Kasus Korupsi PGN Mangkrak, Jaksa Agung Harus Tegas

Berita403 Views
Kejaksaan Agung Republik Indonesia.[Dok/radarindonesianews.com]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA
– Keluhan Menteri Keuangan terkait Bancakan di BUMN harusnya bisa
dihentikan apabila Kejaksaan Agung tidak masuk angin dalam  menangani
kasus dugaan korupsi di BUMN baik yang dilaporkan masyarakat atau dari
temuan kerugian negara oleh BPK.
“Sebab jika ingin program Trisakti dan
Nawacita Presiden Joko Widodo berhasil, harapan agar Kejaksaan Agung
harus dapat ciptakan efek jera terhadap petinggi BUMN yang melakukan
bancaan di BUMN dengan dalih keputusan Kebijakan yang tidak dapat
dikriminalkan sekalipun negara rugi trilyunan rupiah dari kinerja laba
dan omset terhadap  BUMN dijadikan bancaan,” ungkap Arief Poyuono selaku
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Jakarta. Jumat (9/9).
Selain
itu, begitu juga dengan BPK yang merupakan sebuah lembaga, menurut
Arief Poyuono mestinya berkewajiban mengaudit BUMN serta hasil audit
digunakan sering digunakan sebagai bukti tindak pidana korupsi oleh
penegak hukum jika telah terjadi penyelewengan Keuangan di BUMN juga
terkesan ikut memgamankan para pelaku bancaan di BUMN.
“Karena
di BPK patut dicurigai juga adanya mafia audit laporan keuangan agar
BUMN yang jadi objek bancaan oleh oknum Direksi dan pegawai BUMN sulit
dibuktikan,” ujarnya lagi.
Kemudian Arief
Poyuono turut memberikan permisalan seperti contoh, PGN yang merupakan
perusahaan gas yang akan menjadi anak bagian dari  holding energi
dibawah Pertamina  sebaiknya sebelum dimasukan dalam holding Kejaksaan
Agung harus serius dan cepat menangani kasus dugaan Korupsi FSRU (
Floating Storage Regasification Unit) di Lampung  yang merugikan negara
ratusan miliaran dan yang sudah mangkrak hampir setahun lebih di
Kejagung.
“Apalagi Kejagung sudah melakukan
cekal terhadap Direktur Utama PGN terkait kasus tersebut, belum lagi
berbagai dugaan kasus bancaan di PGN lainnya seperti terjadi
ketidakwajaran harga gas yang diproduksi PGN yang begitu mahal harga
hingga membebani dunia usaha,” tukasnya lagi.
Hal
ini dibuktikan dengan terjadinya ketidak inefisiensi  karena PGN
mempertahankan struktur distribusi bertingkat atau berlapis. Dalam hal
ini, PGN tidak menjual langsung kepada end user namun kepada
trader-trader yang bertingkat, sehingga harga jual bisa sangat mahal.
Apalagi
jika dilihat dari sisi Laba PGN pada semester I-2016 yang  terjun
bebas. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih
mereka hilang sampai sekitar USD 70 juta atau sekitar Rp 1 triliun.
Anehnya, anjloknya laba terjadi ketika pendapatan PGN meningkat dari USD
1,42 miliar menjadi USD 1,44 miliar.
“Pasti
ini bukan sebuah kewajaran masa omset meningkat tapi laba bersih bisa
hilang diduga laba bersih yang hilang itu dinikmati para pelaku bancaan
di PGN,” jelasnya.
Karena itu, Federasi Serikat
Pekerja BUMN Bersatu menilai penjualan gas milik PGN mirip dengan ke
pembelian minyak di Pertamina yang tidak langsung membeli ke National
Oil Company( NOC) negara penghasil minyak  ,trader tingkat pertama atau
pemilik refinery tapi melalui para broker dan trader tingkat ke 3 atau 4
sehingga banyak fee yang harus dikeluarkan oleh Pertamina .bedanya
kalau PGN sebagai penghasil produk gas Rugi tapi NOC justru untung dan
labanya meningkat .
“Karena itu Menteri Negara
BUMN harus segera melakukan RUPS Luar Biasa di PGN untuk mencopot semua
Direksi PGN yang berkinerja buruk dan menghambat cita-cita Presiden
Jokowi untuk menuju swasembada pangan. Juga mendesak Jaksa Agung untuk
segera menentukan tersangka dalam kasus korupsi di FSRU, dan mendesak
KPK untuk melakukan supervision kasus tersebut ,Serta mendesak KPK untuk
bisa menyelidiki dugaan bancaan di PGN,” tandasnya.[Nicholas]

Berita Terkait

Baca Juga

Comment