Pengabdian Guru Honorer, Tetapi Bergaji Horor

Opini493 Views

 

Oleh : Enny Prima Putri, S.Hut, M.Si, Aktivis Muslimah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari maju dan berkembangnya pendidikan pada bangsa tersebut. Hal ini tentu saja berbanding lurus dengan kesejahteraan tenaga pendidik dan juga peserta didiknya.

Setiap tanggal 5 Oktober diperingati sebagai Hari Guru Sedunia atau World Teachers’ Day. Dicetuskannya Hari Guru Sedunia sebagai salah satu cara untuk menghormati guru dan dan organisasi guru yang memberikan kontribusi penting bagi pendidikan dan pengembangan pemimpin masa depan kita.

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) memproklamasikan tanggal 5 Oktober sebagai Hari Guru Sedunia pada tahun 1994. Alasannya pada 5 Oktober 1966 terdapat momentum penting. Sebuah konferensi antar pemerintah khusus di Paris mengadopsi Rekomendasi UNESCO/ILO mengenai status guru.

Konferensi tersebut merekomendasi dan menetapkan tolok ukur terkait hak-hak guru. Ini juga menetapkan standar untuk pelatihan guru, pekerjaan, dan kondisi pengajaran dan pembelajaran.

Bila kita ingin bangsa ini maju, berkembang dan berbudaya tinggi maka yang harus diutamakan dan diperjuangkan adalah untuk memajukan pendidikan terlebih dahulu. Salah satu cara untuk memajukan pendidikan adalah adanya jaminan dari pemerintah untuk memberi kesejahteraan bagi para guru atau tenaga didiknya.

Kurangnya Perhatian Pemerintah terhadap Tenaga Guru Honorer

Indonesia telah merdeka selama 76 tahun lamanya namun hingga saat ini sektor pendidikan sepertinya masih belum dianggap faktor utama untuk diperjuangkan untuk memajukan bangsa dan generasi penerusnya, bahkan setiap tahunnya anggaran pendidikan terus – menerus berkurang dan dipotong.

Guru sebagai tonggak utama majunya pendidikan di Indonesia masih belum diutamakan kesejahteraannya. Guru sebagai Pahlawan tanpa tanda jasa pun ternyata tak dihargai oleh pemerintah.

Guru adalah sosok yang mendidik, mengajar dan melatih semua murid. Tak peduli apakah ia guru dengan status ASN ataupun masih honorer, bila ia telah mendidik, mengajar dan melatih para muridnya maka ia adalah guru.

Dengan pengabdian yang sangat tinggi terhadap kemajuan pendidikan di sekolahnya di daerah terpencil sekalipun ternyata masih ada ketimpangan dari pemberian gaji untuk guru ASN dan honorer. Bila rata-rata gaji guru ASN berkisar di angka rp. 3-5 juta perbulan, maka guru honorer hanya bergaji sekitar rp. 300-500rb saja, bahkan masih ada yang menerima gaji rp. 150-200rb/bulan.

Para guru honorer ini memiliki harapan agar kelak bisa diangkat menjadi ASN, namun masih banyak sekali tenaga guru honorer yang telah mengabdi hingga puluhan tahun tetapi tak jua diangkat menjadi ASN.

Ketika harapan menjadi ASN mulai terbuka namun ternyata masih harus melalui tantangan lain yaitu harus mengikuti rangkaian seleksi yang cukup ketat dan berat terutama untuk para guru honorer yang sudah sepuh.

Hal ini tentu saja menjadi keluhan banyak guru honorer yang merasa tak bisa melalui rangkaian seleksi tersebut.

Keluhan ini pun ditanggapi oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat Irwan Fecho yang mengkritik pengangkatan proses guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang harus melalui seleksi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Seperti dilansir di harian online Sindonews.com, Irwan Fecho berpandangan proses pengangkatan guru honorer menjadi PPPK seharusnya dilakukan berdasarkan masa pengabdian seseorang sebagai guru.

Menurutnya, guru yang telah cukup masa mengabdinya seharusnya tidak mengikuti proses seleksi lagi karena akan mengalami kesulitan bersaing dengan guru yang masih muda masa pengabdiannya.

Irwan menyayangkan pemerintah masih membiarkan guru-guru honorer yang cukup masa pengabdiannya mengikuti proses seleksi PPPK serta CPNS hanya untuk memperoleh kesejahteraannya.

Dia pun mempertanyakan perhatian Mendikbud Ristek Nadiem Makarim terhadap dedikasi para guru, apalagi ketika tahu ada yang gagal menembus ambang batas seleksi (passing grade).

Kedudukan Guru dalam Islam

Dalam Islam, guru memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia di sisi Allah SWT. Karena guru adalah sosok yang dikaruniai ilmu oleh Allah SWT yang dengan ilmunya itu dia menjadi perantara manusia yang lain untuk mendapatkan, memperoleh, serta menuju kebaikan di dunia maupun di akhirat.

Selain itu guru tidak hanya bertugas mendidik muridnya agar cerdas secara akademik, tetapi juga guru mendidik muridnya agar cerdas secara spritual yakni memiliki kepribdadian Islam.

Sejarah telah mencatat bahwa guru dalam kepemimpinan Islam mendapatkan penghargaan yang tinggi dari negara termasuk pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dar al- Wadl-iah bin Atha, bahwasanya ada tiga orang guru di Madimah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji lima belas dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63,75 gram emas; bila saat ini 1 gram emas Rp. 500 ribu, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar 31.875.000).

Sehingga selain mendapatkan gaji yang besar, mereka juga mendapatkan kemudahan untuk mengakses sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Hal ini tentu akan membuat guru bisa fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia.

Kepemimpinan Islam dalam mencetak guru berkualitas tanpa ketergantungan pada asing untuk mencegah kerusakan kemandirian bangsa pun telah tercatat dalam sejarah peradaban Islam.[]

Referensi:

Pikiran Rakyat

Sindo News

Kompasiana

 

Comment