Jartika |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Korban tewas dalam penembakan brutal di dua masjid di Christchurch, New Zealand (Selandia Baru) bertambah menjadi 49 orang. Kepolisian Selandia Baru menyebut penembakan brutal itu ‘direncanakan sangat matang’.
Sangat banyak media yang menyoroti akan kejadian tragedis ini. Tapi tidak sedikit pula media yang malah menghapus dan tidak ingin membahasnya dengan alasan yang tidak logis, karena yang diupayakan sebenarnya menghilangkan tragedi ini dari pandangan kaum mislim dan semua kalangan. Ini zamannya teknologi sehingga informasi hanya bisa di dapatkan dari media, tapi ketika media bungkam maka bungkam pula fakta yang didapatkan umat.
Dan teroris hanya dinobatkan pada muslim saja sehingga pelaku teror dari luar atau bukan dari orang islam maka tidak disebut sebagai terorisme bahkan berita yang kita dapatkan tidak se-updute jika selain muslim yang tertindas.
Kejadian ini jika dipikir secara logika bukan lah perbuatan manusia waras dan sampai sebegitunya menindas muslim. Walaupun kejadian ini bukanlah pertama kali dirasakan muslim, bahkan ada yang lebih parah dari tragedi ini, yang sejak tahunan lamanya tak henti-henti penindasan yang muslim rasakan walaupun tidak banyak media yang menyoroti. Siapa mereka? yaitu saudara kita yang ada di Palestina yang setiap malam menutup mata dengan hitungan bom, Uyghur yang disiksa dan dimasukkan ke kamp-kamp kemudian Yaman yang setiap hari mengikat perut karna rasa lapar, tak sedikit pula yang kehilangan nyawa serta masih banyak negeri-negeri yang merasakan pahitnya dalam himpitan ini.
Padahal kita mengenal dan dunia mengacungkan Hak Asasi Manusia (HAM), hak agar hidup bahagia. Tapi antara tujuan dan realita yang berjalan sangat bertolak belakang alias “modus”. Ini adalah bukti sikap dunia barat tidak adil terjadap kaum muslimin dan HAM hanya dibuat untuk perlindungan orang-orang kafir sehingga saat kafir yang menjadi korban langsung menuduh islamlah sebagai biang kerok.
Darah kaum muslim seakan tidak berharga, hanya dibuat untuk pemuas nafsu dan pelengkap untuk melampiaskan kebencian. Sejatinya sistem kapitalisme akan selamanya menyudutkan islam dan sebagai buktinya sebagaimana pemimpin islam yang tidak bisa menolong dan menghentikan problem ini, dengan sebab yang sangat banyak dan salah satunya karna adanya sekat negara ( Nasionalisme ) sehingga hanya bisa diam sembari berdo’a tanpa usaha.
Padahal islam menjadikan individu bagian dari jamaah sehingga tercipta umat yang satu tubuh. Tragedi ini bukan lah ajang kesedihan dan larut dalam isak tangisan tapi memberikan bukti kepada kita dimana sistem sekarang tidak mengusik para pemimpin untuk meminimalisir dan menghilangkan masalah ini. Seharusnya pemerintah menjadi perisai bagi umat sebagaimana :
Rasulullah ﷺ bersabda,
إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya al-imam itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Disinilah dunia perlu sistem yang menjamin hidup umat terjaga. Maka tragedi kemarin menjadi alarm besar bahwa dunia butuh khilafah sebagai Junnah dan solusi yang tidak usang sehingga terlindungilah darah, jiwa dan kenyamanan umat. Wallahu’alam.[]
Penulis adalah Mahasiswi Universitas Malikussaleh
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan : Ekonomi Islam, Semester enam
Comment