Kebijakan Absurd di Tengah Pandemi

Opini479 Views

 

 

Oleh : Hani Handayani, Pemerhati Kebijakan Publik

________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Belum usai kisruh dana hibah 2 Triliun dari keluarga Akidi Tio, yang sampai saat ini tidak ada kepastian apakah dana tersebut ada atau tidak – masyarakat kembali ramai memperbincangkan dana yang digelontorkan pemerintah untuk mengecat pesawat kepresidenan sekitar 2 miliar.

Tentu dua kasus ini menjadi ramai terkait uang yang jumlahnya tidak sedikit mengingat perekonomian rakyat saat ini sedang sakit.

Kabar pengecatan pesawat kepresidenan pertama kali diketahui publik lewat cuitan mantan anggota ombudsman Republik Indonesia yang juga sebagai pengamat penerbangan.

Dalam cuitan itu mengatakan, “Hari ini masih saja  foya-foya untuk warna pesawat kepresidenan. Biaya cat ulang pesawat jetra B737-800 berkisar antara $100.00 sampai $ 150.000 atau setara Rp 1,4 miliar sampai 2,1 miliar.

Hal ini pun dibenarkan oleh Kepala Sekretariat Presiden (Kaset pres) Heru Budi Hartono, yang mengatakan rencana alokasi dana ini sejak tahun 2019 melalui APBN, (kompas.com, 4/8/2021).

Dilansir dari kompas.com pada tahun 2014 lalu, pesawat kepresidenan ini pertama kali dipesan pada saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di mana setelah 69 tahun merdeka Indonesia akhirnya memiliki pesawat kepresidenan sendiri. Saat itu cat pesawat berwarna biru muda pada punggung dan berwarna putih di bagian lamban pesawat.

Saat itu (2014) Jokowi Dodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sempat mengkritik keras pembelian pesawat kepresidenan. Saat itu ketika ditanya perihal pesawat tersebut dirinya mengatakan masih banyak kebutuhan yang mendasar, pendidikan dan kesehatan. Jejak digital ini masih bisa dilihat di media online.

Kehilangan Sense of Crisis

Saat situasi pandemi covid-19 yang belum juga usai, berbagai protokol kesehatan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berdampak pada terganggunya sektor ekonomi rakyat.

Lihatlah fakta di lapangan, berapa banyak rakyat yang kehilangan pekerjaan, berapa banyak perusahaan yang gulung tikar, terlebih para pedagang kecil, kekurangan vaksin karena keterbatasan dana.

Di sektor kesehatan, persoalan keterbatasan oksigen yang sulit didapat, intensif para tenaga kesehatan yang masih dikeluhkan karena belum cair, keterbatasan ruang perawat dan masih banyak persoalan di masa pandemi ini yang belum tuntas karena kekurangan dana.

Keputusan pemerintah untuk memperbaiki fasilitas kepresidenan di  situasi saat ini sejatinya bisa ditunda menimbang penderitaan rakyat yang masih sangat kentara. Kebijakan ini bukanlah sesuai yang urgen tetapi sangat absurd.

Pemerintah sejatinya kapabel dalam  memilah sebuah kebijakan, mana yang sifatnya penting, mendesak, penting dan mendesak, mana yang bisa di tunda. Hal ini pula yang dikritik oleh Politisi Gerindra, Fadli Zon.

Fadli mengatakan, pengecatan pesawat kepresidenan tidak bersifat mendesak. Apalagi kondisi pesawat masih laik terbang, (republika.com 4/8/2021). Jelas ini langkah yang absurd di tengah Pandemi.

Seyogianya seorang pemimpin bisa menjadi contoh dalam efesiensi pengeluaran dana negara. Dibutuhkan manajemen dan pengelolaan yang disesuaikan dengan pengalokasian anggaran tepat guna dan selaras dengan situasi yang terjadi.

Dengan pertimbangan ini, masyarakat akan menilai bahwa pemerintah tidak kehilangan hati nurani di situasi kritis saat ini.

Contoh keteladanan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz yang begitu khawatir, penuh pertimbangan mengelola dan mendayagunakan kas negara dengan prinsip dan skala prioritas

Teladan Pemping dalam Islam

Mengutip buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, dikisahkan bagaimana Umar bin Khattab sebagai seorang Khalifah (Kepala Negara), memakai baju yang ada tambalannya.

Diwayatkan dalam Al-Muwaththa, bahwa Anas bin Malik RA, “Aku melihat Umar bin Khattab pada masa khilafahnya memakai jubah yang bertambal di dua pundaknya.”

Masih dengan kesederhanaan beliau  Ibnu Zanjuwaih (wafat 247 Hijriyah) meriwayatkan dalam bukunya al-Amwal, ia berkata, “Umar bin Khattab memiliki seekor unta. Suatu waktu budaknya memerah susu dari seekor unta  milik negara (Baitul mal), yang kehilangan anaknya.

Budak itu menjelaskan bahwa dia memerah susu unta tersebut agar tidak kering. Mendengar penjelasan itu  Umat marah dan mengatakan kepada budaknya, “ celakalah engkau! Engkau beri aku minuman dari neraka!”

Pun kisah lainnya dari Umar bin Abdul Aziz yang menjabat sebagai Khalifah Bani Umayyah (tahun 99 H sampai 101 H) yang di bawah kepemimpinannya mampu menguasai dua per tiga belahan dunia pada waktu itu.

Dikisahkan, pada suatu musim dingin beliau akan wudhu  dan  budaknya membawakan air panas untuk ia berwudhu. Ia pun bertanya kepada budaknya di mana air wudhu itu dipanaskan, budaknya menjelaskan bahwa ia memanaskan air itu di atas tungku dapur umum milik Baitul maal.

Saat itu juga Umar memerintahkan Muzahim (orang kepercayaannya) memperkirakan berapa kayu bakar yang telah terpakai di dapur umum selama ia memanaskan air wudhu untuknya. Kemudia ia mengganti kayu bakar yang terpakai  sebanyak yang ditaksir  dan menyerahkannya ke dapur umum (Sirah Umat bin Abdul Aziz).

Dikisahkan, di lain waktu yang diriwayatkan Ibnu Asakir bahwa gubernur Yordania mengirimkan dua keranjang kurma kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ketika kurma itu diterima ia mengetahui kendaraan  yang digunakan dari kendaraan (kuda) pos milik negara, maka ia memerintahkan kurir agar menjual kurma tersebut ke pasar dan hasil penjualannya di serahkan ke baitul maal. Saat itu yang membeli kurma itu adalah seorang laki-laki dari Bani Marwan (kerabat Khalifah), dan menghadiahkannya kepada Khalifah.

Saat menjumpai dua keranjang kurma hadiah dari kerabatnya Umar yakin itu kurma yang berasal dari gubernur Yordania tadi. Lalu dia memakan satu keranjang kurma itu bersama hadirin yang ada di majelisnya dan sisanya di berikan ke istrinya. Lalu dia mengeluarkan uang seharga dua keranjang kurma dan menyerahkan ke baitul maal (Tarikh Dimasyq).

Inilah keteladanan kepemimpinan dalam Islam yang dilandasi akidah Islam, membuat mereka sangat berhati-hati dalam menggunakan dana atau fasilitas negara. Keimanan yang kuat membuat mereka tidak mau sewenang-wenang menggunakan dari baitul maal.

Semoga keteladanan ini bisa diikuti para pemimpin di negeri ini, agar mereka lebih bijak dalam mengalokasikan anggaran negara.Wallahu a’lam.[]

 

 

Comment