Reka Nurul Purnama: Islam Tak Cukup Hanya Sekedar Spirit

Berita384 Views
Reka Nurul Purnama
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pembahasan tentang Spirit keislaman seorang pemimpin, akhir-akhir ini mencuat ke permukaan. Bukan karena tanpa sebab, karena asap tak mungkin ada apabila tidak ada api. Ini bermula pada ceramah ustadz Yusuf Mansyur di acara diskusi publik dan pembekalan relawan pemenanan 01 se-Jawa Barat di hotel Papandayan, Bandung, Sabtu (2/3), Ustadz YM menilai bahwa capres 01 Joko Widodo adalah sosok yang memberi harapan, sebagai kepala  Negara maupun pemimpin keluarga yang sukses. 
Lalu ustadz YM bercerita kisah Nabi Musa, bagaimana dalam Islam pemimpin harus menghadirkan harapan. Ustadz YM menilai Jokowi memiliki spirit kenabian yang layak ditiru. Dia juga mengajak masyarakat meneladani kebaikan pemimpin, tanpa terkecuali Jokowi. Selain dari itu, ustadz YM juga bercerita sisi religius Jokowi berdasarkan pandangan pribadinya, yakni Jokowi tetap menjaga Sholat dan puasa Senin-Kamis di tengah kesibukkan. (Sumber: Merdeka.com).
Sebagai seorang muslim tentu semua mengingin seorang pemimpin yang memiliki spirit keimanan dan keislaman yang utuh. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Yakni kriteria sosok pemimpin dalam pandangan islam. Apakah sosok pemimpin yang hanya memiliki spirit keislaman saja? Apabila benar, bagaimana spirit keislaman yang harus dimiliki seorang pemimpin sesuai dengan kriteria islam?
Menurut Ustadz Felix Siauw dalam sebuah tulisannya, maka perlu kita telusuri bagaimana Islam memandang seorang pemimpin. Apabila kita melihat dalam kitabullah dan Sunnah, ada beberapa syarat dan panduan bagi seseorang agar layak menjadi seorang pemimpin. Disingkat menjadi 7 syarat yaitu, Islam, laki-laki, baligh, berakal, merdeka (bukan budak), adil (bukan orang fasik) serta mampu memikul tugas-tugas dan tanggung jawab kepala negara.  
Namun Islam tidak hanya merinci pemimpin seperti apa yang harus ada diantara kaum muslim. Lebih daripada itu, Islam lebih banyak merinci seperti apa seorang pemimpin harus memimpin, dengan apa dia memimpin. Dengan kata lain, islam justru lebih menekankan pentingnya sistem kepemimpinan dibandingkan dengan pemimpin. Sistem kepemimpinan inilah yang harus berdasarkan kitabullah dan Sunnah, sedangkan pemimpin dalam islam adalah orang yang tinggal menjamin pelaksanaan hukum Allah dan Rosul semata. Setiap pemimpin dan yang dipimpin senantiasa menggunakan Al-Qur’an dn Sunnah sebagai pemutus atas semua pertikaian dan perselisihaan. Karena wajib bagi manusia untuk menerapkan hukum-hukum Allah.
Maka dari itu, seorang pemimpin itu bukan sekedar bisa dan biasa sholat juga puasa Senin-Kamis, tetapi harus memenuhi kriteria seorang pemimpin dalam Islam yaitu seorang pemimpin harus menjamin penerapan Kitabullah dan Sunnah sebagai pertanda iman dan perlindungan terhadap iman. 
Apabila kita berbicara tentang Islam maka Islam adalah agama sekaligus ideologi. Yakni Islam bukan hanya berbicara mengenai ibadah-ibadah mahdoh saja (yaitu ibadah yang berhubungan dengan Allah Swt Sang pencipta secara langsung), tetapi Islam pun memiliki aturan yang sempurna untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. 
Dalam Islam ada sistem ekonomi islam, sistem pendidikan islam, ada sistem politik islam, ada hukum-hukum islam, ada sistem pemerintahan Islam. Maka dari ini, jelas bahwa Islam bukan sekedar agama tetapi merupakan sebuah ideologi jua. Kesempurnaan sistem Islam bukan hanya sekedar teori tanpa praktek, tetapi bisa diterapkan dalam kehidupan umat manusia. sebagai bukti dari sejak Rosulullah hijrah ke madinah dan menjadi kepala Negara sampai pada kekhilafahan Utsmani di turki, Islam sebagai ideologi terealisasi dalam kehidupan individu, masyarakat dan Negara dalam kurun waktu yang sangat lama, yaitu kurang lebih 1300 tahun.
Seperti yang dituturkan oleh Ustadz Felix Siau,  “siapa yang memimpin” tidak lebih penting dibanding  “dengan apa dia memimpin”. Karena benar dan salahnya pemimpin tergantung “dengan apa dia memimpin”. Bila dia memimpin dengan menerapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah maka dia benar dan mulia. Wallahu’alam. []
Penulis adalah mahasiwi STAI Al-Jawami Bandung
Jurusan  Pendidikan Agama Islam, Semester 8

Comment