Pitasari*: Polititasi Bansos Di Tengah Kelaparan Rakyat

Opini524 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Di tengah kondisi wabah covid-19 banyak para pekerja yang dirumahkan, bahkan tak sedikit juga yang kehilangan perkerjaan lantaran terkena PHK, atau pekerjaan harian yang tidak dapat lagi dilakukan ketika wabah. Banyak masyarakat mengeluh lantaran tidak bisa mencukupi kehidupan sehari-hari lantaran mengganggur selama wabah covid 19.

Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan masyarakat setiap harinya, terlebih disaat pandemi ini banyak masyarakat yang sudah tidak bisa lagi bekerja sebagaimana seperti sebelum terjadi pandemi, akan sangat sulit memenuhi kebutuhan pokok yang terus mengalami kenaikan harga. Terlebih lagi jika masyarakat merupakan seorang domisili di kota.

Tuntutan akan kebutuhan pokok yang terjadi setiap harinya membuat masyarakat menjerit dan tercekik, bagaimana tidak hidup di kota dengan tangan kosong tanpa pekerjaan tetapi harus tetap memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Ditambah lagi mereka yang tidak bisa pulang ke kampung masing-masing dan harus tetep bertahan di kota.

Seperti yang terjadi pada belasan mahasiswa nekat mudik yang ditangkap lantaran melanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Regional (PSBR) di tengah masa pandemi di wilayah Maluku.

Berdasarkan introgasi, mereka mengaku nekat pulang kampung lantaran keuangan menipis selama masa PSBR yang diperpanjang sampai 15 Mei mendatang.

“Mereka sudah diamankan di sebuah penginapan di Seram Barat, mereka kami tahan karna melanggar larangan PSBR selama masa pandemi,”kata Alberto, Minggu (3/5) sore.

Seorang mahasiswa mengatakan mereka nekat memudik ke kampung halaman lantaran kehabisan uang belanja dan sempat menahan lapar akibat bahan makanan mulai menipis dikontrakan.

“Kalau kami bertahan di kamar kontrakan, kami mau makan apa, mendingan pulang kampung biar bisa makan, kami minta pemerintah seram bagian timur bisa memulangkan kami biar tak menjadi beban pikiran orang tua,” pinta mahasiswa yang enggan namanya diberitakan.
(baca: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200503233903-20-499627/kelaparan-belasan-mahasiswa-nekat-mudik-ditangkap)

Mengeluhnya masyarakat untuk bisa mendapatkan bantuan sosial lantaran sudah tidak bisa lagi bekerja, darimana lagi meraka harapkan kecuali dari bantuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pokok. Bantuan sosial sangat dibutuhkan apalagi di tengah masa pandemi covid 19.

Namun baru-baru ini warganet digegerkan oleh foto bansos yang viral di media sosial. Dalam paket bantuan hand sanitizer, tertempel wajah Bupati Klaten Sri Mulyani. Warganet pengguna Twitter pun mengkritik keras dengan ramai-ramai mengunggah tagar #BupatiKlatenMemalukan. Tagar itu sempat memuncaki trending topic pada Senin (27/4).

Tak hanya di tingkat daerah, politisasi bansos juga terjadi di tingkat nasional. Publik mempermasalahkan bantuan sosial yang digelontorkan pemerintahan Joko Widodo dengan nama Bantuan Presiden RI.

Nama bansos itu dinilai seolah-olah bantuan dikeluarkan langsung oleh Jokowi. Padahal sumber dana bantuan sosial berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dipungut dari uang rakyat.
(Baca:https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200429162051-32-498577/politisasi-bansos-corona-wajah-pemerintah-yang-tak-peka)

Astagfirullah pemerintah justru memanfaatkan bantuan sosial untuk kepentingannya sendiri bahkan terlihat hanya sebuah pencitraan saja, seharusnya bantuan sosial yang saat ini dibutuhkan oleh masyarakat diberikan didasari dengan rasa kepedulian yang timbul dari kewajibannya menangani wabah akibat pandemi ini, bukan justru dimanfaatkan oleh sebagian pejabat tinggi pemerintahan.

Pasalnya bantuan sosial yang dijanjikan oleh pemerintah berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) didapatkan pemerintah pada dana desa yang akan disalurkan kepada masyarakat desa yang memiliki kriteria dan syarat tidak sedang menerima bantuan sosial manapun. Seperti kartu sembako, kartu PKH dan bantuan sosial tunai.

Bobroknya sistem kapitalis sekuler menghasilkan pemimpin dan pejabat yang hanya jago aksi pencitraan.

Masyarakat dibiarkan hidup dengan kemiskinan, kekurangan, serta kelaparan. Miris di tengah pandemi yang melanda pemerintah masih bersikap acuh pada masyarakat. Begitulah derita rakyat di dalam naungan sistem kapitalisme.

Sangat berbeda halnya dengan Islam, Kepala negara dalam Islam berkewajiban mengurusi dan melayani rakyat dengan benar, karena menjadi seorang pemimpin (Kholifah) adalah sebuah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya” (HR Muslim dan Ahmad).

Dengan demikian, pemimpin atau khalifah dan kebijakan yang dikeluarkan akan penuh dengan pertimbangan dan tidak akan merugikan rakyat. Jelas sekali bahwa pemimpin dalam Islam memberikan kebijakan yang memakmurkan rakyatnya karena sumber hukum yang digunakan adalah datangnya dari Allah. sehingga kebijakan yang dikeluarkan orientasinya jelas melayani secara utuh kebutuhan rakyat.

Sehingga ketika terjadi wabah, negara benar-benar memenuhi kebutuhan rakyat per individu dari bahan makanan, fasilitas kesehatan, dan kebutuhan lainnya hingga tidak ada rakyat yang kelaparan dan kekurangan. Semua itu diberikan negara dengan cuma-cuma tanpa syarat, karena begitulah kepemimpinan dalam Islam, melahirkan pemimpin yang jauh dari pencintraan melainkan tulus mengurusi serta melayani masyarakat. Bukan seperti sistem kapitalisme yang bersandar pada asas manfaat dan untung rugi.

Karena pada hakikatnya Islam hadir sebagai solusi atas problematika kehidupan. Sehingga dengan begitu akan terwujudnya keadilan, keselamatan, serta kesejahteraan hidup akan dirasakan oleh umat manusia karena besarnya nikmat dan karunia Rahmat Allah SWT kepada manusia. Wallahu’alam Bisshawab.[]

*Mahasiswi

Comment