![]() |
PN Jaksel saat gelar Praperadilan oleh korban salah tangkap.[Nicholas/radarindonesianews.com] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Edi Suripto, tersangka yang menjadi korban salah tangkap ajukan sidang praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (28/3/2018) atas kasus dakwaan yang menimpa dirinya terkait kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Sebutlah, C usia 7 tahun, selaku korban kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur, berdomisili di kawasan Tebet. Berdasarkan pengaduan dari B, ayah kandung C dengan laporan polisi nomor 197/K/XII/2017/sek.Tebet dengan dakwaan tindak pidana pencabulan anak pasal 82 jo.pasal 76 E UURI no.35 tahun 2014, dengan peristiwa yang terjadi tiga (3) bulan, tepatnya pada 4 Desember 2017.
“Korban salah tangkap tersebut kemudian mengajukan permohonan praperadilan berdasarkan pasal 124 UURI nomor 8 tahun 1981 KUHAP.” Demikian ungkap Steven Sitohang S.H sebagai kuasa hukum ES.
ES, Pelapor menunjukan 1 (satu) TKP dirasa direkayasa oleh pihak termohon, hingga terbit uraian tempat kejadian perkara,” papar Steven usai persidangan praperadilan yang digelar Rabu (28/3).
Lanjutnya, pada pertengahan bulan November 2017, ayah korban C bersama kawan kawannya mencari pelaku pencabulan anaknya di gang kecil RT.11 dengan RT 12 , RW 03, tepatnya sebelah barat rumah tersangka.
Kuasa hukum ES, Advokat Edy TJ dan partners melanjutkan perkara tersebut dinilainya salah tangkap karena saat reka ulang pada Jumat (9/2) 2018, di dalam rumah tersangka tidak ada saksi, bukti bukti dan tersangka tidak dihadirkan.
“Akan tetapi korban dipandu pelapor dan termohon lakukan reka adegan pencabulan,” pungkas Edy Tjahyono pada media.
Berdasar surat perpanjangan penahanan tersangk, telah terjadi tindak pidana (TKP/Locus Delecti) yang berbunyi telah terjadi tindak pidana (TKP/Locu Delecti) perlindungan anak di bawah umur pada hari Senin,4 Februari 2017 di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Perlu digarisbawahi, menurutnya bahwa sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan dan memasuki rumah ?
“Penangkapan diatur dalam pasal 17 UU tahun 1981 tentang KUHAP. Termohon I / Penyidik tidak memiliki / mempunya 2 (dua) bukti permulaan yang cukup,” paparnya.
Kemudian, dalam perihal surat perintah penahanan termohon I / penyidik oleh tersangka pada tanggal 7 februari 201 bahkan sempat ditolak, bebernya lagi.
Surat Perintah Perpanjangan Penahanan yang diterbitkan, di sinilah, pungkas pihak kuasa hukum menilai kalau pihak termohon II dirasa tumpang tindih dan penuh rekayasa termohon I.
“Mencantumkan permintaan perpanjangan dengan dilampirkan, surat perintah penahanan dari termohon I,” tandasnya, maka itu upaya hukum saat ini korban ajukan praperadillan.
Sidang Praperadilan yang dipimpin oleh Majelis Hakim Abdul Muzamilini tidak dihadiri pihak termohon.[Nicholas]
Comment