Kapitalisme Ugal Ugalan, Bencana Melanda. Islam Solusinya

Opini551 Views

 

 

Oleh : Anggraeni, S.E*

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pandemi covid-19 belum usai, kini bencana banjir menambah daftar musibah di negeri ini. Banjir di Kalimantan Selatan pada awal Januari 2021 merupakan banjir terbesar sejak 2006.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo seperti dikutip kompas.com (19/1/2021) mengatakan bahwa setelah 2006, awal tahun 2021 ini bisa dikatakan banjir terbesar dan terluas di Kalimantan Selatan meliputi 11 Kabupaten/Kota.

Curah hujan yang tinggi jelas berdampak dan menjadi penyebab banjir secara langsung. Kendati demikian, masifnya pembukaan lahan yang terjadi secara terus menerus merupakan faktor utama. Kerusakan ekologi di Kalimantan merupakan fakta yang tidak mungkin dibantah.

Kalimantan disebut sebagai salah satu paru-paru dunia dengan hutan terbesar ke 3 di dunia. Kini hutan tersebut telah banyak dialih fungsikan menjadi pertambangan dan perkebunan sawit.

Direktorat Jenderal Perkebunan (2020) mencatat, luas lahan perkebunan sawit di Kalimantan Selatan mencapai 64.632 hektar. Keberadaan perkebunan sawit mengurangi daya serap tanah terhadap air hujan.

Hal ini semakin diperparah dengan pertambangan yang juga kian luas. Berdasarkan laporan tahun 2020 saja sudah terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi.

Hal ini menunjukkan daya tampung dan daya dukung lingkungan di Kalsel dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis. Dari total luas wilayah 3,7 juta hektar hampir 50 persen sudah dibebani izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit.

Inilah buah kapitalisme. Kebebasan kepemilikan yang dijunjung tinggi kapitalisme, menjadikan siapa saja yang memiliki modal bisa mengeruk kekayaan alam tanpa mempedulikan lingkungan, setelahnya rakyat merana dengan banjir yang menimbulkan kerugian.

Daya rusak kapitalisme terhadap alam, manusia, dan kehidupan ini sudah sangat tinggi. Kaum kapitalis telah melakukan kebijakan yang salah dengan mengeksploitasi alam secara ugal-ugalan.

Islam sebagai solusi

Islam sebagai agama paripurna tidak hanya mengatur urusan ibadah belaka. Islam juga mengatur pengelolaan Sumber Daya Alam (SD) agar berdaya guna dan manfaat bagi bangsa dan rakyat secara maksimal.

Namun aturan Islam tidak merusak alam yang pada akhirnya akan merugikan manusia sendiri. Seperti inilah islam mengelola dan menyelesaikan masalah lingkungan:

Pertama, Islam mengatur kepemilikan harta, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Dengan klasifikasi kepemilikan harta, negara tidak akan serampangan menetapkan kebijakan sesuai kepentingannya.

Hutan dan tambang misalnya, tidak boleh dikuasakan pada individu atau swasta. Sebab hutan merupakan harta milik umum. Negara mengelolanya hanya untuk memenuhi hajat hidup masyarakat.

Kedua, Islam mengajarkan mencintai alam dan lingkungan. Hal ini bisa kita lihat dari sejarah peradaban Islam. Ketika mengirim pasukan ke Syam Abu Bakar Radhiyallahu ’anhu berpesan, ” … dan janganlah kalian menenggelamkan pohon kurma atau membakarnya. Janganlah kalian membunuh binatang ternak atau menebang pohon yang berbuah. Janganlah kalian meruntuhkan tempat ibadah. Janganlah kalian membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita.” (HR Ahmad)

Ketiga, Islam mengenal konsep perlindungan lingkungan hidup. Dalam bahasa Arab disebut sebagai “hima”. Secara umum hima berarti kawasan tertentu yang di dalamnya ada sejumlah larangan untuk berburu dan mengeksploitasi tanaman.

Pada masa nabi, Beliau menetapkan Hima an-Naqi dekat Madinah yang di dalamnya ada larangan berburu dalam radius 4 mil dan larangan merusak tanaman dalam radius 12 mil.

Keempat, Islam mendorong aktivasi tanah mati. Dengan pemberdayaan tanah mati, masyarakat bisa mengelola dengan menanaminya.

Kelima, negara melakukan penghijauan dan reboisasi. Dengan begitu, fungsi hutan atau pohon tidak akan hilang.

Keenam, negara memetakan, mengkaji, dan menyesuaikan pembangunan infrastruktur dengan topografi dan karakter alam di wilayah tersebut. Negara memetakan wilayah mana yang pas untuk eksplorasi tambang, pertanian, dan perkebunan tanpa mengabaikan AMDAL di dalamnya. Sebab, kekayaan alam ini dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan diperjualbelikan sebagaimana pandangan kapitalis.

Bencana alam yang sering kali menimpa negeri ini semestinya membuka mata kita terhadap kapitalisme yang abai dari nilai nilai kelestarian alam.

Islam tak menitikberatkan pada sekelompok pihak saja, namun mensejahterakan seluruh masyarakat. Pengelolaan SDA yang maksimal untuk kebutuhan tanpa merusak ekologi yang akan menyengsarakan. Wallohu’alam bish showab.[]

*Praktisi pendidikan

_____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang

Comment