Mulyaningsin, S. Pt*: New Normal, Antara Trend dan Islam

Opini452 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARYA – Waktu berlalu begitu cepat, Ramadan telah meninggalkan kita. Berganti dengan Syawal nan penuh suka cita. Namun, nyatanya pandemi ini masih saja mendampingi kita. Terlebih, di beberapa kota makin meningkat jumlah kasusnya. Innalillahi, kapankah semua ini akan berlalu?

Pemerintah tampaknya akan segera melonggarkan aktivitas sosial serta ekonomi dan bersiap kembali beraktivitas dengan skenario new normal. Pemerintah sudah gencar mewacanakan ini dan mulai menerapkannya pada lingkungan kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Dwi Wahyu Atmaji mengatakan skenario ini merupakan pedoman yang disiapkan agar PNS dapat bekerja optimal selama vaksin Corona belum ditemukan. Dia mengatakan waktu penerapan skenario kerja ‘new normal’ ini akan bergantung pada arahan dari Gugus Tugas Covid-19. (cnbcindonesia.com, 25/05/20)

Melihat kebijakan yang akan diluncurkan oleh pemerintah tentunya banyak hal yang harus dipersiapkan. Karena di tengah pandemi yang belum mereda ini, kebijakan new normal tentunya menuai protes dari berbagai pihak. Seperti yang diungkapkan oleh Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia, belum saatnya karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari.

“Jadi, new normal ini adalah sesuatu yang akan dihadapi, namun berbincang new normal ini banyak pra syaratnya. Pertama, syaratnya harus sudah terjadi perlambatan kasus. Dua, sudah dilakukan optimalisasi PSBB,” sebutnya. Ketiga, masyarakatnya sudah lebih memawas diri dan meningkatnya daya tahan tubuh masing-masing. Keempat, pemerintah sudah betul-betul memperhatikan infrastruktur pendukung untuk new normal. (merdeka.com, 25/05/2020)

Kehidupan secara normal tentunya menjadi dambaan bagi setiap insan saat pandemi ini. Karena merasa lelah dan bosan terus ‘stay at home’. Namun, apa mau dikata hal itulah yang terbaik bagi kita untuk saat ini agar dapat memutus rantai penyebaran virus. Terlepas dari itu, ketika mendengar kebijakan new normal yang akan diberlakukan oleh pemerintah, tentunya kita menjadi khawatir dan was-was. Sejatinya di negeri ini kasus Corona masih saja ada peningkatan untuk setiap harinya. Lantas, ketika masih ada penambahan kasus, mungkinkah kebijakan tersebut diterapkan? Mengingat nantinya akan ada imbas dari penerapan kebijakan ini.

Dalam sistem kapitalis sekular sekarang, sangat wajar mengedepankan pada sektor ekonomi. Keuntungan menjadi hal utama alias prioritas utama ketimbang yang lain. Sedangkan nasib para rakyat tak mendapat perhatian lebih. Di sisi lain, adanya tuntutan dari dunia bahwa seluruh negeri harus melihat dan merujuk pada kebijakan yang diterapkan oleh negara-negara adiďaya. Sebagai simbol negara adidaya Barat yang akan melaksanakan kebijakan new normal adalah Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

Menteri Luar Negeri Inggris (Dominic Raab) mengingatkan bahwa orang-orang akan kembali kepada kehidupan normalnya lagi pada saat angka kasus mereda. Yang dimaksud normal dalam artian mereka tidak lagi dalam isolasi, namun tetap memperhatikan protokol kesehatan jaga jarak, memakai hand sanitizer ketika di luar rumah, dan yang lainnya. Tentunya banyak hal yang memang harus diperhatikan ketika hendak melakukan ‘normal baru’ dalam kehidupan manusia. Namun, tetap pada dasarnya bahwa Inggris akan melakukan pelonggaran secara bertahap dan tidak bisa semua langsung dibuka. Tentunya semua itu dilakukan agar tidak menimbulkan gelombang kedua pandemi. (rmol.id, 26/05/2020)

Tak jauh berbeda, pemerintah AS pun telah melonggarkan lockdown sejak beberapa waktu lalu. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan ntuk membangkitkan kembali perekonomian yang sempat menurun. Masyarakat pun banyak yang kembali beraktivitas seperti biasanya, namun dengan memperhatikan standar kesehatan dan keamanan, meski kondisi wabah belum sepenuhnya aman. (liputan6.com, 26/05/2020)

Dapat kita lihat bahwa di negeri ini ternyata masih belum melandai kurva pandemi Corona. Justru kejadiannya adalah berkebalikan, jumlah penderita semakin banyak untuk beberapa wilayah. Lantas, apa kabar kebijakan new normal? Akankah kita tetap melaksanakannya dengan mengikuti jejak negara adidaya? Apakah kemudian layak untuk menggunakan dan menerapkan normal baru versi Barat pada negeri ini? Tentu jawabannya adalah tidak.

