Reski Prastika, Amd. BA., SH: Kemenangan Biden Dan Ilusi Perubahan Nasib Kaum Muslimin

Opini523 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pesta demokrasi 4 tahunan Amerika telah usai digelar. Peraih suara terbanyak Joe Biden telah menyampaikan pidato pertamanya di depan para pendukungnya. Riuh gembira para pendukung merayakan kemenangan tersebut, begitupun kaum muslimin di Amerika pada khususnya dan muslim dunia pada umumnya menyambut kemanangan pihak opisisi tersebut dengan harapan akan membawa perubahan bagi kaum muslimin.

Harapan kaum muslimin tersebut adalah suatu kewajaran karena memang Biden dalam kampanye nya merangkul kaum marginal kulit hitam dan komunitas minoritas muslim di Amerika. Suatu kelompok yang tidak diperhitungkan pihak petahana.

Joe Biden berterima kasih kepada para pemilih berkulit hitam, dan mengatakan bahwa bahkan pada saat-saat terendah kampanyenya, komunitas Afrika-Amerika telah membelanya. “Mereka selalu mendukung saya, dan saya akan mendukung mereka,” tegas Biden. (antaranews.com/ Ahad, 8/11/20).

Joe Biden juga mengungkapkan pernyataan melalui kanal YouTubenya.

“Saya berjanji kepada Anda sebagai presiden, Islam akan diperlakukan sebagaimana mestinya, seperti keyakinan agama besar lainnya. Saya sungguh-sungguh bersungguh-sungguh,” kata Joe Biden.

Selain itu, secara mengejutkan dalam video tersebut Biden juga mengutip hadist Nabi Muhammad SAW. “Hadist Nabi Muhammad memerintahkan siapa pun di antara kamu melihat kesalahan biarkan dia mengubahnya dengan tangannya jika dia tidak mampu, maka dengan lidahnya jika dia tidak mampu, maka dengan hatinya,” kata Joe Biden.

Joe Biden juga menegaskan, suara umat muslim Amerika juga akan menjadi bagian dari pemerintahan jika ia sudah resmi menjabat jadi Presiden AS. Karena video ini, publik langsung ramai memberi tanggapan untuk Biden. Mereka bahkan ada yang mengaku terharu dan mendoakannya. (jakbarnews.com/ Sabtu, 7/11/20).

Begitulah tabiat siklus pesta demokrasi. Pemimpin yang dihasilkan merupakan akumulasi dari janji-janji dan visi-misi untuk membela kepentingan rakyat. Seperti biasa rakyat yang suaranya digunakan untuk mengantarkan sang petarung ke singasana kekuasaan akan terbuai janji manis sang petarung.
Bgitupun yang terjadi pada selebrasi kemenangan Biden.

Banyak pihak berharap kepemimpinan Biden akan membawa angin segar bagi muslim Amerika dan muslim dunia. Akan tetapi, janji-janji kampanye hanya alat mengumpulkan suara. Kampanye bukan janji yang bisa dimintai pertanggungjawaban.

Selama pemimpin tersebut lahir dari rahim demokrasi maka tentu dalam memimpin prinsip yang digunakan tentulah prinsip demokrasi, yaitu: kebebasan beragama (freedom of religion); kebebasan berpikir dan berpendapat (freedom of speech); kebebasan kepemilikan (freedom of ownerships); kebebasan berekspresi/ berperilaku (freedom of personality).
Prinsip-prinsip kebebasan ala demokrasi inilah yang merupakan akar dari semua permasalahan yang ada. Mulai dari tuntutan untuk bebas beragama, dari prinsip inilah tumbuh subur atheisme, agnoistic, liberalisme dan agama-agama atau aliran kepercayaan baru.

Kebebasan berpikir dan berpendapat, berdasarkan prinsip ini maka manusia bebas untuk mengutarakan pikiran dan pendapatnya serta bebas untuk membuat hukum dan aturan untuk hidup dan kehidupannya, tentu dengan standar kepentingan diri sendiri atau kelompoknya saja.

Kemudian prinsip kebebasan kepemilikan, dari kebebasan inilah melahirkan manusia-manusia rakus, mengatasnamakan bisnis untuk mengklaim harta rakyat untuk dikuasai dan dijadikan harta pribadi. Terakhir kebebasan berprilaku/ berekspresi, berdasarkan prinsip ini maka manusia bebas sebebas-bebasnya melakukan apapun untuk kesenangan pribadinya dan memuaskan hawa nafsunya.

