Teti Ummu Alif: Deradikalisasi, Kambing Hitam Atas Kegagalan Negara Korporasi

Opini516 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Rezim periode baru memang belum genap 100 hari melangkah maju. Namun demikian, berbagai tingkah polah para pejabat baru yang begitu menggebu justru mulai menuai kekecewaan publik.

Begitulah ketika jalan perubahan diserahkan kepada golongan orang yang pernah memihak penista agama. Maka, tiada sedikit pun asa, alih-alih wacana masa depan politik yang layak diharapkan untuk mengurusi kompleksitas urusan rakyat.

Belum seumur jagung berdinas, sudah begitu kentara ke arah mana model ragam kebijakan yang tengah dan akan ditunaikan. Bahkan benih-benih kegagalannya kian nampak jelas.Deretan Kegagalan Rezim Dalam Mengurusi Urusan Rakyat.

Pemenuhan berbagai hajat hidup dasar semakin dirasakan sulit. Baik pangan, air bersih, sandang, maupun perumahan dan pemukiman. Demikian juga pelayanan kesehatan, pendidikan, hingga energi dan transportasi. Disebabkan harganya yang terus melangit, ketersediaan, maupun masalah kualitas.

Kesehatan.
Meski pelayanan kesehatannya diskriminatif bahkan mengancam nyawa jutaan orang, rezim berkuasa tetap meneruskan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Alih-alih membubarkan, rezim bergeming terhadap jeritan dan penderitaan rakyat.

Defisit akut yang berdampak luas dan serius terhadap kesehatan dan nyawa publik justru disikapi pemerintah dengan keputusan kenaikan premi hingga seratus persen yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2020.

Pada sisi lain, Pemerintah tidak saja memaksa setiap orang sebagai peserta asuransi kesehatan BPJS Kesehatan, tetapi juga membuat korporasi keuangan kapitalis itu semakin semena-mena terhadap harta dan hak pelayanan kesehatan masyarakat. Baik berupa ketentuan pembayaran premi yang memberatkan hingga sanksi dan penggeberan tagihan.

Sementara, jaminan akses publik terhadap pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan semakin minus dengan akan diberlakukan pembatasan pada pelayanan dasar saja. Pemerintah dengan besar mulut berkata tentang kebaikannya yang membayarkan premi kelas tiga bagi rakyat miskin, namun tetap saja tidak mengurangi kelalaian dan kezaliman rezim sistem politik demokrasi yang luar biasa. Di samping menegaskan korporasi BPJS Kesehatan hanyalah alat pemalak sistemis rezim neolib terhadap harta hasil tetesan keringat rakyat dengan kedok jaminan kesehatan.

Pendidikan
Beban penderitaan publik semakin berat untuk memperoleh hak pendidikan dasar dan menengah. Tidak saja oleh beban biaya pungutan resmi komite sekolah dan dampak kebijakan otonomi daerah, namun juga deraan kekisruhan kebijakan zonasi PPDB di tengah ancaman keselamatan dan nyawa di ruang kelas akibat minim dan buruknya kualitas infrastruktur pendidikan.

Tidak saja berbiaya mahal, pendidikan vokasi SMK berbasis industrialisasi juga berujung pada pembengkakan angka pengangguran terdidik. Di sisi lain, rendahnya gaji guru honorer yang jumlahnya ribuan orang tidak saja menyengsarakan namun juga mencerminkan betapa buruknya penghargaan rezim neolib terhadap guru.

Upaya publik memperoleh hak pendidikan tinggi pun demikian. Tidak sedikit orang tua mengeluhkan beban berat biaya pendidikan tinggi Uang Kuliah Tunggal (UKT) karena tidak sebanding dengan penghasilan dan gajinya. Beratnya beban UKT juga diungkapkan mahasiswa dengan demo yang berlangsung di sejumlah universitas.

Bersamaan dengan itu, rezim berkuasa cuci tangan atas kezalimannya dengan program Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidik Misi). Tidak saja prasyarat dan prosesnya yang sulit, namun juga sarat muatan penistaan hak publik atas pendidikan tinggi.

