Praktik Pinjol Merebak, Penguasa Alpa Terhadap Kesejahteraan Rakyat?

Opini703 Views

 

 

Oleh: Nurul Ul Husna Nasution, Mahasiswi UMN Al-Washliyah Medan

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pinjaman online (pinjol) yang ramai diberitakan dan kerap kali menghiasi kasus kekerasan mental yang berujung kepada kekerasan fisik si peminjam. Kini dihentikan sementara penerbitan izin bagi penyelenggara sistem elektronik atas pinjaman online (pinjol) oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G.

Selain pemberhentian sementara, pinjol yang baru juga akan dimoratorium penerbitan izin fintech dan akan menutup akun pinjol yang merugikan masyarakat, dikutip dari YouTube Setpres, Jumat (15/10/2021).

Di masa ekonomi yang kian sulit, pinjol menjadi alternatif masyarakat yang pragmatis karena prosesnya yang cukup mudah. Jika ditelusuri hanya dalam waktu hitungan menit melalui jaringan internet, tanpa kertas dan tanpa administrasi dana sudah bisa dicairkan.

Masyarakat yang mudah tergiur akan tawaran pinjaman kilat ini tentu lebih diminati dibanding pinjaman di bank. Maraknya pinjol yang berpromosi menarik membuat mata masyarakat telah tertutup dengan bunga-bunga yang mematikan.

Regulasi negara juga dimungkinkan menjadi pintu fintech asing untuk masuk ke pasar Indonesia sehingga justru transaksi ribawi makin mengepung kehidupan umat.

Tak heran pinjol ilegal lebih mendominasi di negeri ini, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Karena profit yang mereka dapat bisa mencapai triliunan.

Padahal pinjol legal maupun ilegal merupakan praktik ribawi yang sama buruknya karena mengandung unsur kezaliman bagi korban dan dosanya teramat besar.

Jelas masyarakat yang menjadi korban akan tertekan akibat bunga yang selangit terpaksa dibayar. Apalagi teknik penagihannya pun begitu kejam. Mereka akan meneror dan mengancam korban hingga ke kerabat terdekat korban.

Miris, di sistem sekuler kapitalis sekarang ini, negeri ini seakan abai akan kesejahteraan, ketentraman hingga keamanan bagi rakyatnya. Dilihat dari fungsi negeri ini yang hanya sebatas regulator. Bagaimana mungkin negeri ini dapat melindungi rakyat, halal haram tidak lagi menjadi tolak ukur dalam membuat kebijakan apalagi rakyat – yang terbelit masalah ekonomi,  pastinya  tidak lagi.mempertimbangkan halal haram suatu perbuatan.

Padahal jika tidak ditutup pintu masalahnya maka memungkinkan masuknya kemudharatan bagi umat itu sendiri. Tak heran dari setiap kebijakan yang diberikan tidak pernah dapat menuntaskan permasalahan hingga ke akarnya.

Malah dari kebijakan yang nanggung tersebut membuat masalah baru dan pastinya masalah yang muncul lebih rumit lagi dalam menanganinya.

Kasus pinjol menjadi bukti buruknya dampak transaksi ribawi. Sepatutnya negara tidak hanya meregulasi tapi menghapus penyebab masyarakat yang terjerat kemiskinan, gaya hidup konsumtif dan adanya lembaga keuangan ribawi.

Dalam Islam, transaksi apapun yang mengandung riba jelas hukumnya haram. Padahal Allah Swt. dengan tegas melarang praktik ini, bahkan menganggap pelakunya sedang menantang perang dengan Allah dan Rasul-Nya. Bahkan dalam hadis Rasulullah saw. disebutkan, beliau pernah bersabda, “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).

Islam juga memberlakukan sistem yang lahirkan pribadi tak gampang tergiur tawaran pinjaman ribawi. Kesejahteraan rakyat pun niscaya didapat sebab kebutuhan rakyat miskin akan terpenuhi dari pos zakat dan pemasukan lainnya. Untuk kebutuhan dana pendidikan, kesehatan, keamanan, negara langsung memenuhinya dengan menyediakan sarana dan prasarana terbaik dan gratis.

Kemudian Negara akan menutup pintu transaksi dan Lembaga keuangan yang bertentangan dengan Syara. Maka, tiada lagi kata pembiaran apalagi pembolehan terkait transaksi yang jelas-jelas menzolimi rakyatnya.

Dengan demikian, negara dengan sistem Islam secara kaffah dengan hukum-hukum yang berkah tentu akan menjaga rakyatnya tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Wallahu’alam Bishawab.[]

Comment