Pembangunan Manusia Berbasis Gender VS Ideologi Islam

Opini576 Views

 

Oleh: Yusseva, Pemerhati Perempuan, Keluarga dan Generasi

___________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Berdasarkan Siaran Pers Kementerian PPPA Nomor:B 078/SETMEN/HM.02.04/03/2021, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) perempuan,  tahun 2019 masih berada di bawah laki-laki yaitu 69,18 sedangkan nilai IPM laki-laki adalah 75,96.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyebutkan bahwa angka tersebut menunjukkan realita masih banyaknya ketimpangan yang dihadapi perempuan hingga saat ini, mulai dari ekonomi hingga kasus kekerasan yang menimpa perempuan. (kemenpppa.go.id, 25/3/2021).

Kesetaraan Gender Menambah Derita Perempuan

Kesetaraan gender, sebagai tujuan ke-5 SDGs sejatinya merupakan neokolonialisme Barat yang dikemas dalam bentuk kesejahteraan utopis terhadap perempuan.

Semua ‘permufakatan’ internasional tentang gender—baik CEDAW, BPfA, ICPD, MDGs ataupun SDGs—sebagaimana UU internasional yang digagas Barat adalah sumber malapetaka.

Dalam sistem kapitalis,  kemajuan gender yang dipropagandakan hanyalah mantra sihir yang menyuburkan mimpi perempuan dan keluarga demi meraih kebahagiaan semu. Karena itu tidak soal bagi setiap negara untuk memperdaya perempuan demi pencapaian target kapitalistik yang diukur melalui capaian angka-angka materialistik.

Padahal, jika mau jujur, kesejahteraan perempuan tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalistik. Sebab dalam praktiknya, perempuan dieksploitasi dan mendapat upah yang jauh lebih rendah.  Para pemilik modal juga tidak akan rela memberi upah yang tinggi karena berpegang pada prinsip ekonomi kapitalis, yaitu mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari modal yang sekecil-kecilnya.

Oleh karena itu, hingga kapanpun kesetaraan upah laki-laki dan perempuan tidak akan terwujud. Bahkan upah yang layak untuk laki-laki pun hanya mimpi.

Sebagai sebuah ide, sejatinya kesetaraan gender hanya ilusi

Kesetaraan gender, apalagi dalam model UN Women yang mencita-citakan Planet 50×50, mustahil dapat diwujudkan karena bertentangan dengan kodrat penciptaan manusia.

Secara fitrah, laki-laki dan perempuan diciptakan Allah SWT tidak sama. Masing-masing memiliki karakter dan tugas khusus sesuai dengan kodratnya.

Memaksakan perempuan mengimplentasikan tugas laki-laki seperti mencari nafkah dan menjadi pemimpin dalam hierarki pemerintahan akan memberikan beban ganda kepada perempuan.

Selain menambah beban perempuan, fungsi ganda ini akan berdampak buruk terhadap tumbuh kembang anak-anak. Peran utama perempuan sebagai ibu generasi yang lazim disebut sebagai warabatul bait akan terkikis dan termarginalkan hingga mengalami disfungsi fatal.

Akibatnya, anak-anak tumbuh tanpa bimbingan dan sangat berpotensi melakukan berbagai kenakalan remaja sebagaimana yang ditunjukkan dalam berbagai penelitian dan realita kekinian.

Rentetan dampak buruk yang membahayakan kehidupan sosial masyarakat menjadi bukti bahwa implementasi kesetaraan gender tersebut sebagai sebuah ilusi belaka.

Islam Mengatasi Problematik Perempuan dan Generasi

Persoalan perempuan pasti berkelindan dengan generasi dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pada kaum perempuanlah terletak amanah untuk mendidik dan membina generasi, yakni keluarga dan anak-anak mereka. Karena itu, menghancurkan kehidupan dan cara berpikir perempuan adalah embrio kehancuran generasi bahkan peradaban manusia.

Kesetaran gender antara pria dan wanita bukanlah persoalan yang harus didiskusikan. Bukan pula persoalan yang menjadi topik pembahasan dalam wacana sistem interaksi atau pergaulan pria dan wanita.

Topik kesetaraan gender tidak akan pernah ada dalam terminologi Islam. Istilah semacam ini hanya muncul dan dikenal di dunia Barat. Tidak pernah dilontarkan oleh seorang muslim yang memiliki konsep hidup yang kokoh kecuali mereka yang berpikir lemah dan mengekor kepada kapitalisme Barat yang memang telah menginjak dan merenggut hak-hak asasi kaum wanita.

Oleh karena itu, menjadi sebuah hal yang wajar bila wanita-wanita Barat kemudian menuntut hak-hak mereka dikembalikan sekaligus menjadikan tuntutan tersebut sebagai wacana kesetaraan (gender) untuk mendapatkan hak-hak mereka yang hilang.

Hal ini sangat berberbeda dengan  Islam. Islam tidak mengenal istilah-istilah semacam itu. Islam menegakkan sistem sosial dengan landasan yang kuat dan sempurna. Islam menjamin keutuhan dan ketinggian martabat manusia termasuk wanita atau perempuan Di dalamnya.

Islam telah mengantarkan wanita dan laki-laki ke puncak keadilan dan kebahagiaan hakiki sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah SWT (Lihat: QS al-Isra’ [17]: 70).

Dengan demikian, Islam menjadi satu-satunya ideologi dan sistem hidup paripurna yang mampu memberi keadilan bagi semua gender.

Islam telah menetapkan berbagai hukum untuk manusia sesuai dengan sifatnya sebagai manusia. Islam juga menetapkan hukum-hukum  khusus sesuai dengan jenis laki-laki maupun perempuan.

Perbedaan hukum ini tidak menjadikan dan menempatkan posisi perempuan lebih rendah, karena dalam Islam kemuliaan manusia terletak pada ketakwaannya kepada Allah.

Perbedaan hukum ini, misalnya kewajiban mencari nafkah ada pada laki-laki, warisan laki-laki dua kali bagian perempuan dan sebagainya. Hal ini menjamin perwujudan peran masing-masing sesuai dengan kodratnya.

Islam juga menetapkan negara sebagai pengatur urusan umat, wajib memenuhi kebutuhan umat, laki-laki maupun perempuan. Islam memiliki mekanisme sempurna yang menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu, dan melarang negara menggunakan mekanisme pasar dalam melayani rakyatnya.

Dalam Islamlah keadilan bagi setiap individu akan terwujud karena semua aturan dilandaskan kepada Allah, Zat Yang Mahaadil.Wallahu’alam.[]

_____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment