12 tahun:
👈 Lancar aktivitas pagi
👈 Menjemur pakaian
👈 Melipat pakaian anggota keluarga
👈 Mencuci sepatu
👈 Mencuci dan setrika pakaian
👈 Menata meja makan
👈 Mencuci alat makan
👈 Mencuci alat masak
👈 Memasak menu sederhana
👈 Membuang sampah rumah tangga
👈 Menyusun daftar belanja
👈 Menyapu, mengepel rumah
👈 Mencuci kamar mandi
👈 Berbelanja ke pasar.
👈 Merapihkan alat milik sendiri seperti buku-buku, tas.

Jangan merasa gagal jadi orang tua ketika melihat ada tugas kemandirian yang terlewat pada anak. Mulai saja melakukan perubahan secara natural agar anakpun tidak merasa memperoleh tuntutan yang drastis.

Setiap keluarga memiliki tantangan masing-masing. Fokus pada upaya untuk anak sendiri. Tidak terobsesi oleh tempaan orang lain.

Jelaskan pada anak, bahwa kesempatan membersamai mereka terbatas. Tak ada yang tahu, sampai kapan orang tua bisa mendampingi.

*Praktisi Pendidikan

Comment