Putri Hanifah, C.NNLP*: Rayakan Tahun Baru dengan Karya, Bukan Maksiat

Opini566 Views

RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Pagelaran tahun baru akan segera dimulai. Kota kota mulai padat sesak sebab orang-orang bergerak menuju pusat kota menyaksikan indahnya kembang api, menikmati sahutan suara termompet, bahkan turut membeli terompet untuk memeriahkan detik detik 00.00 pada satu Januari.

Bagaimana kabar resolusimu tahun 2017, 2018, 2019 kemarin, sudah tercapai belum? Atau tahun ini justru baru merealisasikan resolusi 2017, 2018, 2019? Tidak apa-apa, itu lebih baik dari pada tidak punya resolusi sama sekali. Alhamdulillah ada niatan untuk membenahi target hidup, bagaimana dengan jutaan kawan kita yang lain? Apakah benar mereka berkumpul di pusat kota untuk mengaminkan berbagai resolusi atau justru malah menutup tahun dengan hal-hal yang sia-sia?

Faktanya pada perayaan tahun baru dari tahun ketahun berujung nestapa. Angka kemaksiatan meningkat dimana-mana. Tahun 2018 kemarin, puluhan remaja Tasikmalaya terjaring razia saat merayakan malam pergantian tahun dengan berpesta minuman keras (miras) (republika.co.id). Hal senada juga terjadi pada belasan pemuda di Desa Ender, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon. Mereka menggelar pesta miras oplosan pada 31 desember 2017 sehingga petugas keamanan yang mengetahui hal itu pun langsung menggerebek mereka (republika.co.id).

Selain pesta miras, malam tahun baru ternyata adalah momen yang sering dihabiskan oleh remaja untuk pesta seks bebas. Sebagaimana pernyataan Ketua Womens Crisis Center (WCC) Palembang, Yeni Roslaini Izi mengatakan, malam pergantian tahun dan hari valentine kerap digunakan pasangan remaja untuk melakukan hubungan seks bebas (jambi.tribunnews.com).

Sudah menjadi rahasia umum, di malam tahun baru akan ada pemuda yang merayu dengan meminta pembuktian cinta dan sayang dari sang kekasih. Bahkan jelang pergantian tahun baru, penjualan kondom laris manis. Intan (24) salah satu karyawan apotek Cikampek mengutarakan fenomena meningkatnya jumlah penjualan kondom dialami hampir setiap pergantian tahun, sehingga pihaknya sejak jauh hari sudah menambah stok hingga 50 persen. Diprediksi, peningkatan jumlah pembeli akan lebih besar satu hari sebelum malam pergantian tahun. (merdeka.com).

Luar biasa memang! Tahun baru menjadi ajang bisnis untuk jual beli alat kontrasepsi. Akhir tahun yang seharusnya jadi ajang muhasabah, justru malah menambah masalah.

Tidak heran akhirnya mabuk menjadi sesuatu yang biasa, angka seks bebas meningkat bahkan sampai aborsi bagi mereka menjadi jalan keluar daripada harus menanggung nestapa memiliki anak diluar pernikahan.

Tidakkah kita takut seandainya Allah mencabut nyawa kita di penghujung tahun dalam kondisi bermaksiat? Padahal amal kita tergantung pada akhirnya. Kita tidak pernah tau hasil jerih payah ibadah kita selama ini bagaimana nanti endingnya.

Sudah banyak cerita-cerita yang terdengar di telinga kita soalan ini. Dari kisah tabi’in yang hafal 30 juz, yang akhirnya mengakhiri hidupnya dalam keadaan murtad, karena soalan asmara kepada wanita pirang yang berhasil mengobrak-abrik hatinya, ada lagi laki-laki selama empat puluh tahun menjadi muadzin, namun mengakhiri hidupnya dengan su’ul khatimah dan seabrek cerita-cerita lain yang tidak mungkin dijabarkan disini. Ibaratnya ketika kita lulus sekolah dasar, apa yang mampu menghantarkan kita memasuki SMP favorit? Hasil akhir kita bukan?

Makannya di setiap sujud, di setiap sholat di setiap do’a, di setiap interaksi kita dengan Allah, kita selalu minta untuk di istiqomahkan di jalan ini. Bersyukurlah, masih di izinkan oleh Allah untuk menjumpai tahun selanjutnya. Berarti masih ada kesempatan untuk memperbaiki amal-amal kita sebelumnya.
Lagi pula apakah Rasulullah dan para sahabat pernah mengajarkan untuk turut serta dalam perayaan tahun baru? Tentu tidak. Perayaan tahun baru merupakan pesta warisan dari masa lalu yang dahulu dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka (orang-orang Romawi) mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings.

Menurut kepercayaan bangsa Romawi Kuno, Janus adalah dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah menatap ke depan dan satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, layaknya momen pergantian tahun. (G Capdeville “Les épithetes cultuels de Janus” in Mélanges de l’école française de Rome (Antiquité), hal. 399-400).

Fakta ini menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari budaya kaum Muslimin. Pesta tahun baru masehi, pertama kali dirayakan oleh non-muslim, yakni masyarakat paganis Romawi.

Turut merayakan tahun baru statusnya sama dengan merayakan hari raya umat non muslim. Hal ini merupakan suatu yang dilarang dalam Islam, dikarenakan perilaku tersebut sama dengan meniru kebiasaan mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk meniru kebiasaan orang-orang yang melakukan perbuatan mungkar dan buruk, termasuk perbuatan orang-orang kafir. Beliau SAW bersabda: “Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud).

Rayakanlah tahun baru dengan karya, bukan maksiat kepada Allah Ta’ala. Pemuda masa sedikit-sedikit ambyar, malu dong nyandang gelar pemuda, agent of change.

Sungguh, hanyalah ketegasan pemimpin yang mampu mencegah berbagai kemaksiatan yang terjadi di negeri ini. Ketika pemimpin mengintruksikan agar tidak ada perayaan tahun baru, maka ini bisa menjadi bentuk perlindungan hakiki bagi masyarakat, terlebih pemuda muslim. Pemimpin tersebut hanya akan kita temui pada sistem Islam, yakni Khilafah Islamiyah.

Sebab, mereka menjalankan itu semua bukan berdasarkan eksistensi atau hawa nafsu semata, melainkan mengharapkan Ridha dari Allah Ta’ala. []

*Mahasiswi Sastra Arab Universitas Negeri Malang)

Comment