Kondisi ini diperparah oleh berlanjutnya tujuan pendidikan sekuler dan kurikulumnya, dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Puncaknya berwujud agenda pendidikan tinggi kelas dunia (World Class university/WCU).

Penguasaan saintek bagi kepentingan industrialisasi dan hegemoni menjadi aspek utama namun minus penanaman tsaqafah Islam yang sangat penting bagi tujuan sejati pendidikan. Parahnya lagi, para lulusan harus bersaing dengan agenda Revolusi Industri 4.0 berupa otomatisasi, digitalisasi, dan robotisasi. Ujungnya, perbudakan modern pun di depan mata.

Air bersih
Program hibah air minum perkotaan dan pedesaan dan berbagai program lainnnya hanyalah mengukuhkan komersialis asi air bersih. Harganya semakin membuat rakyat sulit dan menjerit.

Selama tahun ini Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di berbagai daerah menaikkan harga hingga 45 persen. Krisis air bersih di negeri ini diperparah oleh kekeringan yang kian meluas dengan durasi yang semakin lama.

Sementara tanpa air bersih yang memadai sangat berbahaya bagi kesehatan bahkan keselamatan jiwa masyarakat. Di sisi lain, kekeringan berdampak puso dan gagal panen hingga ribuan hektar. Mirisnya, ini terjadi di tengah potensi sumber daya air berlimpah dan teknologi air dan air bersih begitu maju.

Pangan.
Perolehan pangan yang mudah lagi memadai secara kualitas dan kuantitas bagi puluhan juta rakyat di negeri ini tetap saja sulit. Bahkan dirasakan kian sulit seiring harga sembako yang terus melangit.

Berbagai program pangan pemerintah, baik yang ditujukan pada masyarakat seperti program Bantuan Pangan Nontunai, Harga Eceran Tertinggi, Toko Tani, maupun yang ditujukan pada petani seperti smart farming, dan asuransi petani, terbukti tidak mampu mengatasi dampak berbahaya dominasi korporasi, kartel, dan mafia pangan yang semakin menguat.

Diperparah oleh matinya fungsi Bulog yang semestinya. Akibatnya, jutaan jiwa menderita kelaparan dan jutaan anak menderita stunting. Ironis karena ini terjadi di tengah potensi sumber daya alam pertanian berlimpah, teknologi pertanian begitu maju, juga para petani dan ahli pertanian yang tidak kurang.

Perumahan.
Kendati begitu dibutuhkan, namun harga rumah begitu mahal. Diperkirakan dua puluh delapan kali nilai gaji rata-rata masyarakat, sehingga sangat sulit dijangkau oleh rakyat kebanyakan.

Hingga saat ini terdapat jutaan keluarga hidup di tempat tidak layak huni. Program sejuta rumah tidak pernah mencapai target dan mengatasi dominasi korporasi perumahan dan pemukiman. Sementara, potensi sumber daya alam untuk perumahan dan teknologinya berlimpah lagi begitu maju.

Pembangunan kota mandiri dan smart city pun makin menonjolkan kesenjangan sosial, meminggirkan rakyat pribumi dan menganakemaskan kaum elite kapitalis bahkan asing.

Energi.
Dampak liberalisasi energi semakin dalam, berbagai program pemerintah di bidang energi justru mengukuhkan dominasi korporasi. Hasilnya, harga listrik dan BBM semakin dirasakan masyarakat luas menyengsarakan dan memelaratkan. Bahkan di sejumlah daerah berkali-kali terjadi kelangkaan. Ini ironis karena terjadi di tengah-tengah sumber daya energi migas berlimpah.

Pada aspek lain, program energi baru terbarukan biofuel sawit yang terus diaruskan pemerintah tidak saja meningkatkan beban biaya, tapi juga berdampak serius terhadap kerusakan lingkungan.

