Sri Mulyati*: Menuntut UKT Diturunkan atau Kuliah Terjamin dan Bebas Biaya?

Opini448 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang harus didapatkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Mulai dari sekolah dasar hingga jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sekalipun masih dalam masa pandemi seperti sekarang ini. Belajar harus tetap dilaksanakan.

Salah satu cara pembelajaran di masa pandemi yaitu Kuliah Daring menjadi pilihannya. Tentu dalam mengenyam pendidikan di negeri ini tidak luput dari yang namanya dana apalagi negeri ini mengadopsi sistem kapitalis.

Semuanya serba tidak gratis dari mulai jenjang pendidikan yang lebih rendah hingga level perguruan tinggi. Baik itu perguruan tinggi negeri maupun swasta.

Di masa pandemi sekarang ini untuk tetap mendapatkan ilmu hal yang diberlakukan oleh pihak kampus semuanya serba virtual.Namun mirisnya sarana dan prasarana untuk melakukan perkuliahan lewat daging tidak didukung oleh pihak kampus. Sementara untuk biaya perkuliahan pun harus tetap dibayar secara full. Hal ini tentu menjadi polemik dan beban bagi mahasiswa.

Perkuliahan menggunakan virtual ternyata mengalami masalah baru, sinyal jelek, kuota internet yang tidak mencukupi hingga penyerapan materi kuliah yang sulit dipahami terlebih dosen yang menyampaikan kurang kreatif.

Pada akhirnya banyak pembelajaran melalui daring tidak memberikan efektivitas dan kualitas bagi mahasiswa itu sendiri. Sontak, hal ini menimbulkan polemik di tengah-tengah mahasiswa yang kondisi perekonomiannya kurang, karena orangtua mereka merasakan dampak yng begitu luar biasa akibat covid-19.

Akhirnya, mahasiswa turun ke jalan untuk melakukan demo menuntut penurunan uang kuliah tunggal (UKT). Seperti yang dlansir bantennews.co.id. Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UIN Banten melakukan aksi demi menuntut pihak kampus menggratiskan UKT. Hal ini dilatarbelakangi karena keresehan mahasiswa atas rapuhnya kondisi ekonomi keluarga kala pandemi. (bantennews.co.id, 22/06/2020).

Kondisi ini akhirnya sedikit membuka mata mahasiswa dan masyarakat bahwa negara berlepas diri akan kewajibannya untuk menjamin kebutuhan khalayak banyak dalam hal pendidikan. Di negeri kapitalis ini, tidak memandang apakah dalam kondisi pandemi maupun normal, ongkos pendidikan begitu mahal. Sehingga, butuh perjuangan yang lebih untuk menggapai cita-cita.

Padahal, mahasiswa adalah agen perubahan yang harus di persiapkan dengan baik untuk keberlangsungan dalam tata kehidupan lebih baik di masa yang akan datang. Jika, hal ini dipersulit dengan masalah yang sama yakni benturan ekonomi yang tak kunjung selesai.

Tidak heran, akan menghambat laju perubahan itu. Meskipun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendibud) menganggarkan dana 1 triliun untuk Program Dana Bantuan UKT. (Kompas.com, 21/06/2020.

Akan tetapi, sungguh disayangkan program ini diberikan dengan syarat-syarat tertentu untuk bisa mendapatkan bantuan UKT di PTN maupun PTS. Patut diduga bahwa, bantuan ini tidak didapatkan mahasiswa yang terdampak di seluruh wilayah Indonesia. Bantuan ini dinilai setengah-setengah untuk melayani warganya.

Inilah potret dalam pemerataan bantuan UKT. Bagaimana dengan kampus yang menetapkan pembiyaan dengan sistem SPP?. Apakah bisa mendapatkan bantuan tersebut atau malah sebaliknya.

Berbeda halnya dengan Islam yang menjamin kebutuhan pendidikan, yang memandang bahwa pendidikan merupakan hal yang perlu diberi perhatian khusus karena sangat penting keberadaanya.

Tanpa dibebankan ongkos yang begitu mahal. Hanya dalam Islam yang menjadikan mahasiswa bebas mencari ilmu tanpa dibebani biaya. Mahasiswa sebagai pembawa perubahan atau yang kita kenal agen of change mampu menggali potensi dirinya sedalam-dalamnya. Kemudian, seluruh potensi hasil penggalian tersebut diberikan kepada negara demi memajukan negara tersebut.

Pembiayaan atau sumber dana yang menganut sistem Islam secara keseluruhan ini, menjadikan Baitul mal sebagai wadah dalam pendistribusian anggaran atau ka negara salah satunya untuk pos Pendidikan. Negara memfokuskan diri mengelola sumber daya alam dan hasilnya dikembalikan lagi ke rakyatnya.

Hal ini sangat kontras dengan sistem demokrasi Kapitalis yang mennjadikan lembaga pendidikan sebagai ajang untuk mencari keuntungan. Berbeda pandangan mengenai nilai inilah yang kemudian membuat pihak tertentu menjadi korban dari ambisi mereka.

Tujuan mendirikan lembaga pendidikan pun berorientasi kepada materialistis. Ditambah kebijakan pemerintah dalam membantu pembiayaan tersebut dinilai tidak menyelesaikan masalah secara keseluruhan. Bantuan UKT ini, tidak menjamin seluruh mahasiswa mendapatkan kesejahteraan dari kebijakan ini. Hanya dapat menyelesaikan masalah secara parsial.

Bantuan bersyarat, patut diduga hanya sebagian kecil mahasiswa mendapatkannya dan sebagian yang lain membayar seperti biasanya walaupun terdampak dari adanya wabah seperti saat ini. Kekecewaan dan ketidak percayaan mahasiswa seharusnya membangkitkan semangat mereka untuk lebih keras lagi menyuarakan kebenaran berjuang untuk segera tegak sistem yang berasal dari Allah Swt dalam mengaturnya.

Karena, jika dalam hal pengelolaan pembiayaan pendidikan masih mempertahankan sistem kapitalisme yang menjadi acuannya, sampai kapanpun masalah ini akan selalu terulang.

Menjadikan penerapan aturan Islam secara kafah yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi negeri ini termasuk kuliah dengan bebas biaya.Wallahu a’lam bis shawab.[]

*Mahasiswi

Comment