Kanti Rahmillah, M.Si*: Mampukah Denda Tak Pakai Masker Menjadi Solusi Pencegahan Covid-19?

Opini490 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyampaikan bahwa mulai tanggal 27 Juli 2020 ini, akan melakukan pendisiplinan pada semua warga Jabar.

Karena berbagai tahapan dari mulai edukasi hingga teguran telah dilakukan. Kini waktunya menuju tahap pendisiplinan dengan disertai sanksi.
Jadi, tahap pendisplinan sudah bisa masuk. Yakni dengan denda nilainya Rp 100 ribu sampai 150 ribu untuk warga yang tak pakai masker di tempat umum,” ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil di acara Konferensi Pers, Senin (13/7). (ayopurwakarta.com 13/07/2020).

Kebijakan ini dikeluarkan lantaran sudah banyak warga yang tidak memakai masker dalam beraktivitasnya. Padahal saat ini masih dalam AKB (Adaptasi Kebiasaan baru), artinya pakai masker harus menjadi kebiasaan baru.
Namun Efektifkah Regulasi Ini?.

Adanya sanksi bagi yang tidak memakai masker bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan masyaraknat terhadap protokol kesehatan. Namun, efektifkah sanksi ini?

Mengingat protokol kesehatan bukan hanya berbicara masalah penggunaan masker saja, masih ada yang lainnya yaitu jaga jarak dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Apalagi jika kita melihat kebijakan yang diberlakukan pemerintah seperti pembukaan kembali mall, tempat wisata, pasar, transportasi dan pusat-pusat ekonomi lainnya yang menciptakan kerumunan masa. Seperti, berjejal di antrean loker tiket, juga berdempet-dempetan di pasar tradisional.

Maka dari itu, kebijakan membuka kembali pusat ekonomi adalah kebijakan yang kontraproduktif terhadap penyebaran covid-19.

Karena pastinya sangat sulit untuk bisa menjaga jarak di area padat manusia. Walaupun sudah memakai masker, potensi penularan pun masih besar karena mereka bersentuhan.

Selanjutnya, dalam protokol kesehatan pun mengharuskan kita untuk PHBS. Perilaku hidup bersih yang menjadi salah satu pedoman agar terhindar dari virus pun bukan tanpa masalah. Selain karena kesadaran masyarakat nya yang kurang akan kebersihan.

Kita pun dihadapkan pada permasalahan PDAM yang pelik. Banyak warga yang tak bisa mengakses air bersih. Jika begitu bagaimana mungkin mereka hidup bersih, sedangkan air bersih pun sulit didapat?

Begitupun protokol kesehatan tentang Hidup Sehat. Kesehatan berkaitan dengan pola makan dan pola hidup seseorang.

Kemiskinan yang terus bertambah besar pastilah dibarengi dengan gizi yang buruk. Bagaimana bisa rakyat miskin memikirkan makanan jenis apa yang harus mereka konsumsi, sedangkan setiap hari saja mereka belum tentu makan sehari tiga kali.

Termasuk pola hidup rakyat kebanyakan, yang tak menunjang untuk hidup sehat. Beban hidup agar bisa mencukupi seluruh kebutuhan tentulah teramat berat di negeri ini.

Stres yang melahirkan gaya hidup yang tidak sehat pun akhirnya mempengaruhi protokol kesehatan. Maka, denda yang diberikan pada yang tidak menggunakan masker, sungguh tak menyentuh akar permasalahan.
Selain tak menyentuh akar masalah, kebijakan ini pun seolah menganggap bahwa penyebaran virus semata diakibatkan oleh warga yang tidak patuh.

Padahal, selain memang karena warganya tidak patuh pada protokol kesehatan. Namun yang paling besar pengaruhnya terhadap laju penularan adalah kebijakan pemerintah yang kontraproduktif terhadap penularan covid 19.

Yaitu kebijakan yang berpotensi besar dalam menciptakan kerumunan masa. Seperti dibukanya transportasi, Mall, pasar tradisional dll. Juga kebijakan yang selalu mencari celah untuk menguras uang rakyat.

Sudahlah harga air dan listrik mahal, bansos tak tepat sasaran, ditambah akan diberlakukan denda bagi yang tidak pakai masker.

Sebenarnya, kebijakan denda ini akan bisa efektif jika dibarengi dengan kebijakan lain yang mendukungnya. Seperti bansos yang tepat sasaran, kebijakannya mengutamakan keselamatan nyawa bukan ekonomi. Karena kegiatan ekonomi akan ada jika nyawa masih bersemayam.

Namun, sungguh mustahil dalam sistem ekonomi neolib yang diadopsi negeri ini, mendahulukan nyawa daripada ekonomi. Karena ekonomi yang dimaksud bukanlah ekonomi rakyat kecil, tapi ekonomi pengusaha besar. Korporasi yang menguasai kebijakan negeri ini.

Maka dari itu, Jangan berharap kebijakan yang lahir dari sistem demokrasi kapitalime akan menguntungkan rakyat. Karena sejatinya mereka duduk di pangku kekuasaan, semata untuk membuat kebijakan yang memuluskan pengusaha. Sedangkan kebijakan pro pengusaha selalu berbanding terbalik dengan kebijakan untuk mensejahterakan rakyat.

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam, yang kebijakannya berporos pada keselamatan nyawa. Sehingga kebijakan yang lahir senantiasa sejalan dengan upaya dalam menuntaskan pandemi ini. Negara tidak khawatir dengan rengekan para pengusaha yang rugi akibat kebijakan yang diberlakukannya, karena fokus mereka adalah kemaslahatan umat.

Begitupun masyarakatnya akan memperhatikan betul protokol kesehatan, agar terhindar dari wabah. Termasuk penggunaan masker. Karena kesadaran yang dilandasi oleh keimanan akan menghasilkan amal yang produktif. Artinya, masyarakat yang memahami bahwa islam harus dipakai dalam kehidupannya secara kaffah, mereka akan melakukan social distancing dengan maksimal.

Karena mereka memahami bahwa hal demikian adalah bentuk ikhtiar dalam kesembuhan. Dan ini merupakan perintah Allah Swt.

“Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR Imam Bukhari Muslim).[]

Comment