Mamik Laila*: Ide Sekolah Dibuka Juli, Sarat Nafas Kapitalis

Opini453 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARYA – Pandemi Covid-19 ini telah merebak keseluruh wilayah Indonesia. Tak terkecuali di pelosok desa. Genap dua bulan sekolah di instruksikan untuk melakukan pembelajaran via daring, dalam jaringan pada siswa-siswanya. Kondisi yang tidak ideal pun harus di jalani oleh para siswa.

Pembelajaran tersebut membutuhkan peran orang tua sebagai fasilitator dan guru dadakan. Berbagai gejolak muncul dengan diterapkan sekolah di rumah, baik oleh guru sekolah formal, siswa maupun orangtua.

Kemendikbud sebagaimana dilansir cnnindonesia.com (11/5/2020), berencana membuka lagi sekolah pada pertengahan Juli mendatang. Meskipun akan di lihat kembali sekolah-sekolah mana yang akan dibuka, namun tampak ada sesuatu yang janggal.

Pasalnya, ekonomi Indonesia benar-benar dalam keadaan terseok-seok menghadapi Covid19. Sempat diberitakan biaya yang digunakan menangani wabah ini, paling rendah di banding negara-negara lain.

Pun dari para pengusaha mereka berpikir beribu-ribu kali untuk tetap mempertahankan eksistensi kapitalisasinya. Dan hubungan mesra yang berjalan dengan penguasa negeri +62.

Bisa dilihat dari berbagai kebijakan yang berpihak pada para komprador. Dibukanya transportasi udara, banyak warga asing terutama Cina masuk ke negeri +62, awal tahun 2020 negeri ini juga mengekspor besar-besaran masker dan APD ke luar negeri hingga pas di butuhkan rakyat tinggal gigit jari.

APD yang minim akhirnya mengimport dari Cina melalui skema bantuan atau pembelian langsung. Para pelaku bisnis kapitalis mengambil peluang di tengah wabah. Belum lagi yang terbaru minyak dunia yang turun drastis, tidak dibarengi dengan turunnya harga minyak di Indonesia.

Meski dikatakan masih ingin melihat fluktuasi harga minyak dunia. Namun alasan yang dikemukakan tidaklah mengikuti kaidah hukum ekonomi. Ada apa dengan negeri +62?

Ini semakin memperlihatkan hubungan mesra kaum Borjuis dengan penguasa di negeri ini. Mereka bergandengan tangan, bahu membahu. Padahal secara dasar mereka sudah berbeda.

Pengusaha akan terus mengembangkan kekayaan. Dan penguasa adalah pelayan rakyat, memberi kan layanan untuk kesejahteraan, keamanan dan kenyamanan rakyat.

Jelas dua prinsip yang sangat berbeda ini akan menjadikan salah satu mengikuti yang lain dan posisi yang memiliki kuasa penuh adalah pengusaha. Maka tak ayal penguasa yang ada adalah boneka dari tuannya.

Akhirnya memunculkan diprediksi bahwa dimasukkannya anak sekolah pada pertengahan Juli depan tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan kaum kapitalis. Pasalnya dengan masuknya anak-anak sekolah, alat transportasi bisa berjalan lagi secara normal.

Tidak hanya transportasi yang diuntungkan, agen-agen buku, barang-barang elektronik yang dibutuhkan sekolah, majalah bahkan para pelaku bisnis kecil penjual jajanan di sekolahkan pun bisa melakukan aktivitas nya.

Ini yang sebenarnya melandasi dibukanya sekolah pada bulan Juli depan, pemulihan kondisi sosial ekonomi.

Penguasa benar-benar menjadi abdi para kapitalis. Pasalnya, Pandemi ini belum benar-benar terbukti terlihat penurunannya. Sampai tanggal 12 Mei 2020, data kasus yang muncul ada 14.749 kasus, meninggal 1.007 orang, sembuh 3.063 orang (covid19.go.id).

Federasi Serikat Guru Indonesia seperti dilansir cnnindonesia.com (9/5/2020) khawatir siswa dan guru menjadi korban wabah covid-19.

Kekhawatirannya pada koordinasi yang dilakukan pusat dan daerah yang terlihat tidak sinkron dalam penanganan wabah.

Inilah yang dikhawatirkan berbagai pihak, apakah data yang diberikan benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sudahkah dipastikan bahwa virus tidak lagi menyebar dan mereka yang terinfeksi sudah diisolasi. Apakah juga sudah dilakukan tes massal dan PCR? Padahal seringkali muncul dipermukaan kekurangan alat tes dll.

Jelas ada perbedaan dengan penanganan wabah di negara khilafah. Melihat situasi wabah dengan penanganan yang jauh berbeda.

Bagi negara khilafah atau yang menerapkan Islam sebagai satu kesatuan sistem kehidupan. Memikirkan nasib rakyat adalah suatu kepastian yang tidak boleh di utak-atik. Penguasa sadar betul bahwa mereka pelayanan rakyat yang bertugas melayani rakyat. Termasuk dalam keadaan terjadi wabah dimana-mana.

Bisa di lihat bagaimana Umar Bin Khattab menangani kekeringan di negerinya dengan sangat cepat. Bahkan beliau sebagai kepala negara mengharamkan dirinya untuk makan-makanan yang enak. Di sebutkan dalam sejarah, Umar hingga terlihat lebih kurus dari sebelumnya.

Di sisi lain, beliau segera mencari solusi supaya rakyat yang menjadi tanggung jawabnya segera teratasi masalah kelaparannya dengan meminta bantuan negeri lain, Mesir dan Baghdad yang terkenal negeri kaya.

Di samping itu, ketika ada wabah negara khilafah pun mengambil kebijakan dengan cekatan. Untuk segera me-lockdown kota tersebut. Tidak diperbolehkan keluar masuk kota. Tentunya ini berimbas pada ekonomi negara.

Namun, dengan sigap negara menyiapkan kebutuhan pokok mereka yang terisolasi. Tidak pula dibayang-bayangi pengusaha untuk menekannya dalam pengambilan kebijakan. Tidak berpikir dulu bagaimana ekonomi tetap berjalan di negaranya. Meskipun wilayah-wilayah lain yang akhirnya terimbas ekonominya.

Begitulah watak rezim ruwabidhoh, seolah mereka mengurusi rakyat namun sejatinya yang mereka urusi adalah urusan perut dan golongan mereka sendiri. Belumkah cukup bukti untuk segera mengambil sistem Islam yang terbukti mampu mengurusi urusan kehidupan manusia?[]

 

*Praktisi Pendidikan

Comment