Islam Memuliakan Dan Menjadikan Wanita Sebagai Tiang Negara

Opini597 Views

 

Oleh: Lafifah, Ibu Rumah Tangga Dan Pembelajar Islam Kaffah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Dukutip viva.com, presiden Jokowi menyebut bahwa G20 harus terus mendorong penguatan peran UMKM dan perempuan melalui sejumlah aksi nyata. Hal ini dikatakan Jokowi saat berpidato pada side event KTT G20.

“Pertama, meningkatkan inklusi keuangan UMKM dan perempuan. Inklusi keuangan adalah prioritas Indonesia. Indeks keuangan inklusif kami telah mencapai 81 persen dan kami targetkan mencapai 90 persen di tahun 2024,” kata Joko Widodo dalam acara yang digelar di La Nuvola, Roma, Italia, dikutip pada Minggu, 31 Oktober 2021.

G20 dibentuk pada 1999 dengan tujuan  mendiskusikan kebijakan-kebijakan dalam rangka mewujudkan stabilitas keuangan internasional. Forum ini dibentuk sebagai salah satu upaya menemukan solusi atas kondisi ekonomi global yang dilanda krisis keuangan global pada 1997-1999 dengan melibatkan negara-negara berpendapatan menengah dan memiliki pengaruh ekonomi secara sistematik, termasuk Indonesia.

Kalau melihat tujuan adanya G20 adalah demikian, mengapa harus kaum perempuan yang dijadikan sebagai media untuk memulihkan krisis global tersebut? Sementara kita paham betul bagaimana keadaan ril di tengah-tengah masyarakat yang sebenarnya, kaum laki-laki yang notabene adalah penanggung jawab dalam menopang ekonomi keluarga justru dibiarkan menganggur.

Begitupun seperti diuangkap tempo.co, badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, masih ada kesenjangan yang tinggi antara tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) berdasarkan jenis kelamin pada Februari 2017, yakni masih didominasi oleh laki-laki.

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, TPAK laki-laki pada Februari lalu sebesar 83,05 persen, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 83,46 persen. Sedangkan TPAK perempuan hanya 55,04 persen, namun meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 52,71 persen.

Ketika melihat data di atas ada upaya kesetaraan gender yang diupayakan oleh pemerintah. Bahkan menjadi agenda internasional untuk memperkerjakan perempuan. Lalu, apakah upaya kesetaraan gender ini memang benar untuk kesejahteraan perempuan? Sementara hak-hak nya banyak yang terabaikan, hak perlindungan dan lain-lain.

McKinsey Global Institute (MGI) yang dipublikasikan pada 2015 menyebutkan bahwa skenario potensi penuh perempuan, yaitu perempuan memainkan peran yang identik dalam pasar tenaga kerja dengan laki-laki, akan menambah PDB tahunan global pada 2025 sebanyak $28 triliun atau 26%.

Dari pernyataan MGI itu, tampak jelas tujuan sesungguhnya bekerjanya perempuan dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Kesetaraan gender adalah “ide pemanis” demi mewujudkan ambisi kapitalisme.

Pemberdayaan ekonomi perempuan (PEP) digalakkan dengan berbagai cara karena menjanjikan peningkatan ekonomi dunia, sebagaimana laporan MGI tersebut.

Di sisi lain, perlu digaris-bawahi, ketika perekonomian didominasi oleh kalangan perempuan,  bagaimana nasib kaum pria. Pastinya semakin menutup kesempatan kaum Adam memenuhi tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah akibat dominasi tersebut.

Allah SWT berfirman; “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Hal ini karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-nisa’ [4]:34)

Kewajiban laki-laki di dalam Islam adalah memberikan nafkah kepada keluarganya, sementara dalam Islam ibu atau perempuan adalah pendidik generasi. Jika “memaksa” para ibu untuk bekerja, sesungguhnya memberikan beban ganda kepada para ibu, karena itu Islam meletakkan kewajiban mencari nafkah pada ayah/laki-laki.

Oleh karena itu upaya menyetarakan kesempatan kerja pada perempuan, apalagi dalam porsi yang sama adalah langkah berbahaya. Memang benar, Islam membolehkan perempuan bekerja dan bisa jadi benar terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi atau profit tapi ingat bahwa yang menikmati pertumbuhan tersebut tentunya para pemilik modal.

Kesejahteraan perempuan hanyalah mimpi, karena hanya untuk sekadar hidup layak pun mereka tak mampu, perempuan bahkan harus membayar mahal dengan rapuhnya ketahanan keluarga atau ketidak harmonisan rumah tangga, yang bahkan berujung pada perceraian.

Di sisi lain, ancaman rusaknya generasi begitu nyata karena ibu yang seharusnya menjadi pendidik generasi pertama sudah keluar dari rumah dan melanggar kodratnya dari fungsi sebagai pendiik anak-anak beralih sebagai penopang ekonomi keluarga. Sementara bapak yang tugas utama adalah pemimpin keluarga dan penopang ekonomi keluarga tidak bekerja.

Islam memposisikan wanita sebagai tiang negara, karena dari wanita/seorang ibu, akan lahir generasi hebat berkat didikan mereka. Inilah yang seharusnya diadopsi oleh negara, setiap kebijakan nya harus sesuai dengan apa yang di perintahkan oleh Allah SWT.

Maka tidak ada kata lain kecuali kembali kepada aturan Islam sebagai solusi terhadap semua maslaah dalam kehidupan ini. Wallahu a’alam bissawab.[]

Comment