Klaim China Atas Natuna, Bagaimana Sikap Dan Ketegasan Indonesia?

Opini507 Views

 

 

Oleh : Anis Zakiah, Mahasiswi USN Kolaka

_________

RADARINDONESIANEWS., JAKARTA Kapal China terobos laut Natuna dan memberi sinyal agar Indonesia menyetop pengeboran minyak. Klaimnya bahwa Natuna adalah wilayah mereka. Hal ini terjadi karena pemerintah Indonesia tidak mampu menjaga wibawa, banyak tergantung pada China dan gagal menjaga kedaulatan.

Dilansir dari BagikanBerita.com, kapal patroli China menerobos batas teritorial negara Indonesia pada 12 September 2020. Kapal latihan militer China tak segan memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia atau disebut Natuna.

Kepala badan keamanan laut (Bakamala) RI Laksamana Madya Aan Kurnia mengungkapkan, kapal patroli China memasuki ZEE di 200 mil lepas pantai kepulauan Natuna Utara pada Sabtu 12 September 2020 dan menyingkir pada Senin 14 September setelah dilakukan komunikasi radio.

Di bawah hukum internasional, kapal asing diizinkan melalui ZEE suatu negara, tetapi Aan menyebut kapal tersebut terlalu lama berada di ZEE Indonesia.

“Karena yang ini mengapung, lalu berputar-putar, kami menjadi curiga, kami mengetahui bahwa itu kapal penjaga pantai China,” katanya seperti dilansir Reuters, seraya menambahkan angkatan laut dan penjaga pantai akan meningkatkan operasi di perairan itu. Indonesia mengganti nama bagian Utara ZEE Malaysia, Filipina, dan Vietnam, yang mengganggu penangkapan ikan dan kegiatan energi.

Sebuah surat dari diplomat kepada kementerian luar negeri Indonesia menuntut Indonesia menghentikan pengeboman di rig lepas pantai di sana. China berdalih lokasinya berada di wilayah yang diklaim milik China. Masalah tersebut rupanya sudah terjadi sejak awal tahun ini. Tuntutan China tersebut meningkatkan ketegangan antara Indonesia dan Beijing atas perairan tersebut.

China sendiri memiliki klaim yang luas atas perairan laut China Selatan dan bersengketa dengan sejumlah negara dikawasan tersebut. Sementara itu, Indonesia mengatakan ujung selatan laut China Selatan tersebut zona ekonomi eksklusifnya menurut konvensi PBB tentang hukum laut.

Indonesia menamai wilayah tersebut dengan Laut Natuna Utara pada 2017. Dengan payung huku itu, Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di sana.

Perairan tersebut memang kaya akan sumber daya alam. Cadangan migas di Natuna Utara juga tidak bisa disepelekan. Menurut laporan kementerian energi dan sumber daya mineral (ESDM), cadangan migas di laut Natuna Utara cukup besar.

Badan keamanan laut republik Indonesia (Bakamala) menuturkan kapal-kapal China itu mulai terdeteksi muncul di perairan Natuna sekitar 10 Desember 2019. Indonesia melayangkan nota protes kepada China setelah puluhan kapal-kapal nelayan mereka, yang dikawal pasukan penjaga pantai dan kapal perang tregat berlayar diperairan dekat Natuna, kepulauan Riau, pada 24 Desember 2019.

Lemahnya Negara Atas Klaim Natuna

Setelah menelaah kronologi dan dasar klaim masing-masing negara, jelas Indonesia lebih kuat hukumnya. Tidak ada alasan untuk melunak dan berdiplomasi, apalagi pihak China sudah mengarahkan kapal-kapal yang sudah menunjukkan arogansinya.

Seharusnya Menteri Pertahanan (Menhan) yang mempunyai kewenangan, mengambil tindakan tegas atas pelanggaran tersebut. Namun sayang, seribu sayang, Menhan Prabowo justru mengeluarkan pernyataan bahwa China adalah sahabat. Sampai disindir oleh mantan menteri kelautan Susi Puji Astuti agar mampu membedakan mana sahabat, mana pencuri, dan mana investor. Sangat disayangkan jika tak mampu mengambil tindakan tegas atas ancaman kedaulatan negara. Apalagi kaum nasionalis sering teriak NKRI harga mati. Saatnya pernyataan tersebut dibuktikan.

