Oh Negeriku, Haruskah Kau Terjebak Dalam Pusaran Utang?

Opini579 Views

 

 

Oleh: Ina Agustiani, S.Pd, Praktisi Pendidikan

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Apa gerangan yang kelak ditinggalkan sebagai warisan negeri ini untuk generasi mendatang selain utang yang luar biasa besarnya. Entah siapa pula yang menanggung dan sampai kapankah utang tersebut terbayar lunas?

Mengapa para pemangku jabatan selalu menambahnya hingga kenyataan pahit ini memang harus diterima hingga anak cucu, hingga 7 generasi. Ironis dan menyedihkan.

Pandemi yang kita rasakan sudah 1.5 tahun berlangsung ini juga berdampak terhadap masalah utang yang kian  bertambah. Dengan dasar covid pula, MenKeu Sri Mulyani menambah utang karena mengalami pelebaran defisit yang tinggi untuk pembiayaan hal-hal terkait penuntasan pandemi, seperti tunjangan nakes, dokter, vaksin, tempat isoman gratis, bantuan sosial keluarga maupun dunia usaha.

Dilansir dari www.cnnindonesia.com, tahun ini, pemerintah mematok target defisit APBN sebesar Rp1.006,4 triliun atau 5,7 persen dari PDB. Sedangkan, per semester I 2021 lalu realisasinya telah mencapai Rp283,2 triliun setara 1,72 persen dari PDB. Kemenkeu mencatat jumlah utang pemerintah Indonesia sebesar Rp6.418,15 triliun atau setara 40,49 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per akhir Mei 2021.

Tidak lain yang dimaksud defisit anggaran = utang (yang terus bertambah). Untuk pelaksanaan ini, solusinya adalah penerbitan Surat Utang Negara (SUN) yang hampir mendekati 7000T.

Asumsi mengapa harus utang lagi, karena pajak sudah tidak bisa diandalkan, pandemi menjadikan efek tsunami penurunan ekonomi sangat luar biasa besar. Utang dalam sistem saat ini menjadi suatu hal yang biasa. Seolah tak ada jalan lain.

Jika kita mau berpikir lebih realistis, Indonesia adalah negeri yang kaya raya, kekayaan SDA dari darat, laut sudah lebih dari cukup untuk membiayai infrastruktur negara bahkan lebih, bongkahan gunung emas di Papua sana, cukup untuk memberikan emas sampai satu kilo untuk setiap jiwa. Seorang ekonom berpendapat jika SDA dikelola dengan benar, hanya dari “singkong” bisa membiayai seluruh sektor pendidikan beserta uang saku untuk anak usia sekolah di Indonesia.

Tapi itu angan semata, manakalah biang utama dari semuanya adalah berpindahnya pengurusan bukan oleh pemilik rumahnya, melainkan diserahkan kepada orang lain.

Semua sumber daya alam dikelola oleh negara asing yang keuntungan besarnya dibawa ke negaranya. Dan debt trap (jebakan utang) yang menggurita, menempel membuat negara ini tak sanggup hidup mandiri.

Logika berpikir “ tak ada cara lain” juga dikemukakan oleh Ibu MenKeu “Kenapa kita harus menambah utang, seolah-olah menambah utang menjadi tujuan. Padahal, dia (utang) adalah merupakan instrumen whatever it takes, untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian kita,” ujarnya dalam acara Bedah Buku Mengarungi Badai Pandemi, Sabtu (24/7).

Islam Satu-satunya Cara Bebas Utang

Prinsip ekonomi kapitalisme yang dipakai saat ini berhasil membuat ketahanan negara hancur dengan utang menggunung hingga 7 generasi karena memakai sistem ribawi dan keuangan nonriil. Jika ada perlu bantuan, pasti meminta bayaran. Inilah pola World Bank IMF (International Money Foundation) menjerat negeri-negeri terjajah berupa pinjaman.

Riba dilakukan individu saja sudah berdosa, apalagi ini menjadi tatanan negara. Padahal Allah Swt. telah mengharamkan riba, meskipun hanya sedikit.

Dalam sebuah hadis diriwayatkan, dari Jabir ra., Nabi saw. bersabda,

“Rasulullah saw. melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris), dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba. Semuanya sama dalam dosa.” (HR Muslim, no. 1598).

Islam memiliki cara tersendiri dalam menangani sistem keuangan yang berbasis emas bukan fiat money, lebih stabil dan kuat jauh dari moneter. Dan mengelola harta menjadi tiga pos : kekayaan individu, negara dan umum. Untuk individu, diserahkan pada warga negara masing-masingg, lalu kekayaan negara dan umum akan dikelola negara secara mandiri, baik itu dari zakat untuk 8 asnaf.

Pendapatan pun beragam, ada kharaj, jizyah, ganimah, pengelolaan SDA yang melimpah. Jikapun kas negara kosong, akan dipungut pajak dari orang kaya dan muslim saja, dan sifatnya sesaat sampai keuangan negara pulih.

Sistem Islam ditopang dengan karakter dari warga negara yang punya kredibilitas tinggi dengan didikan akidah yang baik, sehingga setiap kegiatan apapun akan mendekatkan kita pada Allah, serta aktifitas yang akan dipertanggungjawabkan di hari akhir kelak.

Pemimpin kita hari ini telah mewariskan utang lebih dari 1000 T untuk generasi di masa depan, utang luar negeri senantiasa membuat kita menderita.

Maka sebesar apa pun utang yang didapat negeri muslim, itu semua tak akan menghasilkan apapun kecuali bertambahnya angka kemiskinan.

Dengan demikian Islam menawarkan sistem keuangan yang lebih baik yang terlepas dari utang riba, sehingga ketahanan negara bisa terwujud. Wallahu alam.[]

_____

Sumber

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210724152428-78-671750/sri-mulyani-klaim-utang-untuk-selamatkan-warga-dan-ekonomi-ri

Comment