Predator Anak Mengintai, Islam Sebagai Solusi

Opini492 Views

 

 

 

Oleh : Neneng Sriwidianti*

RADARINDONESIANEWS.COM — Lindungi anak kita dari predator! Slogan inilah yang akhir-akhir ini menghiasi berbagai media dan menjadi pembicaraan hangat di berbagai kalangan. Masyarakat pun dibuat cemas dengan maraknya aksi pelecehan tersebut. Mirisnya lagi, kejadian tersebut berada begitu dekat dengan lingkungan kita. Mengintai anak-anak yang kita cintai. Pelaku predator anak yang semakin tak terkendali.

Dilansir  detiknews.com (3/1/2021). Presiden Joko Widodo (Jokowi), telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menerapkan hukum tambahan selain pidana penjara seperti kebiri kimia hingga pelacakan keberadaan pelaku itu selepas bebas dari penjara.

Aturan itu tertuang dalam PP nomor 70 tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Benarkah suntik kebiri dianggap paling sesuai untuk menghentikannya?

Tak ayal, pro dan kontra pun mengemuka. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berharap PP ini dapat memberikan efek jera bagi para pelakunya. Namun di lain pihak, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus A.T. Napitulu, seperti dilansir bbc.com, (4/1/2021), menyatakan bahwa PP ini memuat banyak masalah. Mekanisme pengawasan, pelaksanaan dan pendanaannya tidak dijelaskan secara detail. Karena pelaksanaan suntik kebiri membutuhkan sumber daya dan mahal.

Lain halnya dengan IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Lembaga ini belum menentukan sikap dan mengaku bakal mencari jalan tengah merespon terbitnya PP ini. Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI, Nazar, sebagaimana dikutip cnnindonesia.com, (5/1/2021), mengaku heran karena aturan ini menyebut dokter menjadi pelaksana tindakan kebiri kimia, padahal hal itu bertentangan dengan kode etik dan sumpah dokter. Karena suntik kebiri ini akan menimbulkan efek samping yang membahayakan penerimanya.

Liberalisasi, salah satu faktor penyebab kebebasan bertingkah laku dan menjadikan individu bebas melakukan apa saja. Aurat diumbar, campur baur antara laki-laki dan perempuan menjadi pemandangan yang dipertontonkan,. Pornoaksi, pornografi, dan budaya pacaran merebak. Terlebih saat ini, di mana media sosial semakin canggih. Kemaksiatan semakin mudah merajalela. Sementara sanksi dan hukuman bagi pelaku tidak mendatangkan efek jera.

Berbeda dengan Islam. Islam dengan aturannya yang sempurna, telah mengharamkan perzinaan dan hal-hal yang mendekatinya, melarang khalwat (berdua-duaan) laki-laki dan perempuan, juga mengatur kewajiban menutup aurat, serta pelarangan bermesraan di tempat umum.

“Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (TQS. Al-Isra [17]: 32)

Islam juga melarang komunikasi yang tidak ada kebutuhan syar’i antara laki-laki dan perempuan, mewajibkan menundukkan pandangan, melarang campur baur laki-laki dan perempuan. Islam juga mengharamkan berperilaku seks bebas seperti anal sex, oral sex dan LGBT.

“Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.” (TQS. Al-Araf [7]: 81)

Ayat ini semakin menegaskan kepada kita, perlunya menerapkan aturan Islam secara kafah sehingga pelecehan seksual termasuk predator anak bisa dihentikan secara hakiki.

Sistem demokrasi dan liberalisme tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah predator anak secara tuntas, karena akan berhadapan dengan HAM (Hak Asasi Manusia).

Ketika sebuah aturan diserahkan kepada manusia, maka akan menimbulkan perbedaan, perselisihan, bahkan pertentangan. Karena akal manusia yang lemah, tidak mungkin mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang sistemik saat ini, dengan penyelesaian yang sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menenangkan jiwa.

Ada tiga syarat yang dibutuhkan agar predator anak bisa diselesaikan secara tuntas, yakni:

Pertama, ketakwaan dan keimanan individu. Takwa adalah buah dari keimanan seseorang yang telah memahami makna pemikiran rukun iman, juga telah memahami dan sadar konsekuensi dari melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan. Balasan dari semuanya itu adalah surga atau neraka.

Dari ketakwaan inilah akan tumbuh rasa takut pada diri seseorang. Rasa takut ini akan menghalangi mereka untuk berbuat dosa.

Kedua, adanya kontrol masyarakat. Manusia itu tempatnya salah dan dosa,  “Al insan mahalul khotto wa insyaa”. Di sinilah pentingnya peran masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap sesama. Saling mengingatkan di antara mereka. Maka fungsi kontrol sosial sangat diperlukan.

Ketiga, adanya negara yang menerapkan hukum secara adil dan tegas. Walaupun di dalam suatu negara individunya telah beriman dan bertakwa, juga ada aktivitas amar makruf nahi mungkar. Namun tidak ada pelaksana yang menerapkan hukum yang adil dan tegas, maka mustahil masalah ini teratasi.

Karena yang berwenang untuk menerapkan hukum secara tegas adalah negara, bukan individu atau pun masyarakat.

Negaralah yang paling efektif untuk melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar sekaligus memberikan sanksi yang tegas kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran.

Huku yang adil dan tegas dan diterapkan oleh negara akan menjadi perisai bagi setiap individu yang menjadi warga negaranya dari segala ancaman.

Sebuah keniscayaan, saat ini umat mendambakan sebuah pemerintahan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya.

Pemerintahan seperti inilah yang bisa menyelesaikan masalah predator anak secara hakiki. Wallaahu a’lam bishshawaab.[]

*Pengurus Majelis Ta’lim, Anggota AMK

____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang

Comment