Telaah Kritis Pelatihan Vokasi Untuk Peningkatan Kesejahteraan

Berita737 Views

 

Penulis: Puput Hariyani, S.Si | Bisnis Woman

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Dalam rangka menjawab berbagai tantangan dan problematika ketenagakerjaan, Pemerintah melalui Kemnaker menghadirkan gagasan pelatihan vokasi berkualitas yang ditujukan untuk meningkatkan kompetensi dan daya saing angkatan kerja RI, baik yang lama maupun baru agar semakin baik.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi saat membuka Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) Tahap III Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Semarang di Semarang Jawa Tengah Jumat (22/3) mengatakan, pelatihan vokasi yang berkualitas adalah pelatihan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja yang mengutamakan link and match ketenagakerjaaNn (Antaranews.com).

Anwar menjelaskan PBK tahap III BBPVP Semarang terdiri dari 8 paket, yakni 5 paket pelatihan kejuruan Bisnis Manajemen; 2 paket pelatihan kejuruan Fashion Technology; dan 1 paket pelatihan kejuruan Teknik Bangunan.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi angkatan kerja agar dapat bersaing di dunia kerja juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Ia menekankan yang namanya pendidikan dan pelatihan vokasi wajib terkoneksi dengan kebutuhan lapangan kerja, baik itu industri maupun usaha.

Program pemerintah ini juga terkoneksi dengan Kementrian Bidang yang lain, selain Kementrian Bidang Pembangunan Manusia juga Kemendikbutristek yang mengesahkan kurikulum MBKM untuk diterapkan di setiap jenjang Pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar seluruh anak bangsa terkondisikan sejak dini untuk menjawab kebutuhan pelaku dunia kerja.

Meskipun program ini mendapat sambutan baik dari berbagai pihak, namun harus ditelaah kritis sejauh mana korelasi antara pelatihan vokasi ini dengan tingkat kesejahteraan atau perbaikan taraf hidup masyarakat. Jamak dipahami di tengah masyarakat dengan adanya pelatihan vokasi akan memudahkan mereka mendapat pekerjaan sehingga berkorelasi pada pemenuhan hidup dan tentunya kesejahteraan masyarakat terjamin. Dengan sebuah anggapan bahwa kesejahteraan akan mudah direngkuh ketika kondisi ekonomi membaik.

Hanya saja kita tidak bisa menutup mata dari kenyataan bahwa pelatihan kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan industry justru menunjukkan bahwa kita hanya akan dijadikan budak ekonomi. Masyarakat dipaksa untuk memenuhi kehendak koorporasi. Masyarakat disibukkan untuk mengikuti berbagai pelatihan yang dibutuhkan pasar.

Mereka tidak lagi fokus untuk menjadikan diri mereka ahli sesui bidangnya, kemudian dihargai sesuai keahliannya. Mereka mendapat tawaran murah dari koorporasi. Belum lagi kebutuhan pasar yang berubah-ubah menjadikan angkatan kerja turut bingung jika jurusan yang dibutuhkan juga berbeda setiap tahunnya.

Kondisi ini tentu tidak berlepas dari penerapan system ekonomi kapitalistik yang menjadikan materi sebagai sumber kebahagiaan tertinggi. Segala sesuatu diukur dengan standart untung dan rugi. Dengan pandangan tersebut menjadikan dunia industry mengikuti keinginan para kapital.

Kenyataannya berbagai pelatihan diberikan tidak berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat. Mengapa? Karena lagi-lagi msyarakat tersandra dengan kebijakan yang memihak kepada koorporasi.

Penerapan UU Omnibus Law misalkan yang jelas-jelas merugikan para pekerja. Walhasil kesehteraan masih menjadi angan karena mereka tak kunjung mendapatkan kemapanan.

Penerapan system sekuler ini juga menjadikan pemerintah mandul perannya. Pemerintah seharusnya menjadi pihak terdepan untuk membangun sumberdaya manusia berkualitas melalui system Pendidikan Islami, bukan justru mengikuti kehendak koorporasi.

Sudah saatnya kaum muslimin kembali kepada pengaturan Islam yang sempurna nan paripurna. Mendidik sumber daya manusia untuk menjadi pribadi yang memiliki kepribadian Islami yang mampu mengembangkan keahliannya untuk kemaslahatan masyarakat dan membangun peradaban gemilang.

Adapun pelatihan atau pendidikan vokasi digunakan untuk menciptakan tenaga kerja terampil untuk mendukung fungsi negara dalam melakukan periayahan terhadap urusan rakyat bukan memenuhi kebutuhan pasar industry.

Dalam hal kesehateraan, Islam mewajibkan negara untuk memikul tanggungjawab tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyatnya dan mewujudkan kesejahteraan dengan berbagai mekanisme misalkan menciptakan lapangan kerja, memaksimalkan pemasukannya dari berbagai sumber (SDA, fai, ganimah, jizyah, dll.) dan juga negara menyediakan berbagai kemudahan akses pemenuhan kebutuhan publik secara kolektif misalnya menyelenggarakan pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang gratis.

Dengan demikian mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan pengaturan Islam tentu bukanlah hal yang mustahil, alternative solusi inilah yang semestinya menggerakkan masyarakat untuk segera mewujudkan kepemimpinan Islam. Wallahu a’lam bi ash-showab.[]

Comment