Namun, jika rezim tetap pada new normal, ditambah lagi tanpa adanya peta jalan alias roadmap yang jelas maka wacana tersebut hanyalah sebagai bagian dari mengikuti trend global saja. Tentunya bisa kita bahwa tampaknya negeri ini sudah siap menghadapi tantangan di depan, termasuk munculnya gelombang kedua pandemi ini. Padahal sejatinya negeri ini sudah lelah menghadapi penambahan kasus setiap harinya. Ditambah para nakes yang sudah pasrah terhadap penanganan pandemi ini. Hal ini ibarat menghantarkan nyawa manusia secara percuma. Bak di kala perang, maka kita maju tanpa memperhatikan berbagai senjata yang akan dibawa dan minim akan strategi. Sungguh miris dan sedih melihat ini semua. Sejatinya karena kaum Muslim membutuhkan identitas khas yang kita punyai dan tentulah amat berbeda dengan Barat.

Roadmap Islam

Islam, tak hanya mengatur persoalan ibadah hamba kepada Rabb saja. Namun, segala lini kehidupan manusia ada aturannya. Termasuk dalam penanganan masalah pandemi ini. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ dan firman Allah Swt.

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).

مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

“… Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS al-Maidah [5]: 32).

Pemimpin dalam Islam (Khalifah) akan menanggung seluruh amanah yang ada di pundaknya. Termasuk di dalamnya adalah untuk meriayah penuh terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Keimanan dan ketakwaan pemimpin menjadi pondasi dalam setiap melakukan berbagai kebijakan kepada rakyatnya. Sehingga, kebijakan yang akan dikeluarkan tidak menyalahi pada hukum Islam (hukum syara).

Perihal pandemi ini, maka khalifah akan melakukan kebijakan tepat, cepat, dan menuju sasaran. Isolasi atau lockdown menjadi pilihan bagi daerah yang terinfeksi. Tentunya hal tersebut dilakukan agar virus tidak menyebar ke wilayah lain.

Dari sisi pemenuhan kebutuhan pokok bagi rakyat yang di isolasi menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Kemudahan akses dan birokrasi cepat haruslah mereka terima. Begitupula dengan akses kesehatan, negara wajib mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengatasi pandemi. Semua itu dilakukan agar memangkas perkembangan virus.

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Terlebih bagi seorang pemimpin, ia pemegang amanah mengurusi berbagai urusan rakyat. Termasuk penjagaan nyawa rakyat ketika terjadi wabah yang mematikan. Maka tanggung jawab pemimpin untuk memastikan kondisi aman bagi rakyat untuk kembali pada kehidupan normal. Disamping terus memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.

Karena sejatinya kehilangan nyawa seorang Muslim amatlah berharga dari pada bumi dan seisinya. Sebagaimana yang tergambar dalam hadits di atas.

Dari sisi ekonomi, maka jika ia kuat dan mandiri tentunya akan membantu dalam hal pemulihan kondisi. Karena sekarang, yang menjadikan kebijakan new normal adalah dari sisi ingin melancarkan ekonomi dengan mengindahkan sisi lainnya. Yang memungkinkan akan semakin menambah parah masalah yang lain.

Kemandirian bisa terwujud dengan menerpakan Islam secara sempurna dan menyeluruh dalam bingkai sebuah institusi. Yaitu Khilafah yang mengikuti metode keNabian. Begitu jelasnya Islam mengatur dengan konsep roadmap dalam penanganan wabah. Khalifah tentunya akan memikirkan jalan terbaik untuk mengatasi hal tersebut dengan berbagai macam cara. Pada dasarnya menjadi kewajiban khalifah untuk menjaga jiwa-jiwa rakyatnya. Karena seorang individu rakyat yang berada di bawah naungan Islam wajib dijaga dan begitu berharga. Dan bukan malah mengambil kebijakan sesuai dengan trend yang sekarang. Tentulah persoalan tak akan pernah tuntas.

Seharusnya pemerintah betul-betul memikirkan untuk mengedepankan nyawa rakyatnya ketimbang masalah lain. Tentunya dengan menerapkan sistem Islam yang menjadi solusi fundamental yang harus diambil oleh penguasa saat ini. Karena sudah terbukti, dengan menerapkannya maka kesejahteraan dapat terwujud, keamanan, dan kenyamana akan muncul dengan sendirinya. Dan keberkahan atas diterapkannya sistem Islam ini akan keluar dari bumbu dan turun dari langit. Tak hanya dirasakan olen manusia saja, namun makhluk Allah yang lain juga ikut merasakannya.Sehingga wacana ‘new normal’ yang akan diberlakukan tentu harus mengambil Islam sebagai solusi konferhensif dari masalah.[]

*Pemerhai masalah anak, remaja, dan keluarga

Comment