Penulis: Eva Arlini, S.E | Pengurus Rumah Quran Al Aqsho
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita adalah sebuah pelajaran. Demikian halnya ketika mengetahui ada pesta pernikahan yang berujung maut di negara Irak akhir september lalu. Ada pelajaran di dalamnya.
Ya, pesta pernikahan itu awalnya meriah sebagaimana umumnya yang terjadi. Namun kesenangan mereka yang sedang menghadiri pesta segera berganti dengan kengeringan. Terjadi kebakaran hebat di ruangan pesta tersebut hingga menewaskan lebih dari seratus orang dan seratus lebih orang lainnya terluka. Juru bicara media Pertahanan Sipil Irak, Gawdat Abdul Rahman mengatakan kepada BBC bahwa kebakaran itu disebbkan oleh kembang api yang dinyalakan di dalam ruangan. (bbc.com/29/09/23)
Peristiwa yang hampir serupa terjadi juga di Indonesia. Sesi foto prewedding bubar karena kebakaran hutan dan lahan di Gunung Bromo Blok Savana Lembah Watangan atau Bukit Teletubbies. Calon pengantin tersebut menyalakan flare yang memicu kebakaran, saat sesi foto prewedding. Meski tak menimbulkan korban jiwa, tapi kerugian material yang diakibatkannya cukup besar. Total luasan yang terbakar sekitar 500 hektare.
Bukan tidak empati dengan musibah yang mereka alami. Tapi hanya ingin mengambil pelajaran, bahwa sebagai muslim penulis bersyukur diberikan Islam oleh Allah swt sebagai aturan hidup.
Islam merupakan aturan hidup yang sempurna. Diatur di dalamnya secara terperinci seluruh aspek hidup manusia. Termasuk soal pernikahan. Ada panduan memilih pasangan, melamar, akad nikah dan perayaan pernikahan serta kehidupan berumah tangga.
Pasca akad nikah, dalam Islam ada satu momen yang dikenal dengan istilah walimatul ‘ursy. Para ulama mengartikan walimatul ‘ursy sebagai jamuan makan dalam rangka merayakan pernikahan yang baru terjadi.
Sebagaimana hadist Rasulullah saw: “Ketika tiba waktu pagi hari setelah Nabi saw menjadi seorang pengantin dengannya (Zainab bin Jahsy), beliau mengundang masyarakat, lalu mereka dijamu makanan dan setelah itu mereka pun keluar.”(HR. Bukhari)
Berdasarkan hadist Rasulullah saw, para ulama memandang walimatul ‘ursy sebagai bagian dari syariat yang hukumnya sunnah.
Setidaknya ada 2 tujuan dilakukannya walimatul ‘ursy. Pertama, sebagai uslub mengumumkan pernikahan kepada khayalak. Hal ini penting agar sahnya pernikahan diketahui orang banyak, sehingga tidak muncul prasangka buruk terhadap keduanya.
Kedua, memohon doa dari para tamu undangan, agar pernikahan tersebut diberkahi Allah. Sehingga keluar baru tersebut menjadi sakinah, mawaddah dan warahmah.
Sebagai bagian dari amal salih yang mendapat pahala dari Allah, haruslah diperhatikan terlaksananya esensi dari walimatul ‘ursy yakni jamuan makan dan tercapainya 2 tujuan yang dikehendaki syariat tersebut. Dipastikan pula pelaksanaannya terhindar dari perbuatan yang dilarang syariat seperti ikhtilat (campur baur antara perempuan dan laki – laki), tabarruj (memamerkan kecantikan), adat yang mengandung kesyirikan dan lain sebagainya.
Maka tergambar bagi kita seperti apa ajaran Islam tentang perayaan pernikahan. Bukan tentang hura – hura, hiburan, kemewahan, apalagi sampai dilakukan tindakan yang membahayakan nyawa. Tetapi walimatul ‘ursy menjadi momen jamuan makan bagi siapapun kenalan pengantin dan keluarga. Tamu pun diundang tanpa melihat status sosial.
Kejadian di Irak dan di Gunung Bromo tentu jauh dari pelaksanaan walimatul ‘ursy ala Islam. Pre wedding sendiri dalam Islam dilarang. Karena disitu akad nikah belum dilaksanakan, dimana Islam melarang lelaki dan perempuan yang bukan mahram berdua duaan.
Dibandingkan dengan pelaksanaan walimatul ‘ursy yang sesuai Islam, kini lebih banyak orang termasuk muslim yang menyelenggarakan pesta pernikahan tak sesuai Islam. Dari campur baur tamu undangan hingga hiburan yang tak sesuai Islam. Penyelenggaraan pesta menjadi momen yang sangat penting dan paling menguras waktu, tenaga, pikiran dan uang untuk dipersiapkan. Sampai – sampai mengabaikan proses sebelum dan sesudah pernikahan yang seharusnya juga dipersiapkan sesuai Islam. Alhasil pernikahan hari ini kehilangan berkahnya. Malah banyak pasangan yang akhirnya bercerai, padahal saat menikah menyelenggarakan pesta yang meriah.
Hal itu disebabkan sistem kehidupan yang diterapkan di negeri – negeri muslim termasuk Indonesia yang mayoritas muslim ini adalah kapitalisme berbasis sekuler. Kapitalisme sekuler anti peran agama dalam mengatur urusan dunia.
Sehingga banyak orang yang mengatur hidupnya sesuka hati dan akhirnya menimbulkan berbagai masalah. Kehidupan ala kapitalis sekuler tentu tak layak terus dipertahankan.
Inilah pelajaran berharga dari peristiwa pesta pernikahan berujung musibah tersebut. Ketika taat pada Allah, maka kebaikan yang akan ada. Sebaliknya jika melanggar aturan Allah, maka musibah yang akan terjadi.[]
Comment