Demokrasi dengan prinsip kebebasan tersebut menciptakan berhala modern berupa hawa nafsu. Sistem demokrasi-kapitalis menciptakan manusia-manusia yang begitu patuh dan taat pada hawa nafsunya tanpa standar benar salah, apalagi mengenal halal dan haram.

Semuanya bergantung pada akal dan pertimbangan manusia itu sendiri.
Prinsip-prinsip kebebasan inilah yang membidani lahirnya sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya dijadikan simbol semata karena aturan dan hukum harus memberikan ruang untuk prinsip kebebasan ala demokrasi.

Adapun standar benar dan salah serta boleh atau tidak boleh dilakukan adalah pada suara terbanyak. Apabila suatu perbuatan disetujui, dilakukan dan dibenarkan oleh banyak orang maka itulah perilaku dan tindakan yang benar.

Maka jangan heran apabila koruptor tumbuh subur bak cendawan dimusim hujan dalam sistem demokrasi sekuler. sama halnya dengan penyuka sesama jenis akan mendapat ruang dalam sistem tersebut karena perinsip kebebasan yang dianut. Begitupun dengan riba, khamar dan perzinaan, karena disenangi oleh banyak orang maka hal tersebut menjadi lazim dan lambat laun menjadi kebudayaan.

Karena paham inilah (kebebasan kepemilikan) yang dianut oleh Amerika dan sekutunya, maka wajar saja jika Amerika menguasai dan mengeksploitasi sumber daya negara lain untuk kemakmuran rakyatnya dengan dalih investasi dan membantu negara berkembang menjadi negara maju.

Pada hakikatnya, Amerika hanyalah negara miskin tanpa sumber daya alam yang memadai, kemudian mencaplok kekayaan negara lain (termasuk Indonesia) dengan mendirikan perusahaan di negara-negara tersebut dan menjarah secara rakus semua sumber daya yang ada. Begitulah cara Amerika menjadi negara adidaya yaitu dengan penjajahan modern berkedok investasi dan kerja sama.

Dengan terpilihnya Biden sebagai presiden baru Amerika, kebijakan-kebijakan politiknya hanya berubah gaya/style dan pendekatan saja. Namun watak kolonialis akan tetap menjadi wajah permanen kebijakan mereka.

Tidak mungkin Amerika berhenti mengeksploitasi dan merekcoki negara lain. Begitupun dengan kampanye Biden terkait sikap terhadap Islam dan muslim tidak bisa menjadi sandaran perubahan kebijakan.

Bukankah memang tabiat para pemimpin yang lahir melalui proses pemilihan umum akan bermuka manis agar menarik para pemilih memberikan suaranya.

Oleh sebab itu, kaum muslimin seharusnya menyadari jebakan batman tersebut. Semestinya kaum muslimin tidak menaruh harapan akan perbaikan nasib kaum muslimin pada pergantian pemimpin Amerika tersebut.

Peradaban islam hanya akan berjaya kembali apabila kaum muslimin mengikuti jalan yang telah dilalui para sahabat dan generasi emas peradaban islam.

Untuk itu janganlah kaum muslimin silau dan terpaku akan tampilan dari peradaban Barat apalagi cenderung pada pemikiran dan tingkah laku para kafir penjajah tersebut. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 113:

“Janganlah kalian cenderung kepada orang-orang zalim yang menyebabkan kalian disentuh apai neraka. Sekali-kali kalian tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudin kalian tidak akan diberikan pertolongan.”

Penggalan ayat tersebut jelas suatu peringatan dari Allah SWT kepada kaum muslimin bahwa Allah SWT adalah satu-satunya tempat mengharap dan meminta pertolongan. Hanya saja kaum muslimin harus memantaskan diri agar Allah segera menurunkan pertolongan-Nya. Karenanya kaum muslimin harus taat dan patuh pada semua perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan-Nya.

Sebagaimana firmanya: Tidak patut laki-laki mukmin dan perempuan mukmin, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka (pilihan yang lain) tentang urusan mereka. Siapa saja mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh ia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. (TQS. al-Ahzab [33]: 36).

Jelas bahwa sebagai seorang muslim standar dalam menetapkan dan menjalani sesuatu yaitu dari ketetapan Allah SWT yang semuanya telah teruang Dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.[]

 

Comment