Promo Listrik Sebagai Langkah Peduli, Benarkah?

Opini671 Views

 

 

Oleh: Nurul Ul Husna Nasution, Mahasiswi UMN Al-Wasliyah Medan

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Promo Super Dahsyat Hari Listrik Nasional ke-76 yang diluncurkan PT PLN (Persero) mendapat respon positif di kalangan masyarakat. Tercatat sebanyak 6.957 pelanggan di Jawa Timur telah mengikuti program ini. Melalui promo yang berlaku mulai 1-31 Oktober 2021, pelanggan bisa menambah daya listrik dengan harga lebih murah yaitu hanya Rp202.100.

Harga spesial seperti dikutip tribunnews.com ini berlaku untuk biaya penyambungan pada layanan tambah daya bagi konsumen tegangan rendah 1 phasa daya 450 VA – 4.400 VA untuk semua golongan tarif yang mengajukan permohonan penambahan daya akhir sampai dengan daya 5.500 VA.

Namun, jika kita perhatikan tidak hanya masyarakat yang diuntungkan tetapi, lebih dari itu PT PLN sendiri juga lebih menikmati, karena masyarakat akan berbondong-bondong untuk menambah daya dan harus tambah biaya terlebih bagi sektor UMKM dan para petani.

Maka masyarakat yang tadinya hanya memakai di bawah daya 450 VA (<450 VA) akan tertarik untuk meningkatkan daya lebih dari 450 VA.

Miris, di tengah pandemi ini bukannya menurunkan harga tagihan listrik atau digratiskan malah menjadikannya sebagai barang promosi bersyarat tanpa memikirkan rakyat yang sudah sekarat. Inikah yang disebut sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat?

Pasalnya kebijakan tersebut bukanlah kebijakan yang dapat menuntaskan problematika pokok masyarakat. Apa yang disebut PLN sebagai kepedulian kepada semua pelanggan merupakan simbiosis mutualisme perlu dipertanyakan karena hal ini sesungguhnya lebih menguntungkan pihak PT PLN.

Keuntungan berlipat akan didapatkan PLN lewat pertambahan daya yang dipasang warga. Semakin besar daya yang dipasang, tentu lebih mahal biaya yang harus dibayar.

Ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme-liberal senantiasa bertolak ukur keuntungan semata. SDA yang seharusnya menjadi kepemilikan umum tidak boleh dikomersilkan seperti milik pribadi sehingga rakyat dirugikan.

Jelas tampak sekali pemerintah tidak peduli terhadap masyarakat; di tengah sempit dan sulit ekonomi, mereka malah membuat langkah yang sama sekali tidak mampu menuntaskan permasalahan ekonomi secara fundamental.

Dalam Islam, listrik merupakan kebutuhan primer masyarakat yang harus dipenuhi negara secara gratis, bukan komersil. Negara tidak dibenarkan berbisnis dan mengambil keuntungan dengan rakyat.

Listrik adalah sumber daya alam, merupakan bagian dari minyak, gas, batu bara (api) yang selanjutnya dikelola menjadi sumber energi listrik dan merupakan kepemilikkan umum. Terkait hal ini Nabi saw menyatakan bahwa orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Maka jelas, bahkan untuk memiliki secara individu saja dilarang apalagi mengkomersilkan karena masyarakat adalah pemilik sah dari sumber daya ini.

Pemerintah atau negara hanya mengelola dan hasilnya didistribusikan kembali kepada masyarakat secara cuma-cuma.

Beginilah pengelolaan sumber daya alam di dalam Islam yang tidak melulu mengejar dan berorientasi profit materialistik. Wallahu’alam.[]

Comment