Seharusnya masyarakat sadar perlawanan kasus ini terganjal karena Indonesia memiliki utang yang tak sedikit terhadap China. Belum lagi sejumlah investor kelas kakap telah menancapkan kuat di Indonesia.

Sangat sulit bagi Indonesia untuk melakukan perlawanan secara fisik. Mengingat beberapa pertimbangan untung rugi, yang pada dasarnya berseteru atau tidak dilawan secara fisik atau tidak, posisi Indonesia sangat lemah.

Dari sisi utang luar negri, berdasarkan data statistik utang luar negeri Indonesia (SULNI) yang dirilis Bank Indonesia (BI) periode terbaru, yakni per September 2019, utang Indonesia yang berasal dari China tercatat sebesar 17,75 miliiar dollar AS atau setara Rp. 274 triliun (Kurs Rp. 13.940).

Dari segi investasi sebesar 2,3 miliar dollar AS atau 16,2 persen dari total PMA. Tentu adalah angk yang tak sedikit. Siaga senjata tak mungkin karena alutsista Indonesia sangat minim dan tidak secanggih negara adidaya. Kalah dana, kalah canggih. Tidak seimbang, persoalan selanjutnya adalah political wilayahnya yang tidak ada untuk menjaga kedaulatan negara.

Mungkinkah China murni mendatangkan sejumlah kapal hanya untuk mengamankan wilayah perburuan negara China? Tentu tidak. Jika dianalisa potensi Natuna sangat luar biasa, yaitu cadangan gas terbesar dunia. Tentu ini adalah daya tarik amat kuat bagi asing. Apalagi memiliki dana, keahlian dan kemampuan menguasai maka tak mungkin disia-siakan.

Potensi lain yang tak kalah mempesona adalah kekayaan faunanya yang terbesar di sepanjang laut Natuna. Semua ibarat gadis cantik yang mempesona yang menjadi rebutan pria kaya nan berkuasa. Siapapun yang mengenalnya pasti ingin memilikinya, baik dengan cara normal ataupun brutal.

Islam Menjaga Batas Negara
Sudah seharusnya bagi para penguasa muslim di sekitar zona ekonomi eksklusif ZEE Indonesia mengadopsi kembali visi maritim Islam yang akan membebaskan tanah dan laut mereka dari ketundukan terhadap kufar dengan supremasi hukum-hukum Islam.

Sebuah visi yang menjadikan dorongan iman, jihad, dan ketakwaan sebagai fondasi bukan keserakahan dan penjajahan Ekonomi seperti hari ini. Ingatlah keutamaan jihad dilautan, sabda Rasulullah Saw,  “Satu kali berperang di lautan itu lebih baik dari sepuluh kali berperang di daratan. Orang yabg berlayar di lautan (Dalam jihad) adalah seperti orang yang telah mngurungi seluruh lembah (daratan). Dan orang yang mabuk di lautan (dalam jihad) adalah seperti orang yang bersimbah darah (dalam jihad).” (HR. Al-Hakim no 2634 dan Ath-thabarani dalam Mu’jan al-kabir).

Islam menjaga kedaulatan negara, Islam bukan hanya agama ritual. Islam memiliki aturan lengkap, termaksud penjagaan batas-batas negara. Penjagaan terhadap batas-batas negara Islam disebut ribath. Orang-orang yang melakukan penjagaan di batas-batas negara mendapatkan kemuliaan yang besar di sisi Allah SWT. Dalam hadits dari Salman, Rasulullah Saw bersabda : “Menjaga perbatasan sehari-semalam di jalan Allah SWT itu lebih baik dari puasa satu bulan dan malam-malamnya di didirikan Qiam Al-Lail. Jika ia mati, maka ia mendapat pahala sesuai dengan amalannya, mendapatkan Rizki dari sisi Allah SWT, dan aman dari fitnah dunia-akhirat”. (HR. Thabrani).

Maka sudah selayaknya jika benar-benar ingin menjaga negeri, penerapan Islam secara kaffah tidak perlu ditakuti. Wallahu’alam.[]

Comment