Meraih Tujuan Takwa, Butuh Aturan Sistemik

Opini531 Views

 

Oleh: Sherly Agustina, M.Ag, Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Allah Swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (TQS. Al Baqarah: 183).

Selama bulan Ramadan 2021 siaran televisi diperketat. Lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya. Serta tidak menampilkan muatan yang mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan. Hal ini disampaikan secara tegas oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Ketentuan tersebut berdasar surat Edaran Nomor 2 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran Pada Bulan Ramadan, yang dikeluarkan 17 Maret 2021. Jika ada pelanggaran terkait ketentuan tersebut, maka KPI akan menindak sesuai kewenangan yang berlaku. Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan, maksud dan tujuan dari edaran ini adalah untuk menghormati nilai-nilai agama berkaitan dengan pelaksanaan ibadah di bulan Ramadhan (Deskjabar.com, 24/3/21).

KPI pun menghimbau, lembaga penyiaran tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudarat atau keburukan bagi khalayak kecuali ditampilkan sebagai orang yang menemukan kebaikan hidup, insaf atau tobat. Aturan wajib bagi lembaga penyiaran harus menerapkan protokol kesehatan untuk menekan laju persebaran COVID-19. Merujuk pada Keputusan KPI Pusat Nomor 12 Tahun 2020 tentang Dukungan Lembaga Penyiaran dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Persebaran COVID-19 (Tirto.id, 20/3/21).

Inisiatif, geliat dan aturan yang dibuat oleh KPI bekerja sama dengan pihak lain di antaranya MUI harus diapresiasi dengan baik. Sebagai upaya positif agar selama proses ibadah umat Islam di bulan Ramadhan dapat dilakukan dengan khusyu’. Tentu aturan ini harus didukung oleh semua pihak agar bisa terlaksana dengan baik.

Bukan Sekadar Aturan

Ingat ungkapan bahwa aturan dibuat untuk dilanggar, atau aturan sudah baik namun tanpa aplikasi yang baik dan disiplin tak ada gunanya. Artinya, aturan yang sudah dibuat dengan baik oleh pihak KPI harus dilaksanakan dengan sebaiknya terutama bagi seorang muslim. Apalagi muslim di Indonesia mayoritas, sudah selayaknya memiliki sikap yang baik sebagai seorang muslim yang  patuh pada aturan.

Namun, dalam sistem kapitalisme dimana kehidupan materialistik lebih mendominasi karena memiliki asas sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Terkadang, kehidupan materi lebih diutamakan dari agama. Ramadhan, bisa jadi ajang mendulang keuntungan lewat tayangan-tayangan yang komersil tapi tak sesuai aturan.

Hiburan yang isinya gosip, nyinyir dengan bahan lelucon justru lebih banyak diminati agar tayangan ramai dan disukai. Kalaupun ada yang agamis atau islami, hanya sekadar meraih rating lembaga penyiaran tertentu bukan karena dorongan keimanan dan ibadah. Walau demikian, di antara ratusan tayangan yang mengutamakan komersil masih ada tayangan yang jujur dan positif ingin mendidik para penonton.

Maka, agar tujuan takwa dapat diraih oleh seorang muslim sebagaimana yang tertuang di dalam Al Qur’an yang dibutuhkan bukan hanya sekadar aturan dari lembaga penyiaran dan MUI saja. Butuh aturan yang sistemik, bahkan sistem yang mendukung tujuan takwa tersebut. Lebih dari itu, seharusnya ada sebuah sistem yang memiliki aturan terkait hal tersebut karena  sistem memiliki sifat  memaksa.

Pertanyaannya, adakah saat ini sistem yang paripurna yang memiliki aturan sempurna di antaranya mengatur tentang tayangan selama Ramadhan harusnya seperti apa. Selain itu mengatur juga bahwa tayangan-tayangan yang baik dan positif bukan hanya berlaku selama Ramadhan saja tapi juga di luar Ramadhan. Jika melihat sistem yang ada sekarang,  yang dominan hanya materi dan memisahkan agama dari kehidupan maka sulit sekali membuat aturan sepert itu.

Butuh Aturan Sistemik untuk Meraih Tujuan Takwa

Tujuan berpuasa adalah agar meraih takwa, Imam At Thabari menafsirkan ayat ini: “Maksudnya adalah agar kalian bertaqwa (menjauhkan diri) dari makan, minum dan berjima’ dengan wanita ketika puasa.” Kemudian, Imam Al Baghawi memperluas tafsiran tersebut dengan penjelasannya: “Maksudnya, mudah-mudahan kalian bertaqwa karena sebab puasa. Karena puasa adalah wasilah menuju taqwa. Sebab puasa dapat menundukkan nafsu dan mengalahkan syahwat. Sebagian ahli tafsir juga menyatakan, maksudnya: agar kalian waspada terhadap syahwat yang muncul dari makanan, minuman dan jima.”

Takwa maksudnya adalah manusia bisa menundukkan dan mengendalikan hawa nafsu dan syahwat. Untuk meraih takwa, dibutuhkan usaha dari pribadi muslim itu sendiri dengan taat syariah dan terus mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, butuh dukungan di luar diri manusia itu sendiri baik keluarga, lingkungan dan sistem.

Ada aturan tentang tayangan apa saja yang diperbolehkan di bulan Ramadhan cukup membantu bagi seorang muslim. Namun, lebih dari itu umat Islam butuh sistem yang bisa mendukung dan mewujudkan takwa. Aturan yang benar-benar menjaga kondisi keimanan agar tetap ‘on’, yang saling mengingatkan dalam kebaikan dan kebenaran dan menambah taat serta dekat kepada Rabb Sang Pencipta alam.

Bukan aturan atau sistem yang hanya sekadar lipsinc, tapi aturan yang orientasinya akhirat. Karena manusia hidup di dunia hanya sementara, dunia hanya tempat singgah sementara akhiratlah tempat yang kekal abadi selamanya. Aturan yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa.

Aturan ini haruslah datang dari yang menciptakan manusia, alam semesta dan seisinya. Karena Pencipta tersebut jauh lebih tahu mana yang terbaik bagi ciptaan-Nya.

Aturan yang menyelamatkan bukan menyesatkan, menyejahterakan bukan menyengsarakan dan membawa rahmat ke seluruh alam. Aturah tersebut yaitu Islam yang dibawa oleh Baginda Rasul Saw., dan pernah diterapkan di dunia selama berabad-abad dan menguasai 2/3 belahan dunia.

Peradabannya gemilang, menyilaukan dan membuat musuh Islam segan berhadapan dengannya. Peradaban yang cemerlang, hingga mampu melahirkan generasi dan ulama cemerlang sepanjang sejarah.

Dunia pun mengakui peradaban tersebut, karena cahaya keimanan yang dipancarkan dan ilmu yang dihasilkan memberi kontribusi yang luar biasa bagi dunia. Mari kita wujudkan sistem shahih ini dan menjemput janji-Nya serta kabar gembira dari kekasih-Nya. Allahu A’lam bi ash Shawab.[]

 

Comment