Tahun ini kembali terjadi kebakaran hutan dan lahan gambut yang hebat. Berdampak serius terhadap kerusakan lingkungan bahkan kesehatan dan keselamatan jiwa jutaan orang. Sungguh kelalaian dan kezaliman luar biasa rezim demokrasi.

Transportasi.
Tak kalah menyengsarakan adalah kebijakan pemerintah pada transportasi publik. Berbagai kebijakan pemerintah justru mengekalkan liberalisasi hajat hidup yang satu ini. Hasilnya, tidak saja mahal, risiko kecelakaan juga begitu tinggi baik di darat, laut, maupun udara.

Ratusan nyawa melayang sia-sia. Semua ini menegaskan kegagalan pemerintah menjamin pemenuhan kebutuhan publik terhadap transportasi publik murah, aman, dan nyaman. Di samping menegaskan kelalaian dan kezaliman rezim berkuasa.

Radikalisme Kambing Hitam Menutupi Kegagalan

Entah apa yang merasuki pemerintah sehingga jutaan kaum muslimin diseantero Nusantara kini merasakan “tajassus” dimata-matai oleh negara. Rupanya, rezim Jokowi-Makruf telah menisbahkan dirinya sebagai pengawal GWot(Global War on Terorism) yang dicanangkan AS sehingga setiap gairah kaum muslimin untuk menjalankan syariat Islam dicurigai bakal menumbuhkan bibit terorisme, radikalisme dan ekstremisme.

Deradikalisasi menjadi kambing hitam atas berbagai kegagalan capaian rezim terutama dibidang ekonomi. Secara lugas Rizal Ramli menyatakan bahwa isu radikalisme akan terus dimainkan dalam setahun pemerintahan Jokowi-Maruf demi menutupi performa ekonomi yang kembali memburuk di tahun ini.

Gerakan rezim untuk memburu ‘kaum radikal’ kian beringas dan random, macam gerakan ayam yang disembelih. Setelah periode lalu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan, di periode ini surat keterangan terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) tidak segera dikeluarkan pemerintah karena turut mengusung Khilafah.

Kriminalisasi ustaz/aktivis dakwah tidak berhenti. Demonisasi ajaran Islam kian tak terkontrol, sampai-sampai Kemenag akan merevisi 155 buku Pendidikan Agama Islam SD, SMP, SMA. Khotbah dan dakwah di masjid dikontrol, juga mengharuskan majelis taklim terdaftar di Kemenag sesuai Peraturan Menteri Agama (PMA). Apalagi terhadap aparatur sipil negara (ASN).

Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 Menteri dan Lembaga Negara terkait penanganan radikalisme di lingkungan ASN membuahkan situs aduanasn.id.

Sekalipun dikritik sebagai bentuk represif rezim, pemerintah bergeming tetap memata-matai ASN. Menteri BUMN Erick Thohir juga secara khusus menemui Menko Polhukam Mahfud MD untuk membahas langkah menangani radikalisme di BUMN.
Rezim memang telah tersesat.

Alih-alih menyelamatkan kondisi ekonomi, mereka justru menempuh jalan yang kian menjerumuskan mereka dalam kebinasaan.
“Barang siapa dikehendaki Allah untuk dibiarkan sesat, sedikit pun engkau tidak akan mampu menolak sesuatu pun dari Allah (untuk menolongnya).” (Al-Ma’idah: 41).

Syariah Kaffah Solusi Tuntas
Sungguh, kebijakan zalim yang mana lagi yang mau kita dustakan? Toh semua fakta sudah nyata membuat hidup rakyat semakin tercekik.

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS Ar Ruum [30]:41).

Jadi, solusi atas semua kegagalan dan kerusakan ini hanya 1 tak ada yang lain, kembali kepada pangkuan syariah kaffah dalam bingkai Khilafah Rasyidah.
“jikalau sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa. Niscaya Kami akan bukakan pintu berkah dari langit dan bumi.

Akan tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami, maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang mereka kerjakan”. (Al A’raf:97).Wallahu A’lam bi Asshowwab.[]

Comment