Jusniati Dahlan*: Mahasiswa Menjerit,  Orang Tua  Tercekik

Opini492 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Belakangan kalangan mahasiswa telah menyampaikan protesnya atas minimnya perhatian pemerintah pada keadaan mahasiswa di tengah pandemi. Terlihat dari puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UIN Banten melakukan aksi demo terkait tuntutan penggratisan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di depan Gedung Rektorat UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, (Banten.news.co.id).

Presiden Mahasiswa (Presma) UIN Banten, Ade Riad Nurudin dalam orasinya, aksi ini di latarbelakangi karena keluhan dan keresahan yang di alami oleh mahasiswa UIN Banten atas tidak adanya titik terang dari pimpinan kampus mengenai kebijakan yang di harapkan mahasiswa soal penggratisan atau pemotongan UKT semester depan.

“Seharusnya pihak kampus mengeluarkan keputusan yang bijak mengenai pembayaran UKT dan bertransparansi terkait anggaran pengeluaran kampus selama pandemi Covid-19,” kata Ade, Senin (22/6/2020).

Menanggapi hal tersebut, melalui Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan) Nomor 25 Tahun 2020, Nadiem menyebutkan, Kemendikbud akan memberikan keringanan UKT bagi mahasiswa PTN (Perguruan Tinggi Negeri) yang menghadapi kendala finansial selama pandemi Covid-19.

Kemendikbud menganggarkan Rp 1 triliun untuk program Dana Bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Penerima Dana Bantuan UKT akan di utamakan dari mahasiswa perguruan tinggi swasta (PTS), (Kompas.com).

Tuntutan semacam ini wajar terdengar di tengah masa pandemi di kalanggan mahasiswa. Sebab, penulis merasakan betul sebagai mahasiswa semester akhir di mana selama 1 semester ini, pembelajaran lebih banyak di lakukan via daring. Justru memunculkan banyak pertayaan, pembayaran UKT untuk apa. Toh, mahasiswa tidak menggunakan fasilitas kampus.

Penuntutan pemotongan UKT, atau bahkan kuliah bebas biaya untuk semester depan, bukanlah sesuatu tuntutan tanpa dasar. Apalagi polemik yang di hadapi oleh kebayakan orang tua mahasiswa yang banyak mengalami PKH (Pemutusan Hubunggan Kerja) imbas dari pandemi. Jangankan untuk bayar UKT, makan saja susah.

Memaklumi kehadiran negara hanya berwujud penurunan UKT di masa pandemi, sama saja dengan membiarkan berlangsungnya pendidikan sekuler yang mengamputasi potensi generasi khoiruh ummah.

No free UKT, ada uang boleh sekolah tak ada uang tak payah sekolah. Riskan di negeri yang kaya raya ini, untuk sekolah saja harus bayar mahal. Pendidikan di jadikan lahan bisnis korporasi. Lalu siapa yang di untungkan.

Lalu cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa yang tertuan dalam UUD 1945 apa kabar. Apakah sekolah hanya untuk kaum berduit, padahal anak-anak di negeri ini tidak semua dari kaum kolomerat. Apakah seolah ingin berkata, yang miskin ke laut saja, tidak usah susah-susah sekolah.

Meski akhirnya Kemendikbud menetapkan ada skema penurunan UKT, semestinya di sadari oleh umat bahwa pendidikan adalah hak warga negara. Negara wajib menyediakannya secara gratis dan berkualitas.

Tiadanya kritik terhadap kewajiban negara menyediakan pendidikan gratis, artinya melestarikan tata kelola layanan masyarakat yang menyengsarakan, karena lepasnya tanggung jawab penuh negara.

Jauh berbeda dalam sistem pendidikan Islam di mana negara khilafah berkewajiban memenuhi kebutuhan yang di butuhkan manusia dalam kehidupannya termasuk pendidikan. Sebab Islam telah menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat.

Semua ini harus terpenuhi bagi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan tanpa melihat strata sosial di antara mereka, ataupun warna kulit. Semuanya berhak mendapatkan pendidikan gratis dengan fasilitas mumpuni.

Islam benar- benar menyadari bahwa pendidikan dalam Islam adalah sebuah investasi masa depan. Segala biaya tidak boleh di kenakan, bukan hanya masalah uang UKT, tetapi juga fasilitas penunjang lainnya dalam proses pendidikan yang semua wajib di sediakan oleh negara secara grastis.

Rakyatpun di bolehkan untuk menyumbang guna menyediakan kemudahan-kemudahan tersebut sebagai bentuk amal jariyah, tetapi bukan sebagai bentuk tanggung jawab. Dalam negara khilafah juga di mungkinkan terdapat peran swasta, namun tidak boleh mengambil alih peran negara dalam memenuhi pendidikan rakyat.

Seluruh biaya pendidikan di dalam Islam di ambil dari baitul mal, yakni dari pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah. Inilah faktor mempermudah rakyat mendapatkan kemaslatan dalam pendidikan tanpa di bebani dengan biaya pendidikan yang membuat rakyat menjerit. Wallahu a’lam bisshawab.[]

*Aktivis Mahasiswa Dan Anggota AMK

Comment